[2021:47] THE DIARY GAME – 13 MARET 2021 : KULIHAT LAMBAIAN SINDORO DARI PUNCAK SIKUNIR

in Indonesia3 years ago

Menuju dan dituju. Kita menyerah pada waktu. Semua takluk di kaki sang waktu.



Ini adalah tulisan ke empat dalam rangkaian tulisan seri perjalanku pertengahan Maret 2021. Kalian bisa membaca tulisan pertama di sini, bagian ke dua di sini, dan bagian ke tiganya ada di sini. Tapi hanya jika kalian peduli.

Kita mengenang momennya, bukan harinya.

Sabtu, 13 Maret 2021.


Hari ini kami mulai dengan sedikit lebih awal. Jam 03:03 pagi aku sudah bangun dan mencuci muka. Udaranya dingin sekali, sebelum tidur malam tadi aku sempat mengecek suhu dengan termometer digital dan menemukan angka 11 derajat Celcius. Ketika pada tengah malam aku terjaga dengan kebutuhan untuk ke kamar mandi dan kakiku menyentuh langsung lantai sebelum sempat aku meraih sendal jepit, aku merasa seolah menginjak bongkahan es. Hampir saja aku menjerit tapi aku sempat menguasai diriku. Lalu aku memakai sendal dan mematung di sana sejenak. Menikmati kegelapan kamar dengan cahaya remang dari luar, di ketinggian lebih dari 2000 meter di atas permukaan laut ini, dan kabut tipis yang menerobos sela-sela pintu dan jendela. Dan hujan demikian deras di luar sana. Perasaan aneh yang magis menjalariku beberapa saat. Ini adalah tempat paling tinggi yang sudah kucapai sepanjang hidupku sampai saat ini, tapi nanti pagi aku akan memecahkan rekor ini.


Aku berharap hujan deras dalam dua jam ke depan dan setelahnya semoga reda.


Pukul 03:20 aku turun, dan teman-temanku ternyata sudah semua di sana menungguku di dekat tempat parkiran mobil. Kami berencana untuk menanti matahari terbit dari balik Gunung Sindoro. Dan itu artinya kami perlu mendaki Bukit Sikunir. Aku berkata kepada teman-temanku, “Jadi sebenarnya Tuhan menciptakan Sikunir agar kita bisa leluasa menikmati keindahan Sindoro dari kejauhan?”


“Begitu juga dengan orang yang mendaki Sindoro, berpeluang menikmati kecantikan Sikunir dari kejauhan,” balas seorang temanku. Tapi aku merasa, karena Sindoro lebih tinggi dari Sikunir, itu menjadi tidak relevan, tapi itu bukan sesuatu yang penting untuk didebatkan.


Doaku tadi malam tidak terkabulkan. Hujan tidak mereda. “Bagaimana?” Tanya seorang teman, “Kita jalan?”


“Jika hujan terus sampai ke pagi,” jawab temanku yang lain, “kita tidak bisa juga menikmati matahari terbit.” Yang diiyakan oleh kami semua.


Akhirnya kami memutuskan untuk pergi saja dulu ke semacam base camp tempat orang-orang bertahan sebelum mendaki Sikunir. Kita berencana untuk bertahan di sana, dan jika keadaan memungkinkan nantinya kita akan mendaki Sikunir sebelum fajar. Namun sepanjang jalan begitu gelap dengan halimun yang tebal, akhirnya hanya setengah jalan kami memutuskan untuk kembali ke penginapan. Kita tidak berani mengambil resiko dengan gelapnya jalanan dan jurang di kiri atau kanan jalan.


Sesampai di kamar aku menyetel ulang alarm ke pukul 06:17. “Kita akan bergerak, pada pukul tujuh.” Begitu kalimat yang kami sepakati. Kami sudah merelakan bahwa kemunculan matahari pagi dari balik Sindoro bukanlah rejeki kami dalam perjalanan kali ini. Tidak mengapa, gumamku.


Pukul 07:23, setelah sarapan beberapa potong roti dan segelas teh melati tawar yang kami buat sendiri dari meja bekal yang disediakan pengurus penginapan, kami pun melompat ke dalam mobil dengan hati gembira, hujan telah berhenti total, dan langit terlihat cerah. Setidaknya kita bisa berharap pagi ini berpihak pada kita, pikirku. Seolah tahu apa yang kupikirkan, temanku berkata, “Semoga saja cuaca akan tetap begini. Aku sudah tiga kali mendaki Sikunir tapi tidak pernah dapat melihat puncak Sindoro. Aku selalu sampai saat kabut begitu tebalnya sepanjang hari, atau kadang kala, hujan deras yang tanpa henti.”

