ELEGI IMLEK

in #esteem6 years ago

image
photo

Sudah hampir waktunya yang digembar-gemborkan mbakku sebagai hari-hari melelahkan sekaligus membahagiakan. Betapa tak lama lagi akan ada hari di mana lantai harus sebening kaca, dan debu setitik kecil tak boleh hinggap di mana pun juga. Membayangkan itu semua hatiku mendesir. Bisakah lantai ubin tua berwarna cokelat pudar ini sebening kaca. Mustahil. Lalu apa mungkin semua perabot tua yang berserakan ini akan bersih sempurna. Tidak mungkin! Lebih tidak mungkin.
Rumah tua ini hanya berdinding bata dengan cat putih yang sudah menggelupas di mana-mana, sementara ketika hujan tiba air dengan nakalnya menerobos masuk melalui celah-celah genting tua yang sudah banyak sekali lubangnya. Lalu air akan mengenang di lantai cokelatku menjadi beberapa bagian genangan bak cekungan mata air di sahara. Sempurnalah kerusakan rumah tuaku dengan perabot usang yang kadang patah ketika kududuki atau pegang. Semua melapuk tua, setua usia akong yang sudah hampir mendekati satu abad.
Heping nama tempat ini, tempat tua di sudut hiruk pikuknya Kota Canghwa. Boleh dikatakan Heping adalah jalan yang berpenghuni lansia. Semua orang tua seperti tumplek berjubel di Heping untuk menghabiskan masa tua yang indah. Ya bisa dibilang Heping adalah jalan tua berpenghuni tua dengan semua bangunan tua. Biasanya Heping layaknya jalan mati dimana hanya mata-mata tua yang mengintip dari balik kaca buram pada setiap orang yang lalu lalang sepanjang jalan itu. Begitu sunyinya hingga siang dan malam kadang berlalu begitu saja tanpa bisa kubedakan. Entah senja datang terlambat atau senja datang terlalu siang.

“Tin ... mulailah bersih-bersih. Bersihkan semua area rumah. Imlek nanti akong akan memberimu angpao.” Begitu ucapan Mbak Wati saat meneleponku dulu. Warning akan imlek dan berita bahagia akan amplop merah berisi lembaran dollar Taiwan. Ah tak sabar rasanya. 

Namun saat aku melihat akong yang terbaring dengan lemahnya rasanya apa mungkin dia akan sanggup mengulurkan selembar amplop merah saat imlek nanti. Sementara sudah enam bulan aku di sini pun dia tak pernah sepatah kata pun berbicara dan tangannya hanya merebah lungkai di samping tubuh tuanya yang juga merebah pasrah. Kelumpuhan memakunya pada tempat tidur sepanjang waktu.
Ah sudahlah! Tepiskan semua ragu dan mulai ikut geliat hidup di Heping. Bersihkanlah rumah tua ini menjadi semacam istana megah nan menyenangkan. Untuk imlek itu, untuk akongku.
Rupanya semangatku yang membuncah berbanding terbalik dengan realita. Kursi goyang rotan itu patah pegangan tangannya saat aku mencucinya. Kursi yang sudah terlalu tua dan rapuh. Bayanganku dulu akong tentu begitu bangga duduk di kursi ini sambil menyaksikan televisi yang masih berbentuk tabung dengan gambar penuh semut bersliweran kini. 
Pun sama dengan sofa tua yang busanya mencuat keluar karena kulit penutupnya penuh lubang akibat terkoyak lama. Kontras dengan meja marmer hitam yang juga sudah retak bahkan kikis pada salah satu bagian sisinya. Oh perabot tuaku. Rumah tuaku yang tak mungkin kusulap menjadi istana walau sampai tanganku patah sekalipun membersihkannya.

image
photo
Jangan menyerah Tini, Jangan! Batinku. Bayangan amplop merah berisi lembaran dollar seperti kata Mbak Wati sekali lagi mengobarkan semangatku. Hari ini akan ku buat kemilau ruang tamu ini, lalu esok berganti dapur kecilku yang juga penuh panci menghitam berkarat.

“Apa yang sudah kau bersihkan Tin?”

“Baru ruang tamu Mbak,” jawabku saat Mbak Wati meneleponku. Lalu meluncurlah berondongan kata dari bibirku tentang lantai cokelat yang tetap usang walau telah kusikat berulang, lalu kaca yang tetap buram walaupun sudah dilap berapa puluh kali, sofa yang kotor menyeramkan dengan lubang-lubangnya serta almari berisi buku-buku yang sudah kuning bahkan ada yang hitam oleh jamur dan rembesan air hujan.

