RE: Janda : antara harapan dan tantangan
Dalam kasus perceraian dan membuat seorang menjadi janda dan pria menjadi duda, sering muncul ke permukaan adalah pandangan kaum feminisme, pembelaan terhadap perempuan sering dibuat serampangan dengan menonjolkan bahwa perempuan itu mandiri dan bisa tampil lebih baik dari pria. Namun disisi lain ternyata pendapat ini menjadi bias karena menyatakan mandiri dan kuat saja tidak cukup. Asas perceraian itu adalah dilakukan dalam keadaan darurat atau solusi hukum dalam rangka menyelematkan hal yang lebih besar (maqashid al-syar'iyah) seperti nyawa, keturunan, agama dan harta, tidak hanya sebatas mempertahankan hak hukum dengan permasalahan sepele.
Menyalahkan budaya patriakhi sebagai biang pelemahan derajat kaum perempuan tidak sepenuhnya juga benar, karena buktinya budaya patriarkhi telah ada sejak dulu dan tidak menyumbang angka perceraian dalam skala besar seperti sekarang ini. Lihat saja perkara di PA Cimahi yang meningkat tajam. Data perceraian pada tahun 2015 mencapai 9.658 kasus, tahun 2016 sebanyak 11.426 kasus, dan tahun 2017 sebanyak 11.935 kasus. Kalau yang menikah 400 maka yang cerai 500 dan Pemicu utama hancurnya rumah tangga kebanyakan akibat faktor ekonomi. Kemudian karena pihak ke tiga, percekcokan rumah tangga, kekerasan rumah tangga (KDRT), pengaruh gadget, dan perselingkuhan. Ekonomi menempati posisi pertama dan kaum pria adalah rata-rata pencari nafkah utama dalam sebuah keluarga. Agak aneh ketika kaum feminis menyatakan bahwa kami terzalimi oleh laki-laki namun disisi lain mereka tergantung kepada laki-laki atau tidak menjadi patner dalam mencari nafkah.
Perlindungan hukum para janda pada dasarnya bukan untuk para jendes semata, namun penguatan perlindungan kepada perempuan. Sedari awal saat mereka memilih pasangan maka kelebihan dan kekurangan pasangan telah diketahui olehnya, tapi tetap saja ada yang kemudian menjadikan kekurangan suami sebagai alasan untuk bercerai. Semestinya keberadaan hukum perkawinan adalah untuk melindungi perempuan oleh negara, namun yang kita inginkan adalah bahwa penguatan lembaga perkawinan juga harus disokong oleh aetiap lembaga di negeri ini, bukan malah regulasi hukumnya yang terus dirongrong.
Tidak ada yang mengingkan menjadi janda dan duda, saya yakin keinginan menikah itu pasti ada dalam setiap diri janda dan duda tersebut karena sudah menjadi sunnatullah, ada pria ada wanita dan ingin bersama.
Bagi saya memperkuat keberadaan mereka adalah dengan mendorong mereka untuk menikah lagi dan membina rumah tangga kembali bukan membiarkan mereka tetap dalam keadaan janda atau duda meskplipun sebelum itu harus agak selektif biar tidak gagal lagi.
Wallahu a'lam bi al-shawwab
Terimakasih atas komentarnya bang @jkfarza.