Menuju Sikunir.

Pukul 07:37 kami tiba di depan gerbang desa Sembungan. Di atas gerbang desa tertulis klaim bahwa desa ini adalah desa tertinggi di pulau Jawa. Untuk masuk ke sini setiap orang dikenakan tiket sebesar lima belas ribu rupiah. Tujuh menit kemudian kami sudah memasuki areal parkir. Ini adalah jarak terjauh yang bisa dijangkau oleh kendaraan bermesin. Kami perlu membayar sepuluh ribu untuk menitipkan mobil di sana.

sssssssssssssssssss.

Pukul 07:53 kami sudah mulai mendaki Bukit Sikunir. Di kaki bukit, di kiri kanan jalan berdiri toko-toko makanan dan souvenir. Dan yang menarik perhatianku adalah pohon-pohon seperti pepaya tetapi pendek-pendek dan buahnya kecil-kecil. Tumbuhan khas Dieng itu bernama rica-rica. Buahnya dibikin manisan dan dijual sebagai makanan oleh-oleh. Saat kami mendaki, kami berpapasan dengan banyak orang yang sedang turun. Mungkin mereka beruntung melihat matahari terbit tadi. Jalur pendakian dibuat dari batu-batu alam yang disusun menyerupai anak-anak tangga.


Setelah mendaki selama lebih kurang dua puluh lima menit, kami tiba di sebuah titik pengamatan Gunung Sindoro. Dari tempat ini, di bawah langit yang bersih, Sindoro saat itu terlihat jelas, dengan puncak yang menembus awan.

Indah.

Begitu banyak objek, begitu minim waktu.

Aku menikmati berada di atas Sikunir. Aku menemukan seolah seperti di Kota Tua, setiap sudut bukit ini merayu untuk difoto. Aku sendiri memang memiliki ketertarikan untuk memfoto alam dan juga segala jenis tumbuhan khususnya bunga-bungaan. Sebagian waktuku kuhabiskan untuk itu. Teman-temanku harus setia menungguku melakukan hobiku itu. Dalam pada itu, mereka menemukan objek foto baru : aku yang sibuk memfoto hampir apa saja yang tampak.


Pukul 10:06 kami sudah tiba kembali di kaki bukit Sikunir dan memutuskan untuk istirahat sejenak di sebuah warung dan menikmati beberapa jenis makanan. Kami juga memperbaharui bekal kami, setidaknya kami sudah mengantisipasi untuk makan siang nantinya. Pukul 11:01 kami meninggalkan kaki bukit Sikunir setelah bermusyawarah sejenak apakah kami akan ke Kawah Sikidang ataukah kami akan meneruskan perjalanan ke Jogja. Pilihan kedua lebih favorit, meskipun aku sendiri memiliki pemikiran yang berbeda.

Rehat dulu.

Pukul 12:37 kami sudah dalam perjalanan meninggalkan Dieng Plateau. Aku belum puas, sebenarnya. Tapi inilah demokrasi, kalau kamu di pihak yang sedikit ya harus manut. Ngehehe.

Sampai jumpa, Dieng.

Pukul 14:44 kami melewati gapura Kota Magelang. Lalu ide untuk singgah di Borobudur diaminkan oleh kami semua tanpa bantahan apa-apa. Aku belum pernah ke sana, kataku, yang kemudian disambut olok-olok bahwa aku bisa se-tidak-beruntung demikian. Aku tertawa. Tawaku makin besar ketika ternyata yang mengolok-olokku pun sebenarnya belum pernah ke sana. Haha.


Kami tiba di kawasan Candi Borobudur pada tiga puluh enam menit setelah pukul lima belas. Dan itu artinya kami terlambat tiga puluh enam menit untuk bisa masuk ke areal Candi. Lagi-lagi tidak rejeki. Segala rayuan bahwa ini kali pertamaku dan mungkin yang terakhir ke sini pun tidak bisa membuat penjaga di sana mampu melakukan sesuatu. Tidak ada jalan lain selain menerima kenyataan bahwa belum rejeki untuk melihat Candi terkenal itu.

