The Diary Game, 24-25 Desember 2023: Kenangan di Kampung Halaman

Minggu 24 Desember 2023, kami berkemas sejak pagi. Segala perlengkapan seperti baju dan lainnya telah kami siapkan sejak kemarin. Saya, istri dan anak-anak masing-masing punya tas sendiri-sendiri untuk dibawa serta.

Saya sempat keluar sebentar untuk mengisi BBM mobil, dan membeli kopi di teko untuk persediaan dalam perjalanan. Ini kebiasaan saat menyetir, mengusir kantuk. Tiba di rumah, istri dan anak sudah siap dan bergegas memasukkan barang-barang ke bagasi mobil.

Pukul sepuluh lewat sedikit, mobil saya kendarai perlahan keluar kompleks perumahan di kawasan Cot Iri, Aceh Besar menuju ke pintu tol Blang Bintang. Sepanjang tol, mobil melaju mulus sampai keluar ke jalur terakhir di pintu Seulimuem. Sampai kini, jalan tol Aceh belum sepenuhnya kelar, masih terus dipacu pengerjaannya sampai ke kawasan Padang Tiji, Pidie.

_{Jalan Tol Aceh}

Keluar dari pintu tol, mobil kami meliuk-liuk melewati pergunungan Seulawah yang indah. Hujan deras menguyur sepanjang jalan, lalu kami sepakat singgah sejenak untuk makan dan minum di Warung Cek Gu. Tak lama kemudian meneruskan perjalanan, hujan semakin deras.

Sekitar enam jam lebih, saya telah tiba di rumah masa kecil. Turun mobil menyalami kedua orang tua dan memberikan sedikit oleh-oleh yang kami bawah. Setelah salat Ashar, saya dan anak-anak mengobrol dengan Ayah dan Mak.

Rumah kenangan itu terletak di Gampong Pante Baro Gle Siblah, Peusangan Siblah Krueng (dulunya Peusangan), Bireuen. Kondisi rumah tak jauh berbeda dengan dulu, semi permanen dengan halaman yang luas berhias bunga-bunga, kesukaan Mak. Di halaman belakang rumah, berbagai macam tanaman tumbuh seperti manga, sawo, kelapa, jeruk. Ada juga kandang untuk ayam yang lumayan banyak, selalu dijadikan menu makan jika kami pulang.

Rumah itu kerap sepi, karena semua anak Ayah dan Mak sudah berkeluarga. Dari lima bersaudara, hanya satu adik saya dengan istri dan tiga anak yang tinggal di rumah, itu pun hanya malam hari karena saat siangnya berjualan di toko kawasan keude Matang Glumpang Dua.

_{Rumah orang tua tempat saya dibesarkan}

Malam hari, saya ke meunasah untuk salat Magrib dan Isya. Kenangan kembali terngiang ke puluhan tahun silam, saat masih anak-anak sampai usai sekolah menengah.

Di situlah, saya menghabiskan banyak waktu untuk ragam kegiatan, dari ibadah, bermain sampai gotong-royong sambil mandi-mandi di pompa air.

Meunasah lama berbentuk rumah panggung telah berpindah ke bagian belakang. Bangunannya tetap dipelihara dengan baik. Di bawahnya jadi tempat masak-masak, area parkir bahkan kegiatan lainnya. Sebuah bangunan baru meunasah terlihat lebih elegan, dengan lantai granit lengkap kipas angin di dindingnya.

_{Bangunan meunasah lama di kampung saya}

Keesokan harinya, saya harus bertemu dengan kawan-kawan satu organisasi untuk rapat. Istri dan anak-anak minta ikut untuk menikmati kota Bireuen. Saat melewati jalanan, saya menunjukkan kepada anak-anak sebuah SMP di Matang Glumpang Dua tempat dulunya menimba ilmu. Selanjutnya memasuki Kota Bireuen, saya juga menunjukkan SMA tempat pernah menjadi siswa.

Anak-anak banyak bertanya dengan apa saya bersekolah, naik apa dan bagaimana sekolah serta banyak laiinnya. Saya menjelaskan dengan lugas kepada mereka, sambil mengenang kembali kampung halaman. []

Salam literasi
@abuarkan