Memoar Matahari Terbit #7: Sego Among-among

in #indonesia6 years ago

nasi lemak @liza-intai dapur.JPG
Ilustrasi nasi among-among yang dibungkus dengan daun pisang. Sumber foto

Banyak hal yang tidak bisa aku lupakan dari kampung kami terdahulu. Termasuk hal-hal kecil menyangkut dengan kulinernya. Sego (nasi) among-among dan sego bontot adalah dua hal yang masih sangat lekat di ingatanku. Hidungku masih bisa membaui aroma rendang yang lezat, bercampur dengan uap nasi yang dibungkus daun pisang atau daun jati. Atau tauco kacang tunggak yang pedas namun sangat menggugah selera.

Di kampung kami dulu, jika ada kenduri di rumah warga, yang dihidangkan untuk disantap di tempat hanyalah kue-kue dan minuman saja. Karena masyarakat yang tinggal di sana didominasi oleh mayoritas dua suku yaitu Jawa dan Aceh, hidangannya jadi bervariasi. Kami tak hanya mengenal timphan, wajik, atau dodoi, tapi juga mengenal gemblong dan dodol khas Jawa yang terbuat dari tepung beras.

Sedangkan santapan berat berupa nasi dibungkus untuk dibawa pulang. Jadi anggota keluarga lainnya bisa ikut menikmati hidangan tersebut. Hal paling mendebarkan bagi kami anak-anak ketika itu adalah, menunggu orang tua kami pulang kondangan. Di kampung kami dikenal dengan istilah nyumbang.

Nasi among-among menjadi hidangan di acara syukuran kecil-kecilan seperti syukuran kelahiran (turun tanah/cukur rambut) bayi. Kenduri-kenduri yang bawaan pulangnya nasi among-among bisa dipastikan tamunya adalah anak-anak.

Dari serentetan rangkaian peristiwa itu, yang masih terekam jelas di ingatanku adalah undangan syukuran di rumah Bik War. Pagi-pagi sekali anak-anak di Lorong Pelita mendapat undangan untuk menghadiri syukuran itu. Aku tidak begitu ingat, saat itu entah syukuran untuk anak ketiganya atau keempat. Sekitar pukul sepuluh kami sudah berkumpul di rumahnya yang berseberangan dengan rumahku. Rumah kami terpisah oleh jalan dengan posisi rumahku berada di bawah badan jalan, rumah Bik War di atas bukit. Kalau hujan, air dari halaman rumahnya turun menuju parit melewati rumah kami.

Setelah semua anak-anak terkumpul, kami dikomando untuk masuk. Kemudian duduk melingkari ruang tamu yang tidak terlalu besar. Tak lama kemudian nasi-nasi yang sudah dibungkus dengan daun pisang mulai diedarkan. Masing-masing kami mendapatkan satu bungkus nasi. Nasi itu nantinya kami makan bersama-sama, ada pula yang membawa pulang ke rumah.

Isi nasi among-among hanya nasi putih dengan lauk berupa urap, sepotong telur rebus, peyek, ikan asin kresek goreng tepung, dan kerupuk merah. Tapi rasanya sungguh sedap. Aku sering bilang pada ibu, sesekali buatlah syukuran di rumah dan nasinya dibungkus dengan daun pisang seperti nasi among-among itu.

nasi jamblang @bobo-grid-id.JPG
_ilustrasi nasi yang dibungkus dengan daun jati. Sumber foto

Kalau nasi bontot atau disebut juga nasi berkat isinya berupa nasi putih tapi porsinya lebih banyak. Lauknya daging atau ayam rendang, ada mie hun atau mie lidi, tauco kacang tunggak, dan kerupuk. Dibungkus dengan daun jati atau daun pisang, masing-masing mengeluarkan aroma uap yang berbeda. Mengapa dibungkus dengan daun? Karena di masa itu, saat penerangan masih mengandalkan lampu minyak, kami belum mengenal yang namanya wadah pabrikan seperti yang kita kenal dewasa ini. Lagipula, membungkus nasi dengan daun bukan hanya membuat nasi terasa lebih sedap dan harum, tapi juga lebih sehat. Lebih go green.

