Memoar Matahari Terbit #5: Salamun

in #indonesia6 years ago (edited)

anak_sd.jpg
Ilustrasi dari udarian.com

Salamun adalah nama salah satu teman SD ku yang namanya sulit dilupakan. Ia bisa menjadi pintu masuk untuk mengenang semua teman-temanku ketika belajar di SD N Padang Peutua Ali. Aku beri bocoran di awal mengapa Salamun ini begitu lekat di ingatan. Selain punya adik perempuan yang seangkatan denganku, namanya Sawiji. Kadang kala iseng kami plesetkan menjadi sawi biji atau biji sawi hihihi. Keusilan khas anak SD. Salamun adalah abang kelas yang istimewa dalam tanda kutip.

Saat aku di kelas satu, Salamun sudah duduk di kelas tiga, saat aku naik kelas dua, dia bertahan di kelas tiga. Sampai akhirnya kami sama-sama satu kelas di kelas tiga. Kalian tentu bisa bayangkan seperti apa si Salamun ini. Di balik sosoknya yang besar, kulit putih, dan wajah oval, Salamun lebih cocok menjadi pelajar SMP. Dia mengalami kesulitan dalam membaca dan agak lambat dalam mencerna pelajaran. Selain Salamun, aku ingat juga ada Mulyanto yang mirip-mirip dengannya, sama-sama tidak bisa membaca. Mereka ini pernah membuatku terheran-heran, mereka bisa bicara tetapi mengapa tidak bisa membaca. Belakangan aku paham, berbicara dan membaca merupakan dua keahlian berbeda.

Salamun ini rumahnya di Lorong Dua Belas, lumayan jauh kalau ke sekolah. Dari sini bisa tembus ke Seuneubok Kuyuen, tembus ke Peudawa, Kecamatan Idi Timur sekarang. Mereka pergi ke sekolah dengan mengayuh sepeda. Ada juga yang berjalan kaki. Betapa lelahnya jika membayangkan semua itu sekarang. Saat musim hujan, mereka ke sekolah dengan bertelanjang kaki. Ngomong-ngomong itu salah satu kesenangan juga bagi kami, nyeker.

Sebentar, aku coba ingat-ingat, mereka yang tinggal di Lorong 12 ini ada beberapa seperti Juriati, abangnya bernama Subur Efendi. Juriati ini sebenarnya kakak kelas, tapi karena ia tinggal kelas setahun jadilah bisa seangkatan denganku. Ada juga Turiyah, lalu Suryadi yang sering kami panggil 'si pendek' karena dia memang bertubuh pendek tapi cerdas. Suatu ketika Suryadi ini pernah dikabarkan mati suri. Belakangan kembali muncul di sekolah dengan sepedanya.

Lalu ada Heriyono yang bibirnya tipis, punya tahi lalat di atas bibir, sedikit njatis alias capeum. Bersama Rinto Sutrisno dan Yusri, Heriyono ini sering membuat keusilan. Dialah 'pelopor' penggoda murid perempuan dengan menaruh cermin kecil di dekat kaki kami. Hm... sudah tahu kan ke mana arahnya? Yusri ini dulunya pernah digoda-godain dengan sepupuku Rina. Heriyono turut mengundang kami saat ia disunat, tapi siapa yang mau memenuhi undangannya itu? Mana mungkin kami berjalan kaki sejauh itu. Tak kurang dari satu jam perjalanan kaki kalau kami mau nekat.

Murid-murid SD N Padang Peutua Ali juga berasal dari Lorong Binjai. Dinamakan Lorong Binjai, karena yang tinggal di sini banyak yang berasal dari Binjai. Begitulah hasil konfirmasiku kepada Ibu saat aku kecil dulu. Mereka yang berasal dari kampung ini yang kuingat ada Sri Munarsih, kami memanggilnya Kuseh. Dia cantik, putih, rambutnya pendek, tapi entah mengapa dipanggil Kuseh. Ada juga Suyanti dan adiknya Nuraini, keduanya agak modis. Mereka ini anaknya Bang Parman, salah satu orang yang bisa disebut 'kaya' karena punya mobil Chevrolet. Mobil inilah yang mengangkut warga jika ingin ke hari pekan di Kota Idi Rayek setiap hari Senin.

