[2021:43] THE DIARY GAME – 11 MARET 2021 : SEMARANG YANG MENAWAN

in Steem SEA3 years ago (edited)

The Journey Goes On.



Kalian bisa membaca tulisan sebelumya di sini. Tapi hanya jika kalian peduli.

Jaman udah canggih, Beroo!!

Pukul 06:03 pagi kami sudah berada di KM 330 jalan toll Palikanci. Aku merasa beruntung bahwa kami berada di saat yang tepat ketika matahari mulai muncul di arah timur, arah yang kami tuju. Ada suatu rasa tersendiri menyaksikan bagaimana gelap perlahan ditelan oleh cahaya. Kami telah berada di jalan toll ini sejak pukul 21:24 malam tadi. Teman-temanku datang menjemputku di Stasiun Tanah Abang pada pukul 19:38. Lalu lima belas menit kemudian kami sudah berada di sebuah rumah makan Padang. Selanjutnya kami langsung menuju jalan toll yang akan mengantarkan kami dalam perjalanan kali ini.

Selamat pagi, Matahari.

Pukul 08:17 menit kami sudah berada di kota Semarang. Dalam perjalanan kami melewati gapura Universitas Diponegoro (Undip). Di depan gapura, berdiri dengan gagah patung Pangeran Diponegoro sedang menunggang kuda putih yang mengangkat kedua belah kakinya seperti sikap siap sedia dan penuh energi. Aku berpikir, mungkin semangat Pangerang Diponegoro dan kuda tunggangannya yang setia pada cita-cita luhur dan bersedia mengambil tindakan-tindakan yang perlu tanpa rasa ragu adalah semangat yang coba ditanamkan di hati tiap orang yang hidup di lingkungan ini, khususnya masyarakat kampusnya.

Semangat Sang Pangeran dan kuda perangnya.

Kami memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat sejenak areal kampus ini. Kampus Undip sangat asri, terletak di dalam lingkungan yang masih penuh dengan pepohonan. Dalam kawasan berhutan begitulah bangunan-bangunan kampus berdiri. Mereka malah memiliki pusat pelayanan kesehatan semacam rumah sakit sendiri yang kata temanku memprioritaskan para pelajar di situ tetapi juga melayani masyarakat umum yang memerlukan bantuan medis.


Pukul 08:56 kami memutuskan untuk berhenti di depan sebuah warung makanan di dalam lingkungan kampus Undip. “Kamu harus coba Soto Ayam khas Semarang,” kata seorang kawanku tanpa bertanya apakah aku sudah pernah menikmatinya sebelum ini. Ya, aku belum pernah makan Soto Ayam khas Semarang sebelum ini. Kawanku yang lain berkata pelan, “Di lingkungan kampus, makanannya pasti murah. Setidaknya lebih murah jika dibandingkan dengan tempat lain.” Bagus, pikirku. Itu tentu sangat membantu para pelajar yang sebagian dari mereka pastilah berasal dari luar Semarang.

Murah. Dan nikmat.

Setelah makan kami kemudian menuju ke salah satu landmark-nya kota Semarang, yakni Lawang Sewu. Kata temanku, kalau ke Semarang tapi tidak mengunjungi Lawang Sewu, itu sebuah kesia-siaan. Okelah, kamu yang kenal Semarang, kataku dalam hati saat itu. Lawang Sewu adalah bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti “Pintu Seribu”. Tetapi gedung kantor kereta api peninggalan penjajah Belanda ini tidak benar-benar memiliki seribu pintu, di sana hanya ada sekitar 400an pintu saja. Pada awalnya, di masa kolonialisme Belanda, gedung ini bernama Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij atau kalau dibahasa-Indonesiakan menjadi “Jawatan Kereta Api Hindia Belanda”. Untuk masuk, setiap orang harus membayar tarif sebesar sepuluh ribu rupiah dan melalui protokol kesehatan termasuk pemeriksaan suhu tubuh. Kami sampai di Kompleks Lawang Sewu pada pukul 10:21.