Oh ya, ada juga yang namanya nasi rantang. Nasi rantang ini diberikan kepada warga-warga tertentu sehari sebelum acara pesta perkawinan berlangsung. Misalnya ada salah satu keluarga yang ingin mengadakan kenduri perkawinan anaknya, mereka akan membuat dua daftar tamu undangan. Daftar pertama untuk tamu-tamu khusus yang akan diberi nasi rantang. Daftar satu lagi untuk tamu-tamu biasa yang hanya diberikan nasi bontot di hari H nanti.

rantang.jpg
_Ilustrasi nasi rantang. Sumber foto

Namun ada aturan yang tak tertulis, mereka yang sudah mendapatkan nasi rantang ini wajib 'membayar' dalam bentuk sumbangan dengan nominal yang lebih besar. Di tahun 90-an itu, jika aku tak salah mengingat, mereka yang mendapat nasi rantang minimal harus menyumbang Rp20 ribu. Cukup besar untuk ukuran saat itu.

Nasi rantang ini isinya bisa dibilang mewah, untuk empat susun rantang masing-masing isinya terdiri dari nasi putih, ayam belah empat atau potongan daging rendang, tauco kacang tunggak/buncis/kacang panjang, dan mie. Jika sewaktu-waktu kami mendapat kiriman ini rasanya sangat senang, pesta besar.[]

Baca juga cerita sebelumnya di sini:

  1. Memoar Matahari Terbit #6: Kuda Kepang

  2. Memoar Matahari Terbit #5: Salamun

  3. Memoar Matahari Terbit #4: Guru-Guru Kami

  4. Memoar Matahari Terbit #3: Aku Sudah Sekolah?

  5. Memoar Matahari Terbit #2; Gadis Kecil di Keranjang Rotan

  6. Memoar Matahari Terbit #1; Padang Peutua Ali

Sort:  

Groen kak Ihan. Menarik ceritanya.
Aku juga baru tau tentang nasi Among-among itu. Belum pernah mendengar apalagi mencoba. Serius.
Sang mangat nyan. Sesekali waktu harus ta aci coba ujoe tre pajoh 😂

Hahahaha, dalam tradisi masyarakat Aceh memang tidak ada itu. Dulu kami makan nasi itu cuma sampai SD aja....

Aduh, gagal mencobanya. Hiks

Ingin makan malam2 gini gegara postingan dek ihan...hehe

Tapi sedang diet makan tengah malam kan? hahhah

Dulu wktu tinggal di wmogiri prnh makan nasi yg dibungkus pke daun jati, rasanya jd khas. Gak cukup satu porsi. Antara laper dan rakus itu beda tipis.

hahhahaha bedakan? sama ikan asin dan sambal aja rasanya duhhhh....udah bikin lahap kali, apalagi ada kerupuk, urap, srundeng.... hahahaha

Asyik juga nih buat sarapan. Nyam.... Nyam.....

Iya asyik, tapi nasi ini bukan hidangan buat sarapan hehehehhe

jadi lapar aku.... hahaha...

Itu boleh disantap kok Mas hahahahah

Ingin makan malam2 gini gegara postingan dek ihan...hehe

Nasi dalam idang ada serta doa buka idang.

kiban doanya?

Nanti kuajarkan saat kita duduk berdua

harus diagendakan segera

Ini sepertinya bisa jadi novel

Heheheh insya Allah....

ihan dari mana asalnya? makasud kakak, masak kecil dulu? kayak bukan di aceh?

Aceh Timur, Kak tepatnya dari Idi Rayek...

ohh... kirain di Jawa. Soalnya Sego itu kalo nggak salah artinya juga Nasi dalam bahasa Jawa kan ya

iya kak, sego itu artinya nasi. Kami campur waktu itu kak, jadi bahasanya juga campur2

Buk sensasi nasi di bungkus daun jati apa sih buk, panasaran sekali saya, lihat di pic

Wangi nasinya, leubeh bango.....

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 58309.71
ETH 2617.30
USDT 1.00
SBD 2.42