Magical Morning

in WORLD OF XPILAR4 months ago (edited)

1707203862995-01.jpeg

...Saya melirik Dashboard mobil, kecepatan kini menunjukkan 110 km/jam, jalanan lurus dan sepi membuat saya tergoda untuk melajukan mobil saya lebih kencang. Tidak terasa sudah 1 jam perjalanan sejak saya berangkat dari tempat tinggal saya tadi, setidaknya bagian tersulit dari perjalanan ini sudah terlewati, jalan berkelok melewati pegunungan dan hutan. Kini tinggal jalanan lurus di sepanjang perjalanan.

Rasa kantuk itu mulai muncul lagi, sebuah dilema memang ketika melakukan perjalanan di pagi buta, dengan jalanan lurus tanpa hambatan. Saya mengambil botol minuman ringan yang saya beli sebelum meninggalkan kota Manado tadi, ini sudah botol kedua. Saya meminumnya sedikit saja untuk mencoba melawan kantuk, tidak boleh terlalu banyak karena akan membuat saya berhenti kembali untuk buang air kecil.

Saya melewati jalanan di Kota kecil Amurang, Minahasa Selatan, melewati jembatan yang membela sungai. Jalanan masih sangat Gelap, saya membuka jendela mobil sedikit, mencoba menghirup udara dingin, Suatu keputusan yang bodoh karena saya menutupnya dengan segera. Hembusan angin itu justru membuat muka saya kebas karena kedinginan, dan rasa kantuk itu semakin kuat. Melewati jalan berkelok membuat mata saya kembali siaga. Ahh, Lalu muncullah sebuah ide untuk melewati Jalur berkelok-kelok saja supaya rasa kantuk ini hilang.

Saya memutuskan untuk pulang ke Kotamobagu Melewati jalur alternatif, bukan jalur utama Trans Sulawesi. Ketika tiba di Percabangan jalan trans Sulawesi, saya mengambil jalur ke kiri yang akan membawa saya menuju Motoling, kemudian Modoinding, Bongkudai kemudian Kotamobagu. Jalur ini memang lebih cepat namun saya harus melewati jalanan yang berliku melewati hutan dan jurang di kedua sisinya. Sedangkan Jika saya mengambil jalan yang lurus, jalanan akan sangat membosankan karena banyak sekali track lurus yang mungkin akan membuat rasa kantuk saya kembali datang. Selain itu Suasana pagi di pegunungan akan lebih menyegarkan, siapa tau saya juga bisa mendapatkan beberapa foto landscape di perjalanan nanti.

Jalur berkelok-kelok membuat saya siaga, rasa kantuk sudah hilang sepenuhnya, tanpa terasa saya sudah mulai memasuki wilayah Modoinding, sebuah wilayah di pegunungan dengan udara yanng terkenal sejuk dan hamparan hijau sayur-sayuran dan kentang. Modoinding adalah sentra produksi kentang di wilayah Sulawesi Utara. Konon wilayah ini dahulu memiliki udara yang cukup dingin sampai embunnya bisa membentuk es.

Saya berhenti sejenak menikmati pemandangan sunrise, sayangnya langit tertutup awan mendung dan kabut pagi. Saya kembali melanjutkan perjalanan sesekali saya berhenti mengambil gambar, ada sebuah Gubuk tempat petani beristirahat di apit oleh dua batang pohon, Di depannya; hamparan tanaman bawang daun yang tumbuh subur. Saya menggunakan lensa 50 mm untuk mengambil gambar. Di kejauhan Kabut pagi mulai turun, saya kembali melanjutkan perjalanan.

1707161081264-01.jpeg

Saya kembali berhenti ketika memasuki perbatasan Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow Timur, disini terdapat sebuah danau yang indah yaitu danau Mooat dan Hamparan Hijau ladang pertanian di sejauh mata memandang, mungkin sedikit mirip dengan pemandangan landscape luar negeri yang sering saya lihat di Instagram.

Saya mengganti lensa 50 mm saya dengan lensa Jupiter 21M dengan Focal Length 200 mm. Saya mengambil beberapa buah gambar untuk dijadikan panorama. Dan berikut adalah hasilnya.

