Ayana #Part 30: Dunia Baru

in #steempress6 years ago

Cerita Sebelumnya: Real Match - Lanjutan


[Source](https://www.pexels.com/photo/man-wearing-silver-skull-ring-194087/)

Alih-alih mengambil risiko dengan mengharapkan ace, aku menyelesaikan set terakhir dengan menghabiskan sembilan bola tanpa jeda.

Finally! Bola sembilan yang menentukan kemenangan ketujuh telah masuk dengan mulus ke dalam lobang. Akhirnya aku bisa bernapas lega. Tugas besar yang diberikan Koh Andrew telah kuselesaikan dengan baik, sesuai janjiku padanya.

Belum lagi sempat kunikmati kemenangan, seorang lelaki berjaket kulit hitam terlihat mendekati Abian yang tak bisa duduk di sepanjang set terakhir ini.

Bruk! Dalam hitungan detik, lelaki yang begitu ketat bertanding denganku itu, tiba-tiba ambruk usai sebuah pukulan keras mendarat tepat di ulu hatinya.

“Kamu jangan jauh-jauh dariku!” Chandra tiba-tiba saja sudah berada di dekatku, dengan punggung yang begitu rapat pada punggungku. “Cepat bereskan barangmu,” lanjutnya sembari menyerahkan cue case tanpa merubah posisi siaga.

Perlahan, kuambil benda tersebut untuk membereskan dan menyimpan stik play yang masih berada di tanganku, kemudian menyandangkan benda berwarna hitam itu di pundakku. Penjagaan penuh berupa lingkaran mengelilingi kami berdua dilakukan oleh anak buah Chandra. Sementara beberapa anak buah lainnya yang biasa menjaga Benny berada di dekat tangga menuju lantai atas.

Anak buah Togap yang sudah berdiri sedari Faiz ambruk, mulai mengeluarkan berbagai senjata tajam. Meskipun aku sudah menebak akan ada perkelahian, tetapi tak terpikir akan jadi seserius ini. Pantas saja seluruh anak buah Benny diwajibkan untuk ikut menjagaku malam ini.

“Biasanya kami selalu imbang dengan mereka, tapi ... itu juga dengan adanya Benny. Sekarang, cowok gila itu memutuskan untuk tidak datang!” rutuk Chandra.

“Oh ya? Biasanya selalu seri? Coba kamu perhatikan orang-orangnya Togap itu, ada orang baru, kah?” ucapku sembari memperhatikan rekan lapis pertama yang terlibat perkelahian di dekat tangga. Sementara itu, anak buah Togap yang berada di sekitar lingkaran penjagaan kami, masih belum beranjak dari posisi mereka. Jika selama ini mereka imbang, tentunya aku tak perlu khawatir … toh, Benny dengan mudah kutumbangkan kemarin.

“Sepertinya sama aja, nggak ada orang baru.” Lelaki berambut ikal tersebut menggerakkan lengannya hingga membuatku terpaksa berpaling, melihat apa yang terjadi padanya.

“Kalo gitu, nggak usah khawatir. Kita pasti menang!” ucapku yakin sembari mengambil belati yang baru saja disambut rekanku itu dengan tangan kanannya. Seseorang telah melemparkan belati tersebut dengan kecepatan tinggi hingga dengan mudah menembus pertahanan yang melingkari kami.

Kuperhatikan Chandra, dia tengah menghujamkan pandangan pada seorang lelaki yang berdiri agak jauh dari kami--pria yang membuat Faiz tersungkur dalam sekali pukulan tadi--. Sepertinya, Lelaki tinggi berkulit putih itu sudah mengetahui dengan siapa dia harus berkelahi.

“Enggak usah khawatirkan aku. Aku tunggu kamu di mobil,” ucapku datar.

“Aku percaya kamu!” jawab Chandra tegas sembari menggenggamkan kunci mobilnya pada tanganku.

Dengan percaya diri, kulangkahkan kaki keluar dari penjagaan anak buah Chandra. Targetku hanya satu, keluar dari tempat yang minim cahaya ini, dan menghirup udara malam yang menyejukkan di luar sana. Sebilah belati di tanganku rasanya sudah cukup untuk menjadi bekal mempertahankan diri.

“Hati-hati.” Kurasakan tangan lebar lelaki itu menepuk pundakku sekilas sebelum lingkaran penjagaan kami terbuka.


Source

“Kamu lama sekali.” Aku tersenyum tipis menyambut Chandra yang baru saja memasuki mobil. Beberapa rekan lainnya terlihat menuju ke kendaraan masing-masing dalam keadaan yang tidak terlalu buruk.

“Kamu enak, tinggal keluar aja. Aku kan nggak bisa begitu, harus didudukkan baik-baik kemenangan ini agar mereka tahu diri dan tidak lagi berada di tempat ini.” Tangannya mengacak-acak rambutku yang memang sudah berantakan sedari tadi.

“Tanganmu luka.” Kusentuh tangan kanannya yang berlumuran darah akibat sebuah robekan yang cukup panjang.

“Biasa. Paling besok juga sembuh. Sepertinya kamu juga luka.” Tangan yang tadi berada di atas kepalaku itu turun perlahan hingga ke telinga. Aku memang merasa sedikit nyeri di sana. Ternyata ada luka kecil akibat keliru memperhitungkan panjang samurai anak buah Togap yang harus kuhadapi saat menuju keluar ruangan tadi.

“Aku nggak apa-apa, kok.” Kuturunkan tangannya dengan segera saat merasakan sesuatu yang berbeda.

Apa itu barusan? Kenapa aku tiba-tiba merasa tidak nyaman?

***

Adakah yang penasaran sama cerita-cerita sebelumnya? Mampir sebentar ke sini, yuk!
Prolog

BAB 1 Hidup yang Kuperjuangkan dan Lanjutannya

BAB 2 Perjamuan dan Lanjutannya

BAB 3 Teman Lama dan Lanjutannya

BAB 4 Ingin Tahu dan Lanjutannya

BAB 5 Bersamanya dan Lanjutannya

BAB 6 Kau Pikir Aku Siapa? dan Lanjutannya

BAB 7 Get Ready dan Lanjutannya

BAB 8 Break Shot dan Lanjutannya

BAB 9 Let's Play dan Lanjutannya

BAB 10 Tentang Dia (yang Tak Bisa Bersama Lagi) dan Lanjutannya

BAB 11 Triple Ace? dan Lanjutannya dan Lanjutannya

BAB 12 (Masih) Tentang Dia dan Lanjutannya

BAB 13 Real Match dan Lanjutannya dan Lanjutannya


Posted from my blog with SteemPress : https://endanghadiyanti.com/2018/10/24/ayana-part-30-dunia-baru/

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 57567.29
ETH 2568.29
USDT 1.00
SBD 2.50