Khanduri Blang, salah atau kearifan lokal yang masih eksis di Aceh

Aceh dikenal dengan beragam adat dan istiadat serta kearifan lokal yang masih eksis hingga saat ini. Salah satunya adalah khanduri blang (Aceh) atau dalam bahasa Indonesia di sebut kenduri Sawah. Di banyak tempat di Aceh, kenduri Blang ini masih lazim di lakukan. Bahkan masih dilakukan dengan metode yang sama seperti bertahun-tahun lalu.

Kenduri Blang adalah salah satu kegiatan yang di lakukan oleh seluruh lapisan masyarakat khususnya petani, saat hendak mulai turun sawah. Masyarakat akan berkonsultasi terlebih dahulu dengan Tungku jruen, kapan dan dimana khanduri Blang ini akan digelar. Tungku jruen adalah salah satu lembaga adat yang memiliki otoritas penuh terkait persawahan.

Sebelum hari dan tanggal yang ditetapkan untuk menggelar acara syukuran sosial ini, terutama, masyarakat dan tungku jruen terlebih dahulu menggelar rapat atau sekedar musyarawah untuk memutuskan penetapan kapan acara adat itu akan di gelar. Lazimnya, setiap desa (khusus daerah saya) ada tiga kali proses kenduri Blang ini dilaksanakan.

Pertama saat jelang hendak turun sawah. Dua Minggu sebelum ada traktor yang membajak sawah, kenduri Blang pertama di lakukan. Selanjutnya saat padi mulai berbiji, dan terakhir saat hendak jelang panen. Ini adalah bentuk rasa syukur yang di hadirkan masyarakat Aceh dalam bentuk sosial.

Kenduri Blang tersebut tidak luput dari memanjatkan doa-doa kepada sang khalik agar kehidupan masyarakat dimakmurkan, rezeki yang sedang mereka tunggu dapat dinikmati dengan barakah. Serta di bebaskan dari sejumlah hama-hama berbahaya yang rentan menyerang padi saat mulai berbiji. Masyarakat semuanya duduk dan berdoa yang di pimpin oleh salah satu Teungku Imum, sebelum acara makan bersama dilakukan.

Soal menu khenduri juga beragam, tergantung apa yang di putuskan dalam musyarawah dengan tungku jruen. Bisa itu berupa hidangan per/rantang antara masyarakat, bisa juga berupa pemotongan hewan ternak dan sebagainya. Tergantung kemampuan finansial masyarakat yang merekomendasikan.

Lazimnya setiap daerah di Aceh memiliki cara-cara yang berbeda dalam melaksanakan prosesi adat ini. Seperti yang dilaksanankan warga Aceh utara. Mereka melaksanakan dengan cara pribadi dalam kebersamaan. Setiap keluarga menyediakan perlengkapan masak dan menu sendiri yang belum matang yang di bawa dari rumah mereka.

Setiba di acara yang sebelumnya juga di lengkapi dengan doa-doa, masyarakat tersebut memasak apa saja yang dibawanya ketempat tersebut. Kemudian makan bersama-sama. Setiap masyarakat ingin menikmati rasa kuah dan menu yang berbeda dapat meminta pada tetangga atau orang sekitar.

Namun proses pelaksanaan di tempat kami di Pidie jauh berbeda dengan metode yang diterapkan di Aceh Utara itu. Biasanya setiap pelaksanaan kenduri Blang itu kami sebagai masyarakat hanya di amanah kan untuk membawa 5 bungkus nasi per KK. Untuk kuah, umumnya kami memotong dua ekor kambing atau domba. Yang terlebih dahulu telah di sepakati dengan mengutip nominal oleh tungku jruen kepada setiap warga.

Lima bungkus nasi tersebut adalah sebagai persiapan barangkali ada tamu-tamu atau anak-anak yang tidak membawa bungkusan nasi dari rumah mereka. Dengan demikian, semua tamu undangan dapat menikmati kenduri. Kenduri sawah dilakukan hanya saat petani bercocok tanam padi saja. Sampai saat ini, saya belum menemukan alasan mengapa saat petani bercocok tanam selain padi tidak dilakukan kenduri?