1707161169511-01.jpeg

panorama danau Mooat, terdiri dari 7 foto

1707161274914-01.jpeg

Di seberang pemandangan ini saya melihat sebuah komposisi yang cukup menarik, namun sayang 200 mm masih tidak cukup untuk scene ini, sebenarnya saya bisa saja maju ke depan lagi jalanan yang cukup sempit dan tidak adanya tempat parkir yang memadai membuat saya mengurungkan niat untuk mendekat.

Saya kembali berjalan di jalanan sempit di tepi danau, melewati sebuah desa kecil yang saat itu mulai ramai dengan orang-orang yang akan mengangkut hasil pertanian untuk di bawah ke pasar. Saya kembali berhenti di badan jalan yang cukup lebar, kali ini pemandangan di tepi danau yang membuat saya berhenti mengambil gambar. Ada seorang nelayan yang bersiap menuju ke tengah danau untuk menangkap ikan.

1707161340801-01.jpeg

Sayangnya hanya foto ini yang cukup layak untuk saya post disini, karena beberapa scene foto ini gagal kamera shake dan out of focus.

Saya melanjutkan perjalanan, kembali mulai menanjak, kali ini Danau Mooat berada di bawah jalanan ini. Kabut mulai perlahan menghilang, menyingkap pemandangan di kaki bukit yang tadi tidak terlihat, saya kembali berhenti mengambil gambar

1707161598134-01.jpeg

Hamparan hijau dan coklat terlihat seperti papan catur di kejauhan. Namun beberapa bentuk nya tidak beraturan menjadikan scene ini sedikit abstrak.

1707161718875-01.jpeg

Lalu di seberangnya sebuah gubuk kecil yang terletak di kaki bukit menarik perhatian saya, saya harus berjalan sedikit untuk bisa mendapatkan gambar yang cukup jelas karena scene ini terhalang oleh beberapa batang pohon dan dedaunan yang ada di tepi jalan.

Pemberhentian terakhir saya adalah Danau Tondok, sebuah danau kecil yang cukup indah untuk diabadikan walaupun komposisinya cukup terbatas

1707158767701-01.jpeg

Cukup puas saya kembali berjalan, jalanan mulai menurun tajam melewati perkebunan Kopi di kedua sisinya. Saya mulai memasuki Kotamobagu saat rasa kantuk itu mulai tidak bisa saya tahan lagi, akhirnya saya tiba di rumah masa kecil saya dengan selamat. Saya menyapa ibu yang pagi itu sedang sibuk menyapu halaman rumah, kemudian mencuci kaki dan muka, berbaring di kamar, sampai terlelap, tidak ada yang membangunkan sampai waktu menunjukkan pukul 12 siang.

English Version

I glance at the car dashboard; the speed now reads 110 km/h. The straight and empty road tempts me to accelerate my car even faster. It doesn't feel like it's been an hour since I left my home earlier. At least the most challenging part of this journey is behind me now, with winding roads through mountains and forests. Now, it's just a straight road ahead.

The drowsiness is creeping in again, a dilemma indeed when traveling in the early morning with straight roads and no obstacles. I grab the bottle of soft drink I bought before leaving Manado earlier; this is already the second bottle. I take a sip just to fight off drowsiness, being careful not to drink too much as it would make me stop again for a restroom break.

I passed through the streets of the small town of Amurang, South Minahasa, crossing a bridge over the river. The roads were still very dark. I opened the car window slightly, trying to breathe in the cold air—a foolish decision as I immediately closed it. The gust of wind only numbed my face from the cold, and the drowsiness grew stronger. Navigating through winding roads brought my senses back to alertness. Ahh, then an idea emerged: to take the winding route only to shake off this drowsiness.

I decided to head back to Kotamobagu via an alternative route, not the main Trans Sulawesi route. Upon reaching the Trans Sulawesi road junction, I took the left path leading to Motoling, then Modoinding, Bongkudai, and eventually Kotamobagu. This route is indeed faster, but it involves winding roads through forests and cliffs on both sides. Opting for the straight road would be monotonous, with long stretches that might bring back my drowsiness. Additionally, the morning atmosphere in the mountains would be more refreshing, and perhaps I could capture some landscape photos along the way.