Di sini ada juga Sri Wahyuni, yang suatu ketika rambutnya terbakar karena terlalu dekat dengan lampu teplok saat belajar. Oh ya, pada catatan sebelumnya sudah aku kabarkan kalau kampung kami pada masa itu belum ada penerangan listrik. Setelah sekian lama tidak terlihat, Sri Wahyuni muncul kembali di sekolah kami dengan nama baru; Tri Puji Pangestu. Luka bakar masih terlihat di sebagian wajahnya. Rambutnya menjadi pendek.

bongkar pasang.jpg
Permainan bongkar pasang. Ilustrasi foro dari bombastis.com

Aku juga tidak melupakan Astri Ivo. Ia teman paling riang dan punya keahlian story telling yang baik. Saat jam istirahat, sembari bermain bongkar pasang di bekas-bekas reruntuhan, Astri Ivo-lah yang bertugas sebagai dalang untuk memainkan peran masing-masing orang dari mainan kertas itu. Kami semua menyimak dengan hati senang. Hiburan sederhana nan murah meriah. Ada juga Kak Ateng, aku heran kenapa dia dipanggil Ateng, padahal tidak kecil-kecil amat posturnya. Ada Idar. Ada Tundir. Ada Iru dan Umi, serta Ismail anaknya Wak Ribut dan Wak Usop.

Sekarang, aku kenalkan teman-teman sekolahku yang berasal dari Lorong Mampre. Di sini ada Eli Susilawati adiknya Kak Endang yang sering kami panggil 'si cebol' karena badannya gempal dan pendek. Eli berteman baik denganku hingga kami masuk SMP. Di hari-hari terakhir kami sebagai pelajar SMP, ayah Eli, Wak Nuri, yang berprofesi sebagai penggalas pisang ditemukan meninggal dunia dengan kondisi tragis. Tumbal konflik. Aku sempat melayat ke rumahnya sebelum kami benar-benar terpaksa harus meninggalkan desa karena tak kondusif lagi untuk ditinggali. Di Lorong Mampreh ini juga ada Puji Sempeno, kami memanggilnya Kelik. Anaknya pendiam dan agak pemalu. Ada beberapa lainnya tapi aku hanya ingat wajah mereka, lupa namanya.

Sementara yang dari Lorong Pelita, yang satu angkatan denganku ada Sariyah, Samsul Anwar, Rina, Linda Wati, Dian Lestari, Sartika Hidayati, Yusuf, Agussalim. Ada juga nama-nama seperti Kak Leli, Leha, Rahmat, Bang Ipul, Sakdiyah, Kak Misni, Kak Binti, Kak Atik, Kak Mi, Kak Isah, Bang Bus, Bang Agus, yang walaupun tidak sekelas, tapi juga menjadi teman sepermainan.

Si Yusuf yang kami panggil Usop, punya kebiasaan buruk, sebagai anak tunggal, ia sangat dimanja oleh orang tuanya khususnya ibunya. Sebenarnya dia punya kakak, namanya Kak Sinta, tapi tidak tinggal bersama orang tuanya. Ayah Usop namanya Wak Rajiun, ibunya kami panggil Wak Sinta. Kebiasaan Usop adalah menetek pada ibunya. Meski sudah bersekolah, tiap kali jam istirahat tiba, tanpa malu-malu dia pulang untuk menetek. Sering kami menggoda tapi Usop tak peduli. Sementara Kak Leli, terkenal dengan kecengengannya. Kalau digoda teman-temannya dia tak malu-malu untuk menangis.

Dari Lorong Lokasi, ada Suyadi dan beberapa orang lainnya. Mereka ini ke sekolah dengan berjalan kaki, padahal jaraknya terbilang jauh. Tapi mereka tidak pernah terlambat ke sekolah.