Lawang Sewu terletak di kawasan Simpang Lima, bersebarangan jalan dengan gedung Pemerintah Kota Semarang. Lawang Sewu pernah mendapat citra sebagai tempat yang angker bahkan pernah menjadi okasi pengambilan gambar filem horor. Tapi sepertinya saat ini citra itu sudah berubah. Bangunan ini sekarang berfungsi sebagai museum yang menyimpan banyak barang peninggalan Jawatan Kereta Api Hindia Belanda, seperti mesin pencetak tiket, mesin telepon, dan sebagainya. Ada juga satu ruangan yang menyimpan replika mini dari berbagai model kereta api yang pernah beroperasi di jaman itu. Semua barang-barang itu dipajang di dalam kotak kaca untuk melindunginya dari pengaruh cuaca dan tangan jahil pengunjung.

Alat hitung Odhner. Buatan Swedia. Alat penghitung yang digunakan oleh bendahara stasiun atau unit kas besar kantor Kereta Api. Salah satu koleksi gedung Lawang Sewu.

Ada banyak pengunjung di Lawang Sewu pada saat kami datang. Bisa dibilang semua orang sibuk mengambil foto di berbagai sudut. Menurutku setiap sudut dari kompleks Lawang Sewu ini memang menarik untuk diabadikan.


Di tengah-tengah kompleks di tempat terbuka berlantai paving blok, terdapat sebuah pohon besar yang rindang. Di sekitaran pohon tersebut terdapat kursi-kursi dan meja-meja untuk beristirahat. Di sana ada beberapa orang fotografer dengan kamera DSLR yang siap sedia jika jasa profesional mereka dibutuhkan oleh pengunjung, tetapi kurasa sat ini setiap orang adalah fotografer berbekal telepon pintar.


Di bawah pohon rindang tersebut juga ada sekelompok pemusik terdiri dari empat orang pemain alat musik dan seorang biduanita. Mereka membawakan lagu-lagu populer berbagai genre dari era sembilan puluhan dengan diberi nuansa keroncong. Sebuah kendi diletakkan tidak jauh dari tempat mereka bermusik, pengunjung yang merasa terhibur bisa memasukkan uang ke dalam kendi tersebut. Mereka juga melayani jika seseorang ingin bernyanyi, atau meminta untuk dinyanyikan sebuah lagu.

Aku memesan lagu lama, Kopi Dangduth. Asik juga dengan nuansa keroncong.

Bersebelahan dengan grup musisi tersebut, ada gerai makanan. Di sanalah kami menjamu selera pada siang itu. Kami berada di kompleks Lawang Sewu sampai pukul 12:24. Artinya kurang lebih dua jam kami berada di sana. Aku sangat menikmati mengunjungi tempat-tempat bersejarah seperti ini. Aku teringat Kota Banda Aceh. Dahulu di sana juga ada tidak sedikit bangunan peninggalan sejarah termasuk dari masa kolonial, yang sayangnya, menurutku, tidak terjaga dengan layak, dan bahkan sekarang telang hilang satu per satu.


Pukul 12:54 kami telah sampai di lobi hotel untuk melakukan check-in. Sebenarnya kami semua butuh istirahat setelah perjalanan pada malam sebelumnya. Aku membayangkan bantal yang nyaman sejak kami melangkahkan kami ke lobi hotel. Aku memesan kamar tersendiri. Aku lebih nyaman demikian daripada berbagi kamar. Saat ini seperti ada perang harga kamar dari berbagai aplikasi penyedia jasa akomodasi kamar penginapan. Kamar-kamar yang pada umumnya berharga 400an ribu rupiah per sekali inap bisa ditawarkan dengan berbagai potongan harga hingga pelanggan bisa membayar hanya setengahnya saja. Mungkin ini ada hubungannya dengan pandemi yang sedang melanda.