The winding road keeps me alert, and the drowsiness has completely faded. Without realizing it, I've entered the Modoinding area, a mountainous region known for its cool air and extensive green fields of vegetables and potatoes. Modoinding is a potato production center in North Sulawesi, and it's said that the air here was once so cold that dew could form ice.

I pause for a moment to enjoy the sunrise view, although the sky is unfortunately covered with cloudy overcast and morning mist. Resuming my journey, I occasionally stop to take pictures. There's a hut where farmers rest, nestled between two trees, and in front of it lies a lush field of green onions. I use a 50 mm lens to capture the scene. In the distance, morning mist begins to descend as I continue my journey.

I stopped again upon entering the border of South Minahasa and East Bolaang Mongondow. Here lies a beautiful lake called Lake Mooat and extensive green farmland as far as the eye can see, somewhat resembling the foreign landscapes I often see on Instagram.

I switched my 50 mm lens to a Jupiter 21M with a focal length of 200 mm. I took several pictures to create a panorama. Here are the results.

Across this view, I spotted a composition that seemed quite intriguing. Unfortunately, the 200 mm lens wasn't sufficient for this scene. I could have advanced further, but the narrow road and lack of adequate parking spots made me abandon the idea of getting closer.

I resumed driving along the narrow road by the lake, passing through a small village that was becoming busy with people transporting agricultural produce to the market below. I stopped again on a wider section of the road, this time captivated by the lakeside scenery. A fisherman was getting ready to venture into the middle of the lake to catch fish.
Unfortunately, only this photo is deemed suitable for me to post here, as several scenes suffered from camera shake and were out of focus.

Continuing my journey, the road starts to ascend again, with Lake Mooat now below. The mist gradually dissipates, revealing the scenery at the foot of the hill that was previously unseen. Once again, I come to a halt to capture the moment.

The expanse of green and brown resembles a chessboard in the distance. However, the irregular shapes add a touch of abstraction to this scene.
Then, across from it, a small hut nestled at the foot of the hill caught my attention. I had to walk a bit to get a clear shot as the scene was obstructed by tree branches and foliage along the roadside.
My final stop was Lake Tondok, a small yet beautiful lake worth capturing, even though its composition was somewhat limited.

Satisfied, I resumed driving as the road sharply descended, passing through coffee plantations. Shortly, I began to enter Kotamobagu when the drowsiness became unbearable. Finally, I arrived safely at my childhood home. I greeted my mother, who was busy sweeping the yard that morning, washed my feet and face, laid down in my room, and drifted off to sleep. No one woke me up until noon.


Thank You For Reading My Post and Thank You For All Curators for the Endless Support, Until Next Time, Peace✌️ and Love ❤️ from Indonesia


Here I Am Explore and Expose The Exotic, Regards @mytravelandscape

| Travel Story| Thought| Tutorial| YouTube


Makassar 6 February 2024


Unless otherwise specified, text and photos are copyright



Sort:  

Thank you, friend!
I'm @steem.history, who is steem witness.
Thank you for witnessvoting for me.
image.png
please click it!
image.png
(Go to https://steemit.com/~witnesses and type fbslo at the bottom of the page)

The weight is reduced because of the lack of Voting Power. If you vote for me as a witness, you can get my little vote.

 4 months ago 

Upvoted! Thank you for supporting witness @jswit.

 4 months ago 

Interesting! Your journey through the winding roads of Sulawesi sounds very adventurous. It's impressive how you navigated through drowsiness by taking the alternative route and indulging in the captivating scenery along the way. The photos you captured are stunning and remind of the movie the Creator. Very beautiful shots. Thank you for your entry and thank you for participating.

Magnificent landscapes, you can feel a special atmosphere of comfort there :)

Thank you very much

Cheers! :)

Coin Marketplace

STEEM 0.28
TRX 0.11
JST 0.031
BTC 68799.09
ETH 3831.96
USDT 1.00
SBD 3.63