“Apakah semua rumah di Taiwan begini Mbak?” tanyaku lagi penasaran.

“Tentu tidak begitu semua. Kebetulan saja kau di desa Tin, yang kau jaga itu akong yang dari keluarga biasa bukan orang kaya makanya rumahnya begitu. Sudahlah, pikirkan amplop merah saja ya.” Pesan sekaligus penjelasan Mbak Wati sedikit melegakan. Bayangan amplop merah itu kembali melambai menggoda membuat aku lupa besok akan menyikat pantat panci yang hitam berkarat.

Dan seperti apa kata takdir yang tak mungkin ingkar, panci hitam ini tetap berkarat sempurna walau tanganku telah lecet terluka menyikatnya. Berapa lama panci ini dibiarkan terabai begini? Sampai ada wajan yang seperti ditumbuhi jamur kerak besi yang amat besar. Huh. Mengeluh pun tak akan membuat panci dan wajan ini bersinar kan? Terus sikat teruslah sikat! Sekuat tenaga!
Andai bisa merapal mantra simsalabim lalu panci-panci ini berkilauan tentu aku lebih memilih keajaiban tersebut tetapi rasanya sia-sia setelah dengan segenap kekuatan menyikatnya pun pantat panci ini tetap hitam mengejek. Sungguh menyebalkan padahal keringat sudah mengalir berjatuhan menandakan begitu keras usaha yang kulakukan.
Malamnya seperti yang kuduga hujan datang dengan derasnya. Sebenarnya kata Mbak Wati ramalan cuaca itu bisa dilihat dari televisi tapi apa daya televisi yang akong punya lebih tepat disebut kotak tabung bergambar semut. Bayangan orang hanya tampak sekilas hilang tertelan jutaan semut yang memenuhi layar. Suaranya pun mirip dengungan tanpa jelas terdengar suara apapun. 

Malam berhujan dengan genting bocor dimana-mana dan aku berbaring memikirkan pantat-pantat panci yang telah membuat tanganku perih terluka. Akong sudah terlelap sedari tadi setelah aku mengganti popok dan memberinya obat. Tenang sekali tidurnya terdengar dari alun nafasnya yang teratur. Akongku yang tanpa suara dan tanpa bisa bangun dari tidurnya. Akongku yang hanya terbaring lemah memandang langit-langit kamar yang berwarna putih pudar dengan beberapa bercak kecokelatan akibat rembesan air hujan nakal.
Heping sunyi senyap. Hanya irama hujan yang mengalunkan melodinya dengan penuh penghayatan.

“Lusa adalah imlek, Tin,” kata Mbak Wati dalam telepon singkatnya sambil menceritakan usahanya yang mendapat pujian bossnya karena apartemen mereka demikian bersih sempurna.

Kadang sering kubayangkan betapa enaknya kakakku itu dimana dia punya dapur yang demikian bagus dan modern bahkan memasak pun tak memerlukan api. Kompor listrik. Belum lagi televisi yang dia bilang selebar papan tulis sekolah dengan gambar yang begitu jernih, lalu kamar mandi yang seperti berdinding kaca dengan pancuran air hangat yang setiap saat ada.
Sejenak kulirik kamar mandiku dimana air panas kadang-kadang saja adanya karena mesin pemanas itu sudah tak berfungsi normal. Kamar mandi pengap kecilku yang tetap tak bisa kubuat lebih kelihatan putih dan rapi.
Mbak Wati juga memamerkan tiga lembar amplop merah yang dia dapat dengan penuh suka cita. Aku tak berharap tepatnya tak punya harapan mendapat amplop-amplop seperti itu. Walau hati begitu ingin mendapatkan namun keyakinanku mengatakan tak mungkin. Tak akan ada amplop merah untukku.
Bersyukur Tin, bersyukurlah! Walau Heping tak seindah Taipeinya Mbak Wati tapi aku kerasan di sini. Merawat akong yang lumpuh seorang diri seperti merawat bapak yang telah pergi.
Dan hari itu tiba, malam nanti adalah malam imlek. Tampak rumah-rumah sebelah sudah rapi berhias kertas merah di pintu-pintu rumah dan hilir mudik sanak family serta anggota keluarga yang menyiapkan sembahyangan.
Rumahku tetap sepi, akong tetap berbaring menatap langit-langit kamar dalam bisunya. Apa yang dia rasakan malam imlek ini? Entah. Mungkin dia merindukan keluarganya, anak-anaknya, cucu-cucunya, para cicitnya yang sampai detik ini tak pernah kutahu keberadaannya. Hanya ayi yang sesekali datang untuk sembahyang dan mengantarkan stok makanan untuk kami, namun tak pernah sekali pun dia berbicara tentang keluarga akong.