Terlambat 36 menit.

Dari Kota Magelang, praktis kami tidak singgah di manapun lagi. Kurasa bukan hanya aku, teman-temanku juga sudah begitu ingin merebahkan badan sejenak. Hari ini begitu fluktuatif: diawali dengan kekecewaan menikmati matahari terbit, lalu kegembiraan bisa menikmati Sindoro dalam cuaca yang bersahabat, sedikit kecewaku karena tidak bisa lebih lama di Dieng, makin kecewa karena telat setengah jam untuk bisa melihat Borobudur. Kurasa merebahkan badan beberapa menit di atas tempat tidur akan mujarab untuk mengobati kepenatan jiwa raga.

Pedasnya kurang asyeeem, tapi makin kurang asyemnya: sudah pedas, sedap pulak.

Pukul 17:30 kami memasuki gerbang kota Yogyakarta. Kami sepakat untuk makan dulu sebelum ke hotel. Tiga belas menit setelahnya kami singgah di warung makan Lesehan Oseng-Oseng Mercon Bu Narti. Aku sudah curiga bahwa maksud “mercon” di situ adalah bahwa oseng-oseng itu pedas sekali, tetapi aku tidak menyangka bahwa aku selaku pecinta makanan pedas pun harus terkejut ketika makan oseng-oseng itu. Itu PEDAS GILA!


Kami berada di sana sampai pukul 18:08. Beberapa menit kemudian kami sudah dalam perjalanan. Kali ini tidak ada yang menghentikan kami untuk terus ke penginapan. Aku sudah membayangkan berlama-lama di bawah pancuran air hangat. Kami tiba di penginapan pada pukul 18:36. Oh, aku belum bisa melupakan pesona Dataran Tinggi Dieng. Aku telah sekian lama memendam keinginan untuk mendaki sebuah gunung. Dan aku menerima pendakian Bukit Sikunir kemarin mungkin sebagai sebuah awal. Dan Sindoro seolah menyemangatiku dalam suatu cara tertentu.


Ketika pada awal malam itu aku menempatkan diriku di bawah pancuran air hangat, aku masih terus membayangkan Dieng, Sikunir, pemandangan ke Sindoro.


Demikian ceritaku tentang bagaimana hariku berlalu pada hari Sabtu tanggal 13 Maret kemarin. Mungkin besok aku akan menuliskan kelanjutan perjalanan ini. Terimakasih kepada teman-teman yang telah singgah.

Terimakasih Telah Singgah. STEEM ON!

5 Tulisan Terkait (Kata Kunci : #thediarygame, #betterlife)

ThumbnailTitleDate
[2021:44] THE DIARY GAME – 12 MARET 2021 : PERJALANAN KE DIENG PLATEAU20210317
THE DIARY GAME – 11 MARET 2021 : SEMARANG YANG MENAWAN20210316
THE DIARY GAME – 10 MARET 2021 : HARI TERAKHIR KERJA SEBELUM LIBURAN20210315
[2021:38] BETTERLIFE THEDIARYGAME SEASON 3: HARI MINGGU (07/03) DI TANAH ABANG JAKARTA20210309
[2021:37] BETTERLIFE THEDIARYGAME SEASON 3: DARI BANTEN KE JAKARTA VIA KOMUTER20210307

5 Postingan Terakhir

ThumbnailTitleDate
[2021:46] GREETINGS TO ALL STEEM PASSIONERS AND PHOTOS FROM A MARKET FROM MY AREA20210319
[2021:45] TENTANG SEORANG LELAKI TUA PENJAGA TIMBANGAN BADAN DI KOTA TUA SEMARANG20210318
[2021:44] THE DIARY GAME – 12 MARET 2021 : PERJALANAN KE DIENG PLATEAU20210317
THE DIARY GAME – 11 MARET 2021 : SEMARANG YANG MENAWAN20210316
THE DIARY GAME – 10 MARET 2021 : HARI TERAKHIR KERJA SEBELUM LIBURAN20210315

Thanks for stopping by.

Sort:  

Postingan ini telah dihargai oleh @steemcurator08 dengan dukungan dari Proyek Kurasi Komunitas Steem.

Ikuti @steemitblog untuk mendapatkan info tentang Steemit dan kontes.

Anroja

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 65046.03
ETH 3451.46
USDT 1.00
SBD 2.55