Malahayati ~ Laksamana Laut Wanita Pertama Didunia ( Bagian 2 )

Sumber

Laksamana Malahayati Menjadi Panglima Armada V Kerajaan Aceh.

Setelah beranjak dewasa dengan usia 17 tahun, Malahayati dinikahkan dengan Laksamana Muda Ibrahim. Laksamana Muda Ibrahim adalah salah seorang anak buah ayahandanya Laksamana Mahmud Syah.

Laksamana Muda Ibrahim juga ikut memperkuat barisan angkatan laut kerajaan Aceh ketika melakukan penyerbuan terhadap Portugis di Malaka yang menyebabkan ayahanda Malahayati wafat dalam pertempuran jarak dekat itu. Dengan Laksamana Muda Ibrahim itulah Malahayati dinikahkan.

Sepeninggal ayahanda Malahayati, suaminya, Laksamana Muda Ibrahim diangkat sebagai Panglima Armada V Kerajaan Aceh oleh Sultan Mansur Syah. Malahayati ikut tinggal bersama suaminya yang bertugas dan berpangkalan di Pulau Rupat.

Suatu ketika, kapal perang Aceh sedang mengadakan patroli perairan Pulau Alang Besar, mereka berpapasan dengan dua kapal kecil yang terapung-apung terbawa ombak. Kapal kecil itu adalah pengangkut rempah-rempah dari Banten. Tetapi secara tiba-tiba kapal kecil itu dihadang oleh perahu Portugis. Mereka dipaksa menyerahkan rempah-rempah yang dibawanya sebelum sampai di tempat tujuan. Mereka melakukan perlawanan, namun karena jumlah dan profesi mereka hanya sebagai pedagang, rempah-rempah berhasil dirampas oleh orang Portugis. Banyak korban jiwa dan menderita luka-luka. Namun ada Dua kapal kecil yang berhasil selamat dan meloloskan diri. Sedang kapal-kapal yang penuh muatan rempah-rempah lainnya berhasil dirampas dan kapalnya ditenggelamkan oleh armada Portugis.

Dua kapal kecil yang berhasil segera diselamatkan oleh armada Aceh, mereka mengobati yang luka, sedang yang telah meninggal dimakamkan dekat pantai Pulau Alang Besar. Mendengar pengaduan dari pedagang dari Banten tersebut, Laksamana Muda Ibrahim segera memimpin pengejaran dengan kapal komandonya yang bernama Kuta Alam.

Sumber

Enam kapal Portugis yang melakukan perampasan rempah-rempah pedagang Banten itu berhasil dikejar oleh armada Aceh ketika sedang melayari perairan Tanjung Parit. Orang-orang di kapal Portugis memberi menolak ketika kapal patroli Aceh akan melakukan penggeledahan.

Maka terjadilah pertempuran laut yang sengit, Laksamana Muda Ibrahim bersama istrinya, Malahayati, memberi aba-aba pada kapal perang Aceh lainnya untuk bergerak guna melumpuhkan perlawanan kapal-kapal Portugis yang berjumlah 6 buah kapal.

Pada saat sedang mengatur siasat pertempuran di atas geladak kapal, sebuah peluru meriam kapal Portugis menghantam geladak kapal Kuta Alam. Beliau tak dapat menghindar dari serangan itu, sehingga Laksamana Muda Ibrahim terkena tembakan meriam itu dan gugur dimedan tempur.

Malahayati dengan tabah melepas kepergian suami tercinta selama-lamanya Laksamana Muda Ibrahim. Gugurnya Laksamana Muda Aceh itu sama sekali tidak diberitahukan kepada kapal armada lainnya, agar semangat pasukan lainnya tidak mengendorkan semangat juang armada Aceh lainnya

Secara diam-diam Malahayati mengenakan pakaian almarhum suaminya dan langsung mengambil alih kendali memimpin pertempuran. Hasilnya sungguh luar biasa, Tiga kapal Portugis berhasil ditenggelamkan oleh pasukan Malahayati dan dua kapal lainnya berhaail ditawan. Hanya satu kapal portugis berhasil meloloskan diri dari kepungan kapal patroli Aceh.

Satu kapal Armada Aceh berhasil di tenggelamkan oleh pihak portugis, dan dua lainnya rusak ringan akibat serangan pihak armada Portugis. Sekian banyak Rempah-rempah yang berhasil diselamatkan Armada Aceh diserahkan kembali kepada pedagang dari Banten.

Keberhasilan Malahayati dalam pertempuran melawan Portugis itu segera tersebar ke seluruh wilayah Aceh dan bahkan ke Banten. Sultan Maulana Yusuf dari Banten mengirim ucapan selamat atas kemenangan armada Aceh dan menyatakan pula kekagumannya kepada Malahayati. Di samping juga mengucapkan belasungkawa atas syahidnya suami Malahayati Laksamana Muda Ibrahim, dan juga menyampaikan rasa terima kasih karena armada laut Aceh telah menolong pedagang Banten.

Sultan Mansur Syah sebagai Raja Kerajaan Aceh saat itu mengucapkan penghargaan setinggi-tingginya atas keberhasilan Malahayati, juga atas nama rakyat Aceh menyatakan rasa belasungkawa yang besar atas gugurnya suaminya Laksamana Muda Ibrahim.

Setelah gugurnya Laksamana Muda Ibrahim, diangkatlah Laksamana Muda Mahaja Lela sebagai Panglima Armada V Aceh, dan Malahayati diangkat menjadi Wakil Panglima Armada V Aceh.

Pada tahun 1581, Raja Aceh Sultan Mansur Syah menugaskan Malahayati melakukan penyerangan ke benteng La Formosa di Malaka. 40 buah kapal perang dengan kekuatan 10.000 orang prajurit Aceh dilibatkan dalam penyerangan dibawah komado Malahayati armada laut Aceh berhasil memporak-porandakan sebahagian besar kekuatan kapal-kapal perang Portugis, walaupun belum mampu menguasai secara penuh.

Sultan Alaudin Mansur Syah menilai bahwa penyerangan armada Aceh di bawah pimpinan Malahayati itu sebagai sebuah keberhasilan yang hebat.

Sehingga pada tahun 1582 Sultan Alaudin Mansyur Syah mengangkat Malahayati menjadi Panglima Armada V kerajaan Aceh dengan pangkat Laksamana Muda.

Pada saat diangkat menjadi Laksama Muda, Malahayati masih tergolong muda yaitu berusia 22 tahun.

Bersambung ke bagian 3 "Intrik politik di Istana Aceh Darussalam"

Salam perjuangan
@suhaimiaceh