[2021:11] MY FAVORITE WRITER : Entry For Contest By @writingnreviews | bilingual: English and Bahasa Indonesia

in Writing & Reviews4 years ago (edited)
NOTE : This article is made in bilingual, please see below for Indonesian Language version. Thanks to @writingnreviews, @belenguerra, & @fendit for organizing a writing contest entitled “Your Favorite Writer” and making it happen, and also thanks to @steemcurator01 to support the contest. Anyone who is interested please see this post by @writingnreviews. ATTENTION: The contest ends on January 27th, 23.59 Argentina time.
Tulisan ini dibuat dalam dua bahasa, edisi bahasa Indonesia ada di bagian bawah. Jika tertarik untuk mengikuti kontes ini silahkan buka tautan ini. Kontes ini diadakan oleh @writingnreviews, @belenguerra, & @fendit, dengan dukungan dari @steemcurator01. PERHATIAN : Kontes akan berakhir pada tanggal 27 Januari besok jam 23.59 waktu Argentina.

English Section


source: pixabay

Reading is amongst my hobbies, especially about philosophy, history, technology, biographies of figures. Other than that I also enjoy good fictions, the genres I love most are adventure and mystery.


There are some authors I felt for. I love reading books from international best sellers like Dan Brown, Agatha Christie the Queen of Mystery, and Sydney Sheldon. From Indonesia, I can name Arafat Nur and Musmarwan Abdullah amongst them. They are all unique with their own style in writing and of course the topic of their stories. But this time I will write about Arafat Nur.

Arafat Nur self portrait as seen on https://id.wikipedia.org/wiki/Arafat_Nur

I personally know Arafat Nur. I came to know him on 2012. Since then I have met him several time in Lhokseumawe City, Aceh. Nur found his interest in writing when he was in high school. He has sent several writings wich were rejected by the newspaper agency in which later day he works for. He kept on sending them his writings until one day one of his writings made it to the literature page of the newspaper. Then began the next level of his journey in writing.


I got to know about him the very first time from an article in a newspaper. That was a review about a novel entitled Lampuki. Novel review is one of my favorite topics to read, by doing so I get to know what to expect from a novel before I spend some money to collect it. The review highly appreciated the novel so I went to obtain a copy at the first chance I got. I suddenly felt in love with the novel. The novel was very impressive I think. I found new experience in reading fiction when I read Lampuki. I was so satisfied.


There is a page on Wikipedia Indonesia dedicated to Arafat Nur. He was born 46 years ago in Lubuk Pakam North Sumatera, on 22nd December, 1974. Apart from novels, Arafat Nur also write poems and short stories. He was also a journalist for Waspada newspaper agency as a correspondent in Aceh. Waspada is headquartered in Medan, North Sumatera.

Lampuki, the book that introduced Arafat Nur to me.
So far, Arafat has written no less than 12 novels, other than short stories and poems. Amongst his novels that I have read are Lampuki (published by Serambi, 2011), Burung Terbang Di Kelam Malam (Bentang, 2014), Tempat Paling Sunyi (Gramedia, 2015). Percikan Darah di Bunga which was published earlier by Zikrul Hakim on 2005, has been reprinted and republished by Basabasi on 2017. Tempat Paling Sunyi is my favorit of all Arafat’s novels so far. Too bad, I cannot post pictures of his books in my collection because I left it in Aceh when I moved to Java following my work relocation.

My favorite of Arafat's works.

One of his books, “Lolong Anjing di Bulan” was published in 2018 and has been translated to English and titled “Blood Moon Over Aceh”. Like Lampuki and Tempat Paling Sunyi, this novel also tells story with the set of time when war was still waged in Aceh between Indonesian army and independence fighter of Aceh, long before the 2004 Helsinki Memorandum of Understanding. This novel is marketed in Canada and USA.


Another great work of Arafat's.

The most interesting thing about Arafat’s stories is that they displayed social reality so well enough that Acehnese people (and non Acehnese ethnical people which live in Aceh) could easily find themselves inside Arafat stories while at the same time non Aceh resident could easily draw some pictures about Aceh and what this area and it’s people have gone through in the years of the war between independent fighters and Indonesia government in the past. Arafat used the characters in his story to state his social criticism, not only about war but also about many other aspects of life he found everyday. The stories were mostly sad and gloomy – just like reality -, and Arafat used it brilliantly to communicate his ideals.


