Wrong Place, Wrong Time, and False Point | Salah Tempat, Salah Waktu, dan Salah Telunjuk |

in #fiction6 years ago

image


In areas hit by armed conflict, civilians are most often victims. They became victims not because they were involved as combatants, but because they were in the wrong place at the wrong time.

Sometimes, they become victims because of the wrong index finger. This is what inspired me to write a short story on the Parut di Atas Alis that was published in Tribun Jabar on Sunday, December 23, 2018.

The event that inspired this short story has been a long time and I noted it in a diary. But I just wrote a short story a few years later.

How a false index is so frightening in a lawless area. People can become victims on charges of mistakes they did not commit. Personal revenge can lead to politics, slander thrives, and suspicion is felt in every eye.

As Indonesian poet Martin Aleida once said, this paper is not to find out who is wrong. But we don't want events like this to repeat, anytime anywhere and who are the victims.

Unfortunately, the link about this short story does not yet exist in Tribun Jabar daily. I will download it on a Steemit account if I have the link.[]


image


image


Salah Tempat, Salah Waktu, dan Salah Telunjuk

Di daerah yang dilanda konflik bersenjata, warga sipil yang paling sering menjadi korban. Mereka jadi korban bukan karena terlibat sebagai kombatan, tetapi menjadi korban karena berada di tempat salah pada saat yang salah. Terkadang, mereka menjadi korban karena telunjuk yang salah mengarah.

Inilah yang menginspirasi saya dalam menulis cerpen Parut di Atas Alis yang dimuat di Tribun Jabar pada Minggu, 23 Desember 2018. Kejadian yang mengilhami cerpen ini sudah lama dan saya catat di buku harian. Namun baru saya tulis menjadi cerpen beberapa tahun kemudian.

Betapa telunjuk yang salah begitu menakutkan di daerah yang tanpa hukum. Orang bisa menjadi korban atas tuduhan terhadap kesalahan yang tidak mereka lakukan. Dendam pribadi bisa mengarah kepada politik, fitnah tumbuh subur, dan kecurigaan terasa di setiap tatapan mata.

Seperti yang pernah disampaikan sastrawan Indonesia, Martin Aleida, tulisan ini bukan untuk mencari siapa yang salah. Tetapi kita tidak ingin kejadian seperti ini terulang, kapan saja di mana saja dan siapa saja korbannya.

Sayangnya, tautan tentang cerpen ini belum ada di harian Tribun Jabar. Saya akan mengunduh di akun Steemit jika sudah mendapatkan tautannya.[]


image


image


image

Sort:  

semua bisa menikmati, dan belum tentu semua bisa merasakan hal yang sama

Justru itu yang membuat indah, karena berbeda Abu @mulawarman. Hai, sertifikat droneuh mantong bak lon. Pajan neucok?

Kenyataan yang pahit untuk Saat itu, namun itulah hidup yang harus selalu berjalan, semoga masa-masa kelam tersebut tidak akan terulang lagi di Aceh

Benar sekali @helmibireuen. Semoga tidak terulang di Aceh dan di mana pun. Pengalaman buruk..

@mukhtarilyas, ya bang @ayijufridar nasa konflik du Aceh banyak sekali salah telunjuk dan salah bisik, kondisi kini yang paling banyak salah bisik. Salam, sudah lama tidak bertautan.

Bisikan terkadang memang sangat berbahaya Bang @mukhtarilyas. Salah bisik, nyawa melayang (waktu itu).

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq

Coin Marketplace

STEEM 0.20
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 64572.94
ETH 2630.79
USDT 1.00
SBD 2.82