Keesokan harinya, Hasya dan Ibu berangkat ke tempat Tuan Guru Kastores di salah satu bagian dari Tariga. Tuan Guru Kastores adalah orang ketiga yang dia ingat ketika ingin mengadu kepada Bapak. Ketika Hasya masih remaja dan tinggal di Sygni, Bapak selalu meminta nasehat dari beliau. Meskipun terpaut umur yang agak jauh, Bapak sangat menghormati beliau. Bapak berkata kalau Tuan Guru Kastores adalah orang yang sangat bijak, mirip sekali dengan Kakek, dan beliau juga terpandang se-antero Tariga bahkan sampai penduduk negeri Delta. Namun, Hasya menghormati Tuan Guru Kastores karena beliau termasuk orang yang tidak meninggalkan Bapak saat masa-masa sulitnya dahulu di kota Sygni. Sedangkan Om Ega malah asik dengan hidupnya sendiri tanpa memedulikan saudaranya yang sudah tidak sanggup berjalan normal lagi.

Sesampainya di rumah Tuan Guru Kastores, Hasya dan Ibu tidak dapat menemui beliau. Ternyata, beliau sedang menghadiri sebuah rapat. Awalnya, Hasya diam saja sambil menunggu tetapi istri Tuan Guru Kastores sangat ramah, ia tidak berhenti menanyakan keadaan Hasya dan saudara-saudaranya sampai pada satu pembahasan tentang rencana karir Hasya. Mata Hasya berkaca-kaca karena mengingat perkataan Om Dito dan sikap Om Ega padanya, sesekali ia menahan nafas untuk menahan jatuhnya air mata. Tentu saja, istri Tuan Guru Kastores sama bijaknya dengan sang suami. Dalam waktu kurang dari satu jam, ia membuat Hasya menceritakan seluruh isi hatinya. Tidak lama waktu berselang, Tuan Guru Kastores tiba. Saat melihat keberadaan Hasya, beliau menyambutnya hangat seperti menyambut kedatangan anaknya yang telah lama tidak pulang. Entah bagaimana, Tuan Guru Kastores seakan mengerti seluruh kejadian yang dialami Hasya ketika ia mengatakan, “Kalau boleh meminta, mungkinkah Tuan Guru Kastores dapat memberi saran untuk Hasya apa yang seharusnya Hasya lakukan setelah ini? Di mata Hasya, lingkungan Tariga berbeda dengan Sygni. Hasya hanya takut kalau salah langkah.”

Tuan Guru Kastores mengangguk pelan dan mengeluarkan ponsel. Dia menelepon seseorang, tampaknya orang yang sangat dipercaya. Tidak sampai lima menit sibuk dengan ponselnya, Tuan Guru Kastores menaruh perhatian kembali kepada Hasya.

“Hasya, mulai sekarang tak perlu sungkan jika ingin bercerita kepada Tuan Guru. Tuan Guru pasti akan membantu. Apalagi jika ada masalah. Dulu, Bapak selalu bercerita kepada Tuan Guru bahkan tentang pendidikan Hasya dari sekolah sampai kuliah. Hasya kan baru selesai belajar jadi hal yang wajar kalau Hasya belum bisa sukses. Jangan samakan Hasya dengan orang lain. Setiap orang itu mempunyai kemampuan yang berbeda. Waktu kesuksesan seseorang pun berbeda. Tentang perkataan buruk dari orang lain, baik yang mengatakan itu orang tua atau bukan, tidak perlu didengar. Percuma mendengar perkataan buruk karena nantinya akan berdampak buruk. Ingat, Tuan Guru ini juga wali Hasya. Kalau ada perlu apa-apa hubungi saja Tuan Guru ya? Besok datanglah ke Sekolah Kencrux dan temui seseorang yang bernama Ravev. Dia akan membantumu menemukan pekerjaan.”

Senang akan dukungan dan arahan yang diberikan Tuan Guru Kastores dan juga istrinya, Hasya tersenyum lebar. Senyumnya masih merekah ceria hingga hari kembali menjadi malam.

“Ibu senang melihat Hasya tersenyum terus seperti ini,” celetuk Ibu ketika mereka berdua turun dari motor di depan rumah.

“Hasya gembira sekali. Rasanya seperti saat Bapak memberikan semangat kepada Hasya,” jawab Hasya nyengir.

Steemian, saya juga menulis cerita motivasi yang bertemakan Lesson From My Father series lho di Steemit.