Arafat Nur was a very nice person to talk to. He also did not hesitate to talk about the creative process of creating his novels. In an accidental meeting at a coffee shop on the outskirts of Lhokseumawe several years ago, he talked a lot about the research he did when he was creating Lampuki back years before, and he told me that he was on another research for his upcoming novel.


Arafat Nur was also a teacher at Sekolah Menulis dan Kajian Media (SMKM / The School of Writing and Media Studies). SMKM was managed by several academics from the University of Malikussaleh of Lhokseumawe, along with some another professional from various backgrounds, like litterateurs, journalists, television camera persons, photographers, motivators. One of Arafat Nur's sentences that have stuck in my memory until now - related to writing activities-, was “Great writers have the ability to communicate heavy topics in a simple language so that it is easy for the reader to digest.”


Last thing I heard about him is that he is now an editor for a major book publisher in Jakarta, and that he is now living in Java island. By the way, Arafat Nur is also on Steemit under username @arafatnur.

Thanks For Reading

Bahasa Indonesia


Aku suka membaca beberapa tema. Termasuk di dalamnya adalah tulisan-tulisan filsafat, sejarah, ulasan teknologi, biografi tokoh-tokoh yang menginspirasi. Selain itu aku juga sangat menggemari fiksi, utamanya dari genre petualangan dan misteri.

Gambar diri Arafat Nur sebagaimana terlihat di https://id.wikipedia.org/wiki/Arafat_Nur
Ada beberapa penulis fiksi yang menarik perhatianku, sebut saja nama-nama seperti Dan Brown, Agatha Christie, dan Sydney Sheldon. Ada juga penulis-penulis dari dalam negeri seperti Arafat Nur dan Musmarwan Abdullah. Aku menyukai mereka dengan keunikan gaya penulisan dan topik cerita mereka masing-masing. Tapi kalau aku diminta menulis tentang salah satu dari mereka, aku akan menulis tentang Arafat Nur saja.

Saya mengenal beliau secara personal. Saya dan beliau pernah beberapa kali berjumpa di Lhokseumawe. Arafat Nur mengaku telah tertarik menulis sejak masih di bangku sekolah. Dan perjalanan kepenulisannya tidaklah mulus, tulisannya pernah beberapa kali ditolak oleh surat kabar-surat kabar. Tapi hal itu tidak mematahkan semangatnya. Justru makin mengasah kepiawaiannya menulis.


Lampuki, buku pertama Arafat Nur yang saya baca.

Saya mengenal beliau pertama sekali melalui artikel di sebuah surat kabar yang mengulas sebuah novel berjudul LAMPUKI. Saya memang suka membaca review novel, dengan cara itu saya sering mendapat novel-novel berkualitas, saduran maupun yang berbahasa asli Indonesia. LAMPUKI mendapat apresiasi yang hebat dalam ulasan itu sehingga saya pada kesempatan pertama segera mencari novel tersebut, dan saya mendapatkannya di Banda Aceh pada saat itu. Saya bahkan telah menulis sebuah artikel tentang LAMPUKI di dalam blog saya setelah membaca buku itu. Sangat mengesankan. Pengalaman membaca saya menjadi terbarukan setelah membaca novel LAMPUKI.


Arafat Nur sekarang telah memiliki halaman di Wikipedia berbahasa Indonesia di sini. Dia lahir di Lubuk Pakam Sumatera Utara, pada tanggal 22 Desember 1974. Selain menulis novel, Arafat juga menulis puisi dan cerita-cerita pendek. Profesinya sebagai wartawan koresponden Aceh untuk surat kabar Waspada aku rasa juga sangat menyumbang kepada kreatifitasnya menulis.


