[CERPEN] DEMI MONALIA
Setiap kali aku selalu mencoba terlihat berbeda-beda, bertubuh pendek dengan rambut panjang atau sebaliknya bertubuh tinggi dengan potongan rambut pendek 1 sisir. Warna Gaya potongan rambut sesuai dengan trend masa dan wilayah tempat ku berada. Kenapa potongan rambut itu penting, aku tak ingin terlalu terlihat mencolok dalam kerumunan. Begitu juga dengan pilihan ras kulit. Konyolnya manusia, mereka selalu beranggapan kaum mereka lah yang superior dengan kaum minoritas selain mereka. Tidak dalam urutan tertentu, tetapi juga tidak pernah secara acak; Aku tahu apa yang dia suka. Aku punya waktu lama untuk mencari tahu tentang dia dari tahun ke tahun.
Ketika pertama kali aku tiba di kota ini, seorang pelancong yang kesepian dan lelah dari perjalanan yang panjang. Aku hanya berharap mendapati rumah atau paling tidak bisa dikatakan sebagai “rumah” tempat aku pulang. Pikiran tentang persahabatan tidak pernah terlintas di benakku setelah berabad-abad lamanya. Ketika kau telah hidup sepanjang hayatku, setelah semua cobaan dan kegagalan demi kegagalan yang pernah ku lalui, sulit untuk bisa tetap terus termotivasi akan satu tujuan. Mungkin aku sedang dilanda kejenuhan, atau cuma hanya letih saja dan aku menyadarinya.
Pernah di satu milena, aku jatuh tenggelam dalam pemikiran bahwa AKU; sebongkahan untaian ruas-ruas tulang belulang yang disalut dengan otot dan kulit yang abadi-tak bisa menua berjalan di atas muka Bumi, mencari arti eksistensiku. Apa dan mengapa? dari dan hendak kemana? Awal dan akhir?
Dikota ini, aku menemukan sesuatu yang begitu kompleks dan sederhana yang secara paradoks membuatku tertarik pada hal ini. Hari dimana aku menemukan kemanusiaan dan semuanya berubah.
Manusia tidak sepenuhnya berbeda dengan koloni-koloni peradaban yang pernah kutemui sebelumnya. Mereka, makhluk “modern”, mereka sendiri menyebutnya demikian, memiliki semacam hubungan sosial yang komplek dan sederhana pada saat bersamaan yang belum pernah kutemui di makhluk lain. Keingintahuanku seketika menggugah gairah tubuh ranum ini saat disatu malam aku menjadi salah satu noktah dalam lanskap pemandangan kota yang ramai hanyut dalam rutinitas dan ritual yang merupakan pengalaman baru untuk jiwa yang kebosanan ini. Aku berteman dengan kelompok kecil di sana dan mereka memperkenalkanku dengan kopi. Kopi! Demi entitas Agung alam semesta! Musabab kopi aku bertemu dengannya.
“Saya minta Ice Coffee-latte dengan biji Peaberry ya tolong satu”. Aku memesan saat aku melangkah ke depan meja konter dengan lengan kiri menyilang dada dan menopang lengan kananku menyentuh dagu, pandanganku menyipit melihat papan menu diatas mencari sesuatu variasi minuman kopi yang mungkin cocok dengan selera.
"Oke, seharian ini ramai yang memesan itu loh," katanya sambil tersenyum.
"Oh ya !?," Pandangan mataku tetap sejajar bertemu dengan matanya. Bola mata coklat pudar dengan bulu mata lentik tipis, sedikit tertutup poni rambutnya yang coklat kemerahan. Mempesona.
"Mmm...Aku, aku suka kopi. Banget"
Dia menyibak seberkas poni nya ke belakang telinganya yang menyatu dengan untaian helai-helai rambut lurusnya dang dikepang.
"Siapa sih yang enggak….!?", Dia membalas dengan tawa, menyunggingkan lesung pipi dan gigi gingsul imut yang mencuri perhatianku. Sengatan listrik dari punggungku kurasakan dan kehangatan menyebar ke setiap ujung pori-pori kulit. "Ada pesanan lainnya..."