Di awal-awal kami sekolah, para kakak kelas di atas kami badannya besar-besar. Mereka lebih cocok menjadi siswa SMA daripada murid SD. Begitu tamat SD mereka melanjutkannya ke jenjang berikutnya, yaitu menikah. Bahkan ada yang belum tamat SD sudah menikah duluan.

uang_logam_kuno_indonesia___nominal_100_rupiah_tipis__50_kep.jpg
Uang jajan saya dulu. Jaman belum ada kripto. Ilustrasi dari bukalapak.com

Sebenarnya aku ingin sekali menuliskan semua nama teman-teman sekelasku, tapi apa daya, ingatan ini terbatas. Kembali ke Salamun, suatu ketika dia pernah bikin gempar satu sekolah. Pasalnya, di suatu pagi ia jajan di kantin dengan membawa selembar uang sepuluh ribu. Tahun di mana aku cuma dibekali uang jajan seratus perak, dan itu sudah bisa untuk membeli seporsi mie/lontong dan sepotong es lilin, dan sepotong kue, Salamun malah jajan dengan uang sepuluh ribu. Bukankah itu emeizing?

Salamun diinterogasi oleh penjual di kantin. Dari mana ia dapatkan uang sebanyak itu. Begitulah orang-orang pada masa itu, masih ada kepedulian satu sama lainnya. Saat melihat ada sesuatu yang tak biasa, tak sungkan mereka 'melibatkan' diri dengan tujuan baik. Para guru juga heboh. Esoknya kami tahu ternyata Salamun mengambil uang orang tuanya tanpa izin.[]

Baca cerita sebelumnya di sini:

  1. https://steemit.com/indonesia/@ihansunrise/memoar-matahari-terbit-3-aku-sudah-sekolah

  2. https://steemit.com/indonesia/@ihansunrise/memoar-matahari-terbit-2-gadis-kecil-di-keranjang-rotan

  3. https://steemit.com/indonesia/@ihansunrise/memoar-matahari-terbit-1-padang-peutua-ali

Sort:  

Bongkar pasang nyan lon pun galak awai, jinoe hana galak le, karayeuk

Hahahha..... jameun ineng agam sama mainan...

Ada yang terkenang cerita lama ini.

Wohoo, ada Kak @idafitri di Steemit. Welcome Kak. (-:

Hihi salam, Bang Azhar ... aku follow ya.

Heheheh.... edisi memoar ini kak

Tak ada masa paling indah selain masa masa di sekolah, kata sebuah lagu, Kak.

Chrisye heheheh

@ihansunrise ini hidupnya kayak novel betul... Padahal umurnya baru sejagung hibrida, tapi pengalaman-pengalamannya sejibun dan semenarik singa-singa sastra. Aduh dek, bukukan cepat, ya. Kk inden!

Karena ditulis aja, Kak. Kesannya jadi seru gitu....

Luar biasa, Ihan masih ingat semua. Saya tidak seberuntung itu.

Bang Sayid udah terkontaminasi hahahhhaha

Hahaha, palis.

Salamun oh Salamun......

Kayak bait salawat ya...

keren sekali potonya

Sungguh kuat ya ingatan perempuan. Nama. Tempat. Kedetilannya juga tertulis rapi dan enak dibaca. Hahahah. Aku sendiri kadang masih kurang mampu untuk mengingat banyak hal seperti ini. Goodjobs 😀

Ya Pilo, bisa dibilang semua kenangan masa SD-ku masih terekam dengan jelas di ingatan, namun tidak saat-saat SMP, SMA, bahkan kuliah yang usianya masih sangat muda. It's mean, masa kecilku sangat bahagia... hehehehe

Aku udah banyak yang lupa teman-teman SD-ku :v

Kamu sungguh terlalu Eky.....

padahal tadinya mau tidur, tapi teringat belum baca postingan @ihansunrise jadi bangun lagi deh...tulisannya luar biasa cetar membahana :)

Heheheh....terimakasih Duma....ini cuma memoar, kumpulan dari ingatan masa lalu

Kenapa tak bilang2, padahal duit 100 itu kemarin lagi banyak dicari. Kalau gak udh kaya kita. Kwkw

Sekarang nggak bisa lagi ya?

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 58309.71
ETH 2617.30
USDT 1.00
SBD 2.42