Rindu bantal.

Pukul 17:30 aku telah bangun, mandi dan berpakaian. Sesuai rencana kita akan mencari makan malam sebelum pukul 18:00. Kawanku berjanji akan membawa kami menikmati makanan terkenal di Kota Semarang tetapi dia menolak memberitahu lebih jauh. “Nanti saja setelah sampai di sana kamu akan tahu. Dan semoga kita bisa dapat tempat duduk tanpa harus mengantri.”


Pukul 18:08 kami tiba di warung makan Nasi Gandul Pak Memet. Benar kata kawanku, warung makan pinggir jalan ini penuh pelanggan. Kami harus menunggu sebelum mendapatkan meja. Aku penasaran. Tapi tak lama kemudian aku merasa tahu kenapa. Nasi Gandul Pak Memet ini memang nikmat. Tak heran orang mengantri untuk mendapatkan jatah mereka masing-masing. Selain enak, harganya pun murah. Nasi dan kuah untuk satu porsi dihargai tujuh ribu rupiah. Dan untuk lauknya, segalam macam olahan daging hanya sepuluh ribu rupiah per porsi. Minuman paling mahal pun hanya lima ribu rupiah, yaitu jeruk peras.

Rindu bantal.

“Malam masih panjang,” kata temanku setelah kami membereskan urusan dengan yang punya warung.


Demikian ceritaku tentang bagaimana hariku berlalu pada hari Kamis tanggal 11 Maret kemarin. Mungkin besok aku akan menuliskan kelanjutan perjalanan ini. Terimakasih kepada teman-teman yang telah singgah.

Terimakasih Telah Singgah. STEEM ON!


Thanks for stopping by.

Sort:  

Semarang asik juga tongkrongannya ternyata...
Penasaran sama nasi gandul pak Memet 😀

 3 years ago 

Iya 😁

 3 years ago 

IMG_20201008_202623.jpg


SELAMAT

Postingan anda telah mendapat kurasi secara manual dari akun komunitas @steemseacurator.
Terimakasih telah berpartisipasi dalam komunitas Steem SEA

Kami akan sangat berterimakasih jika anda bersedia mendelegasikan Steem Power (SP) anda untuk kemajuan komunitas Steem SEA ini

Salam hangat
Anroja

Link pintas untuk delegasi:
100SP 200SP 500SP 750SP
1000SP 1500SP 2000SP 2500SP 3000SP

 3 years ago 

Terimakasih kawan-kawan. Tanpa kawan, kita meukuwin. 🙄

 3 years ago (edited)

Kami memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat sejenak areal kampus ini. Kampus Undip sangat asri, terletak di dalam lingkungan yang masih penuh dengan pepohonan

Ini kampus baru bang, dulunya si Semarang bawah, baru sekitar tahun 2007 kampus pindah ke Tembalang, itu pun saat itu hanya sebagian.
Foto dengan patung kuda tersebut kalau tidak salah di Ngesrep ya bang?

Aih, ke Lawang Sewu saat siang, mana dapet suasana angkernya..🤦

Aku kangen burjo bang kalau ke Semarang..

 3 years ago 

Ya. Ada ditawari burjo sama kawan tapi ngga sempat coba. 😂 Ini yg komen siapa sih, steemseacurator itu Bang Ketum ya ... 🙄

 3 years ago 

Kebetulan iya..😋

 3 years ago 

Onde mande tusde wednesde ..

 3 years ago 

Postingan ini telah dihargai oleh @steemcurator08 dengan dukungan dari Proyek Kurasi Komunitas Steem.

Ikuti @steemitblog untuk mendapatkan info tentang Steemit dan kontes.

Anroja

 3 years ago 

terimakasih,, ini adalah inisiatif yang sangat membantu steemian ...

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.13
JST 0.030
BTC 64867.61
ETH 3451.61
USDT 1.00
SBD 2.55