Benar, aku terjerat olehnya. Setiap hari setelah hari itu aku selalu menyempatkan diri kembali ke kedai kopi itu jika ada kesempatan, yang sejujurnya selalu ku sempati setiap harinya. Ada perasaan yang tak dapat dijelaskan yang saat ini menyelimutiku yang mendorongku untuk mempelajari sebanyak mungkin tentang anomali ini; sosok wanita ini. Aku rasa dia juga tertarik dengan kehadiran ku yang konstan setiap hari setelah berminggu-minggu berinteraksi dengannya di kedai tersebut. Seringkali aku duduk dekat dengan meja kasir tentu dengan sengaja, menyela canda basa-basi antar pelanggan atau mencoba mengobrol dengannya jika sedang sepi pengunjung. Banyak hal yang ingin kuketahui tentang kemanusiaan ini, khususnya tentang dirinya karena sifatnya yang ramah dan dia tidak sungkan untuk terus menerus ditanyai walau seringkali dia keheranan dengan pertanyaanku yang polos.
Photo by Vladimir Kudinov on Unsplash |
---|
Ketika ada yang lebih banyak yang ingin kuketahui, hal-hal yang tidak bisa ditanyakan antara pelanggan dengan pelayan toko, maka aku bertanya atau lebih tepatnya mengajaknya ingin menghabiskan malam bersama di luar, terserah dimana yang dia sukai dan dia setuju. Awalnya sekedar berjalan menemaninya pulang dari shift kerja berubah menjadi makan siang, makan siang berubah menjadi makan malam; tak lama, kami menghabiskan setiap hari bersama. Apa yang kumulai sebagai observasi penelitian akan kemanusian berubah menjadi murni kebahagiaan.
Aku sudah lama mengubur perasaan semacam ini dan merasakannya kembali membuatku terlena akan kenyataan yang tak bisa terhindarkan. Semua ini, pengalaman dan perasaan ini akan berakhir. Suatu hari nanti raut wajahnya akan berubah dihadapanku. Poni nya yang lurus dan rapi akan berubah menjadi rambut yang kusut dan gigi gingsulnya akan tercuat akan jeritan dan amarah yang meluap. Tawa senyum bahagia yang kurasakan yang memeluk sekujur tubuhku saat ini akan berkurang dan sirna hingga yang akan tersisa dan tertinggal hanya sebaris catatan di atas secarik kertas diatas meja tidur:
“Maafkan aku, sampai jumpa”.
Aku telah sering kehilangan begitu banyak hal dalam pengembaraan selama ini. Berkali-kali aku minggat dari tempat ke tempat lain, dari satu kota ke kota lain dan dari satu wanita ke wanita lainnya. Aku tidak akan menyerah untuknya, belum tidak untuk kali ini. Saat itulah aku memutuskan untuk merubah bentuk tubuhku. Aku telah mempertahankan penampilan yang sama selama aku berada di kota ini. Aku melakukan itu untuknya, jika dia tidak lagi menginginkan kehadiran jiwa dan pesona dari tubuh ini maka aku akan memilih untuk berubah. Aku yang baru, di tubuh dengan penampilan yang seutuhnya unik di kota ini. Aku akan menemukannya, menggapai rangkulannya lagi, lagi dan lagi dan di setiap kali aku akan kehilangannya lagi.
Sudah bertahun-tahun lamanya, tak terhitung berapa kali sejak aku mengunjungi kedai kopi itu. Aku telah mencoba berbagai macam versi figur wujudku hanya untuk mencoba memenangkan hatinya dan mempertahankan anomali ini yang selalu gagal. Di masa lalu tentu saja aku kan masa bodoh, dengan mudahnya aku beranjak pergi. Akan tetapi, ada sesuatu dari dirinya yang membuatku terus mengejarnya. Perihal dimensi waktu tidak berlaku dan menjadi masalah untuk makhluk sepertiku, tapi tidak demikian untuknya. Sepanjang waktu tiap kali aku bertransformasi, aku menyelaraskan penampilanku agar sesuai dengan usianya, yang tentu saja ini tidak akan berlangsung untuk selamanya menurut umur manusia. Selama aku dan dia bisa menikmati berbagi waktu bersama, aku pikir perjalanan pengembaraan kuhentikan sementara untuk mengejarnya, dan itu sepadan.
TAMAT
Mungkin Anda juga suka |
---|
Bernaaaaas.... maniissss....
nis, manis, MANIIIIIS...
Wow.. 😍😍
Klo cewek, udah ku ciom abg 😂😂😂
Baiknya ko fokus di cerpen ja...mantaaaaaaap dan maniiiiiiiiisssa....😘😘😘😘😘😘😘😘
han ek ta peuna tip uro bang...
sesekali je...
Belum sempat baca wak, nanti sebelum tidur ku baca ya 😁
Jangan jadiin cerita dongeng buat Uwais ya wak.
belom cukop umur
Haha, siap..
Cerpen = Cerita penting
Cerpen = Cerita Pening
Cerpen = Cerita penyet