[2021:33] TENTANG MIMPI, BAGIAN 1 : TAHU KAPAN MENGGANTI MIMPI

Seorang teman membagikan sebuah kolase yang didapatkannya entah dari mana (saya yakin itu bukan karya dia, dan karenanya tidak saya sertakan ke dalam artikel ini) ke sebuah grup WhatsApp. Kolase itu adalah sebuah karya grafis sederhana berisi dua buah gambar yang disusun secara vertikal. Gambar tersebut menampakkan transformasi seseorang setelah beberapa tahun berlalu. Orang yang ditampilkan di dalam kolase tersebut adalah seorang penyanyi yang saat ini cukup terkenal meskipun saya pribadi tidak mengenalnya karena dia bermain pada genre musik yang bukan genre kesukaanku.


Pada gambar pertama, diperlihatkan seorang pria muda sedang menyetem gitar di pinggiran jalan seakan hendak mengamen, dan ditempelkan penanda tahun bertuliskan 2004. Lalu di bawahnya gambar si pria muda sedang berjongkok di atas panggung konser yang dikelilingi banyak sekali –ribuan- orang dengan penanda waktu tahun 2017. Lalu di bagian bawah kolase itu dituliskan sesuatu tentang MIMPI. Bunyinya HANYA MEREKA YANG BERANI BERMIMPI BESAR YANG AKAN MENDAPATKAN HAL BESAR.

sumber: https://www.pinterest.com/pin/701224604473796925/

Saya telah mendengar dan membaca tidak sedikit pendapat atau kata-kata yang menempatkan “mimpi” sebagai sebuah penggerak ke arah pencapaian yang luar biasa. Seorang seniman yang kemudian menjadi pesohor di dunia hiburan, Walt Disney dicatat pernah mengucapkan “If you can dream it, you can do it”. Di tanah air ada seniman musik Bondan Prokoso yang pada tahun 2005 bersama band Fade 2 Black merilis album Respect melalui Sony BMG Indonesia yang salah satu lagunya juga berbicara tentang mimpi dan hidup, berjudul Hidup Berawal Dari Mimpi.


Mimpi di sini kita artikan saja sebagai "segala sesuatu yang ada dalam angan". Nah di sinilah batas kesamaan antara mimpi dengan cita-cita. Mimpi masih sebatas angan, khayalan, misalnya sebuah pikiran berbunyi “Seandainya aku bisa liburan ke Candi Borobudur pada libur panjang nanti, itu sungguh menyenangkan”, maka cita-cita akan berbunyi “Aku ingin ke Candi Borobudur saat ada waktu nanti.” Sementara tekad (jika kita ingin berbicara lebih jauh) akan berkata, “Apapun yang terjadi, ku ‘kan slalu, eh, aku akan mengunjungi Candi Borobudur pertengahan bulan ini”.

Sumber

Mimpi yang tidak “disiram dana dipupuk”, dibiarkan lewat maka akan berlalu saja bersama waktu. Mimpi yang dirawat dengan tekad maka dia akan berkembang, seperti tanaman yang terus disiram dan dipupuk secukupnya.


Tapi apakah semua mimpi perlu diberi perhatian? Si penyanyi di dalam kolase yang dibagikan oleh temanku yang kusebutkan pada awal tulisanku ini, katanya mengawali karirnya sebagai musisi dengan menjadi musisi jalanan (pengamen). Lalu dalam satu dekade dia merubah dirinya menjadi pesohor kelas dunia yang konser-konsernya selalu sukses menjual ribuan tiket di seluruh dunia. Apa yang terjadi padanya? Menurutku hanya satu hal saja : dia merawat mimpinya menjadi cita-cita dengan tekad kuat. Apakah sesederhana itu? Tentu saja tidak. Kita tidak bisa menilai kompleksitas hidup seseorang hanya dari sebuah kolase.


Si penyanyi dalam kolase tersebut tentu saja memiliki mimpi, cita-cita, dan tekad kuat untuk mewujudkannya. Tapi selain itu, dia juga memiliki modal kompetensi yang mendukung yaitu suaranya dalam artian dia bisa bernyanyi (kita kesampingkan saja apakah itu bakat alamiah atau hasil dari usaha kerasnya belajar dan mengolah vokalnya). Oke, sekarang dia punya impian, tekad, suara bagus, giat mengukir nama dan nyali dari satu sudut jalan ke sudut jalan lain. Mugnkin saja ketika dia menyanyi di pinggir-pinggir jalan sebenarnya yang dia cari bukanlah sekeping dua keping koin yang akan orang lemparkan ke dalam topi yang disodorkannya, tetapi dia sedang mengukir kepribadian, sikap, dan hal-hal lain yang lebih spiritual. Tapi mendapatkan sekeping dua keping koin juga tentulah hal yang patut disyukuri karena itu berkorelasi langsung dengan penghargaan, penerimaan, simpati, dan atau terimakasih.

“It does not do to dwell on dreams and forget to live.” ~ J.K. Rowling² dalam Harry Potter and the Sorcerer's Stone³

Iwan Fals transformasi antar waktu. Sumber.

Tapi apakah itu cukup? Kita bisa melihat contoh lain untuk menyebutkan bahwa modal-modal seperti itu bisa disebut cukup. Sebut saja musisi Indonesia Iwan Fals. Dia berawal dari memiliki hobi menyanyi, memiliki modal suara secukupnya dan kemampuan vokalitas yang lumayan serta jago main alat musik seperti gitar dan harmonika. Dia memulai kehidupan profesionalnya sebagai penyanyi dengan mengikuti perlombaan cipta lagu jenaka. Dia mencetak reputasi awalnya di sana. Lalu dilirik oleh produser. Terbitlah album pertama. Terjual tidak jauh dari target. Produser merasa bisa memberi kesempatan selanjutnya kepada Iwan Fals. Begitu terus, Iwan Fals membuktikan bahwa dia bisa terus diberi kesempatan. Sampai akhirnya menjadi seorang legenda musik tanah air.

“It’s not who you are, it’s who you know” ~MetallicA⁴ dalam Holier Than Thou⁵