Sampai saat ini, tidak kurang dari 12 novel telah ditulisnya, selain beberapa cerpen dan puisi. Beberapa judul novelnya yang telah aku baca adalah : Lampuki (Serambi, 2011), Burung Terbang Di Kelam Malam (Bentang, 2014), Tempat Paling Sunyi (Gramedia, 2015). Novel berjudul Percikan Darah di Bunga yang pertama kali diterbitkan oleh Zikrul Hakim pada tahun 2005, telah dicetak ulang dan diterbitkan oleh Basabasi pada tahun 2017. Dan bukunya yang menjadi favoritku sampai saat ini adalah Tempat Paling Sunyi. Sayang sekali aku tidak bisa mengunggah foto buku-bukunya yang menjadi koleksiku karena buku-buku itu tertinggal di Aceh saat aku pindah ke Jawa mengikuti kepindahan kerjaku.

Tulisan Arafat yang menjadi favorit saya.

Salah satu bukunya “Lolong Anjing di Bulan” yang diluncurkan pada tahun 2018 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Blood Moon Over Aceh” dan diperkenalkan kepada masyarakat Amerika Serikat dan Kanada. Seperti Lampuki dan Tempat Paling Sunyi, Lolong Anjing di Bulan juga berlatar belakang perang pemerintah Indonesia menumpas perlawanan pejuang kemerdekaan Aceh, sebelum MoU Helsinki tahun 2004 itu.


Buku lain dari Arafat yang juga tidak kalah menarik.

Yang paling menarik dari tulisan-tulisan Arafat Nur adalah realita sosial -khususnya Aceh- yang ditayangkannya dengan caranya sendiri ke dalam novel-novelnya, sehingga kita –khususnya orang Aceh- seperti bisa menemukan diri kita sendiri di dalam tulisan-tulisannya. Arafat menggunakan tokoh-tokohnya untuk mengemukakan perasaan dan uneg-uneg serta kritikannya tentang apa yang berlaku di masyarakat. Tulisannya memang kerap kali muram, tapi hidup memang tidak jauh dari itu, namun Arafat mengabarkan kemuraman dengan cara kasar yang mendekati –kalau aku boleh bebas bicara- kurang ajar. Dalam artian pemberontakannya terhadap realita sebebas mungkin dia upayakan jalannya di dalam kalimat-kalimatnya.


Arafat Nur adalah seorang teman bicara yang asyik sekali. Dan dia juga tidak sungkan-sungkan bercerita tentang proses kreatif penciptaan novel-novelnya. Dalam sebuah pertemuan tidak disengaja di sebuah kedai kopi di pinggiran kota Lhokseumawe beberapa tahun lalu, dia bercerita banyak tentang riset yang dilakukannya saat menciptakan Lampuki. Dia juga berkata bahwa saat itu dia sedang melakukan riset untuk novelnya selanjutnya.


Arafat Nur juga pernah menjadi salah satu pemateri di Sekolah Menulis dan Kajian Media (SMKM) yang dikelola oleh beberapa akademisi dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, selain juga beberapa profesional lain dari beragam latar belakang, termasuk sastrawan, wartawan, cameramen televisi, juru foto, motivator. Salah satu kalimat Arafat Nur yang melekat terus dalam ingatanku sampai saat ini –terkait kegiatan menulis- adalah, kira-kira, “Penulis hebat dapat membawa suatu topik yang berat ke dalam bahasa yang sederhana sehingga mudah dicerna pembaca.”


Kabar terakhir kudengar tentang Arafat Nur adalah bahwa beliau telah menjadi editor di penerbit Gramedia dan telah menetap di pulau Jawa. Arafat Nur memiliki akun Steemit di bawah nama pengguna @arafatnur.

Terimakasih Telah Membaxa


Rujukan dan Saran Bacaan

Tulisan Terkait (Terbaru Paling Atas)

5 Tulisan Terakhir (Terbaru Paling Atas)


Orang Indonesia

Terimakasih.

Sort:  

It is now shared to twitter:

Click On The Image To Go To My Twitter Status.

 4 years ago 

Thank you very much, my friend! And thanks for witting in both languages!

Thank you very much,
My friend! And thanks for witting
In both languages!

                 - belenguerra


I'm a bot. I detect haiku.

No problem. (y)

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.14
JST 0.028
BTC 59401.87
ETH 2615.39
USDT 1.00
SBD 2.40