[2021:06] JADI MAU GIMANA DONK?

in Motivation Story4 years ago (edited)

CATATAN : Aku rasa ini masih BUKAN tulisan motivasi.


Dari Tamsilan Roda Ke Adu Pandai : Bukan Tragedi

Take Control of Your Life.

Perumpamaan lama telah mengibaratkan hidup bagaikan roda. Kita semua menyadari maksudnya adalah bahwa hidup memiliki naik turun ibarat roda yang bergerak (kalau ban serap ya hanya menunggu waktu, hehe). Pergerakan roda menamsilkan kehidupan. Dengan pergerakannya, setiap titik dari roda akan mengalami naik turun dan perpindahan posisi. Di sana tamsilannya tentang kehidupan menemukan kebijaksanaannya : hidup tidak pernah datar-datar saja (terasa bagai iklan kentang goreng jaman dulu di televisi, ya?).


Setiap orang menjalani peran dan “perang”nya masing-masing. Tidak terkecuali aku dan kamu, teman. Ada kalanya kita bergembira, karena mendapat sesuatu anugerah atau karena hal lainnya. Ada waktunya kita bersedih karena hal-hal yang di luar ekspektasi kita. Demikian lah adanya hidup. Tidak sedikit hal yang tak pernah benar-benar berada di dalam kendali kita.


“Hidup,” seorang teman pernah berkata kepadaku suatu ketika dulu, “bagi pemikir, adalah lelucon. Dan bagi pemuram, hidup adalah tragedi.” Kata-katanya itu hampir mirip dengan kata-kata dari Solomon Naumovich Rabinovich1 (penulis, lebih dikenal dengan nama pena-nya Sholem Aleichem). Sholem pernah menulis dalam salah satu karyanya, “Hidup adalah mimpi bagi mereka yang bijaksana, permainan bagi mereka yang bodoh, komedi bagi mereka yang kaya, dan tragedi bagi mereka yang miskin.”


Aku tidak ingin membandingkan siapa di antara kedua orang itu, temanku kah atau penulis itu, yang telah mengatakan sesuatu yang lebih brilian. Mereka brilian dan benar dalam apa yang mereka masing-masing ucapkan. Temanku menjadikan sifat dan sikap sebagai diskursus utama, sementara Sholem memandang keadaan sebagai sesuatu yang memicu keadaan lain. Temanku filosofis, Sholem realis. Keduanya berbicara dalam kondisi berbeda.


Setiap orang tentu bisa menterminasikan hidup berdasarkan apa yang telah dialaminya. Di sini, kebenaran menjadi bukan sesuatu yang benar-benar absolut lagi, tapi ia menjadi cenderung relatif. Kesimpulan yang bisa kubuat sampai saat sekarang adalah, bahwa hidup bisa dipandang dengan cara yang kita mau. Dan itu tergantung bagaimana kecenderungan kita.

Memilih Sikap = Dipilih Hidup (?)

Ada kalanya kupikir perlu juga bagi kita menanyakan pada diri sendiri, mau jadi seperti pemuram ataukah pemikir yang ada di dalam teori temanku itu? Banyak hal memang berada di luar kendali kita, tapi tidak sedikit juga hal yang berada di dalam kendali kita untuk kita menentukannya. Menjadi bodoh, kaya, atau miskin seperti dalam teori Sholem, mungkin tidak terhindarkan. Kita tidak bisa meminta untuk terlahir sebagai anak siapa, di mana, dalam keadaan bagaimana. Kita tidak bisa memaksakan keberuntungan berpihak pada kita sebagaimana tidak bisa kita menolak kesialan jika memang dia sudah berada di jalan kita. Tetapi menjadi pemuram atau pemikir sebagaimana dalam teori temanku itu, kurasa itu adalah pilihan, kita hanya harus berani saja.

Tetap Semangat, Manteman!

Begini : kesialan terjadi. Ketika sesuatu yang berharga bagi diri kita hilang, misalnya, itu menyakitkan. Tapi apakah kita akan membiarkan perasaan sakit itu mengambil alih kendali atas ke-diri-an kita? Lalu kita bersikap bagai pemuram di dalam teori temanku itu, memandang hidup sebagai tragedi yang memuakkan, memilukan, meremukkan, memutus-asakan? Atau memilih menjadi pemikir yang menganggap kesialan adalah sebuah lelucon yang – sama seperti hal-hal lain – akan pergi pada waktunya. Luka-luka memang tidak akan hilang sempurna, tapi parut-parut yang tinggal, akan mengatakan apa tentang kita?

Berani Menghindari

Kita telah setidaknya pernah mendengar tentang orang-orang yang tidak sanggup menerima hal yang terjadi lalu memutuskan melakukan tindakan yang ekstrem. Orang-orang yang memilih membunuh diri karena sesuatu hal, atau menjadi jahat dan brutal karena hal lain lagi. Cukuplah bagi kita, mereka sebagai cerminan hal yang sebisa mungkin harus kita hindari.

Penutup

Jadi kupikir, kita bisa menjalani ini dengan tiga poin sederhana berikut :

  • Memahami dan menerima kenyataan bahwa hal-hal buruk akan terjadi, sebagaimana juga hal-hal baik;
  • Menetapkan diri akan menjadi orang yang bagaimana : Pemuram ataukah Pemikir?
  • Bersyukur akan hal baik dan ikhlas terhadap hal yang tidak kita sukai;

Sebagai penutup, aku ingin mengutip temanku yang lain lagi, "Apa yang menimpa kita bukanlah hal utama, tetapi bagaimana kita bersikap terhadapnya adalah hal yang penting." ITU.

Tapi entah bagaimana, aku yakin sekali bahwa

DI STEEM TIDAK ADA PEMURAM


Terimakasih Telah Membaca



Glosari

1 Solomon Naumovich Rabinovich adalah penulis berdarah Yahudi kelahiran Ukraina. Dia lebih dikenali dengan nama penanya Sholem Aleichem yang adalah bahasa Ibrani yang bermakna “Semoga Tuhan melimpahkan kesejahteraan atas dirimu”. Sholem lahir pada tanggal 2 Maret 1859 di Pereiaslav, Ukraina dan meninggal pada usia 57 tahun di Kota New York, Amerika Serikat pada 13 Mei 1916. Lihat artikel Wikipedia ini.

Tulisan Terkait (Terbaru Paling Atas)


Orang Indonesia

Terimakasih.

Sort:  

Bersyukur akan hal baik dan ikhlas terhadap hal yang tidak kita sukai.

Saya pernah mencoba melakukannya dan berhasil membuat hati saya damai 😀

Ata ipeugah léë gob tapeugah bak gob laén lom bah rame yg teupu, Bang. 😁

Orang lain bilang sama kita, kita bilang sama orang lain lagi, biar makin banyak yang tahu.

Hhhaaaa beutoi nyan, pakek bahasa Indonesia bang biar teman Uranus kita bisa mengerti tentang percakapan kita

Perasaan seperti dalam telegram. Meucawo-cawo. 😁

Udah kuedit kutambahkan translasi ke bahasa persatuan. 👍🙏😁

Sang brat meucawoe pikiran, karena lethat seumikee lawetnyoe, pue lom aneuk pineung pih murah yum bacut 🙏

hehe. iya.

It is now live on Twitter.

Click On The Image To See It On Twitter.

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 60364.09
ETH 2378.39
USDT 1.00
SBD 2.57