Heping ingar-bingar saat bunyi petasan bersahut-sahutan. Ini imlek pertamaku di Taiwan dengan pengalaman paling sunyi sepanjang hidup yang kurasakan. Akong sudah berbaring namun sepertinya belum tertidur, kulihat gerakan halus kelopak matanya yang menutup membuka. Pandangannya jauh ke langit-langit kamar yang berbercak kecokelatan. Dan entah ini hanya khayalanku atau memang nyata adanya saat ada bulir bening yang meluruh jatuh dari sudut matanya.

image
photo

Akongku menangis tanpa suara hanya setitik bening yang jatuh untuk pertama kalinya kulihat. Dan aku pun seperti terseret dalam elegi kesedihannya, dunia sunyinya di tengah gelegar bunyi petasan di luar. Aku menangis sambil memegang tangannya seakan ingin mengatakan bahwa dia tidak sendirian. Ada aku di sampingnya yang ikut merasai sepinya, ikut menangis bersamanya untuk imlek yang penuh kesunyian.

“Akong jangan menangis.” Hanya itu yang sanggup kuucapkan sambil menyeka bulir bening di sudut matanya.

Padahal aku menangis terisak. Ada sesak di dada yang begitu kuat seperti menyaksikan bapak terbaring sekarat lebaran tahun lalu tanpa ibu dan Mbak Wati. Hanya aku di sebelahnya yang menangis meraung pilu merasakan deritanya saat malaikat mengambil nyawanya.
Dan rasanya air mata akong sama seperti air mata bapak yang merasakan sunyi padahal di tengah gebyar bahagia. Heping begitu bernyawa dengan ruh imleknya namun di rumah tuaku di Jalan Heping no 10 tak ada imlek yang bahagia.

“Aku tak butuh selembar amplop merah, sungguh aku tak ingin itu lagi. Aku hanya ingin akong jangan pernah menangis lagi,” bisikku lirih di telinga kirinya sambil menyeka sekali lagi bulir bening yang mengenang di sudut matanya. 

Masih diiringi bunyi petasan di luar yang bersahut-sahutan kami berdua terlempar pada satu dimensi kesedihan namun saling menguatkan.

Taipei, 20 Maret 2017

Sort:  

Hello, apa kabar @jassy? Kami resteem ke 7872 follower ya.. Apakah anda sudah mengklaim airdrop dari Byteball?. (Secercah kontribusi kami sebagai witness di komunitas Steemit berbahasa Indonesia.)

Terima kasih @puncakbukit

Posted using Partiko Android

Sedih 😭

Posted using Partiko iOS

😢😢😢😢😢😢

Posted using Partiko Android

Ikut menangis juga. Sedihnya... Tulisanmu bagus say. Ada bakat menulis yang bagus. Bikin jadi kumpulan kisah.

Posted using Partiko Android

@ristianti 😊😊😊 makasih.

Posted using Partiko Android

Congratulations @jassy! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of upvotes

Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Kok bisa dalam kotak begitu gimana mbak

Posted using Partiko Android

Aku tadi mash mau tanya kamu

Posted using Partiko Android

Terus, itu kok dah dikotak2 tulisannya gimna

Posted using Partiko Android

Post pakai hp kan

Posted using Partiko Android

Iya HP

Posted using Partiko Android

Tanpa rumus, pean nulis biasa eh copy paste dr word bukan

Posted using Partiko Android

He eh copas dari Microsoft. Ngaruh ya

Posted using Partiko Android

Mungkin juga

Posted using Partiko Android

Keren ceritanya, beneran apa hanya cerita fiksi @jassy? 😊

Fiksi Mbak @santiintan😃😃

Posted using Partiko Android

Kalaulah kisah nyata kasihan benar si kakek 😭

Posted using Partiko Android

He he separoh nyata separoh fiksi Mbak @zefy

Posted using Partiko Android

Congratulations @jassy! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of comments

Click on the badge to view your Board of Honor.
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Coin Marketplace

STEEM 0.25
TRX 0.11
JST 0.032
BTC 63478.09
ETH 3067.28
USDT 1.00
SBD 3.81