The Dreams is Come True |

in #zzan4 years ago

DSC_5156.JPG


Since adolescence, when I didn't have a lover, I often imagined a family. When asked my friends, when to get married, I quickly answered; 2000. I think 2000 is still very long. So, I had time to prepare to get married and live a different life.

And when asked how many children I wanted to have, I always answered two pairs. The answer came out without a certainty that everything would come true.

It turned out that on July 7, 2000, I finally got married in Bekasi, West Java. Our leader at that time was a native Minang man who was very cheerful in handling marriage matters, so the whole tension was liquid. He came with his wife who was also very friendly.

After the consent was granted smoothly, in the afternoon I prayed the Friday prayer at the mosque which was not far from my wife's house. We walked to the mosque.

A year later, the wife gave birth to a beautiful daughter normally, without surgery. I see, the skin is not wrinkled like a newborn. Her lips were bright red, the color of blood. The eyebrows are beautifully curved and extended. On his white hands, there were fine hairs.

Unfortunately, she already died in the womb. We are sad and devastated as a family. This is the first death in my family. I did lose my father, but I was two years old and I don't remember anything.

However, in 2002 Allah again gave me a daughter which I named Suci Idealisti Meutia. She is the first granddaughter in our family so Umi loves her a lot. Likewise with my brothers and sisters.

My third child is also a girl. But this is a repeat of the first child. He died in the womb. I still remember, his face is similar to his first brother.

So, my odd child is always taken by Allah. Our fourth child, Amira Jufri, was also born smoothly.

That's why when my wife got pregnant for the fifth time, I was a little traumatized. I said that to Dr. Nahrawi, the obstetrician who handles childbirth. Previously, I always routinely checked my wife's womb to Doctor Marzuki, a senior obstetrician in Lhokseumawe.

Alhamdulillah, the delivery was smooth. My fifth child, a man we name Muhammad Athari Jufri. We then distance the pregnancy. In addition to maintaining the condition of the wife, it also keeps the child's age from being too close together. The age difference between the first child and the next child is between four and six years.

Then the wife got pregnant for the sixth time. This time also a boy whom we named Muhammad Rafa el-Jufri. This was the hardest labor because my wife was bleeding and was in a coma for two nights in the emergency room. I experienced tremendous tension in life. Previously, as a journalist who worked in Aceh during the armed conflict, I often experienced tension. But the tension about one's own wife is very different.

I am grateful, the wife is safe and the child is also healthy. If you remember those trips, it turns out that dreams and words that come out of your mouth spontaneously come true at a later date. Hence, be careful what you say.

Lorong Asa, Tuesday, September 22, 2020


DSC_5059.JPG


DSC_5218.JPG


Impian yang Terwujud

Sejak remaja, ketika belum memiliki kekasih, saya sering berimajinasi tentang sebuah keluarga. Ketika ditanya kawan-kawan, kapan menikah, dengan tangkas saya menjawab; tahun 2000. Saya pikir, tahun 2000 itu masih sangat lama. Jadi, saya memiliki waktu untuk mempersiapkan diri untuk menikah dan menjalani kehidupan yang berbeda.

Dan kalau ditanyakan ingin memiliki berapa anak, saya juga selalu menjawab dua pasang. Jawaban itu keluar tanpa sebuah keyakinan bahwa semuanya akan terwujud.

Ternyata, pada 7 Juli 2000 akhirnya saya menikah di Bekasi, Jawa Barat. Penghulu kami waktu itu seorang lelaki asli Minang yang sangat ceria menangani masalah pernikahan, sehingga seluruh ketegangan itu cair. Dia datang bersama istrinya yang juga sangat ramah.

Setelah ijab kabul dengan lancar, siangnya saya salat Jumat di masjid yang tidak jauh dari rumah istri. Kami berjalan kaki menuju masjid tersebut.

Setahun kemudian, istri melahirkan seorang anak perempuan yang cantik secara normal, tanpa operasi. Saya lihat, kulitnya tidak keriput sebagaimana bayi baru lahir. Bibirnya merah menyala, sewarna darah. Alisnya melengkung indah dan bersambung. Di tangannya yang putih, terlihat bulu-bulu halus.

Sayangnya, dia sudah meninggal dalam kandungan. Kami sekeluarga sedih dan terpukul. Ini kematian pertama dalam keluarga saya. Saya memang pernah kehilangan ayah, tetapi ketika itu saya masih berumur dua tahun sehingga tidak ingat apa pun.

Namun, tahun 2002 Allah memberikan lagi saya seorang anak perempuan yang kemudian saya beri nama Suci Idealisti Meutia. Dia cucu perempuan pertama dalam keluarga kami sehingga umi sangat menyayanginya. Demikian juga dengan kakak dan abang saya.

Anak saya yang ketiga juga perempuan. Tapi ini pengulangan dari anak pertama. Ia meninggal dalam kandungan. Saya masih ingat, wajahnya mirip dengan kakaknya yang pertama.

Jadi, anak ganjil saya selalu diambil Allah. Anak keempat kami, Amira Jufri, juga lahir dengan lancar.

Makanya ketika istri hamil untuk kelima kalinya, saya sedikit trauma. Hal itu saya katakan kepada dr Nahrawi, dokter kandungan yang menangani persalinan. Sebelumnya, saya selalu rutin memeriksa kandungan istri kepada dokter Marzuki, seorang dokter spesialis kandungan yang sudah senior di Lhokseumawe.

Alhamdulillah, persalinan lancar. Anak kelima saya, seorang lelaki yang kami beri nama Muhammad Athari Jufri. Kami kemudian menjaga jarak kehamilan. Selain untuk menjaga kondisi istri, juga menjaga usia anak agar tidak terlalu berdekatan. Selisih usia anak pertama dengan anak berikutnya antara empat sampai enam tahun.

Lalu istri hamil untuk keenam kalinnya. Kali ini juga seorang cowok yang kami beri nama Muhammad Rafa el-Jufri. Ini persalinan yang paling berat karena istri mengalami pendarahan dan sempat koma dua malam di ruang instalasi gawat darurat. Saya mengalami ketegangan yang luar biasa dalam hidup. Sebelumnya, sebagai wartawan yang bekerja di Aceh semasa konflik bersenjata, saya sering mengalami ketegangan. Tapi ketegangan tentang istri sendiri sangat berbeda.

Saya bersyukur, istri selamat dan anak juga sehat. Jika mengingat perjalanan itu semua, ternyata impian dan ucapan yang keluar dari mulut secara spontan, menjadi kenyataan di kemudian hari. Makanya, berhati-hatilah dengan ucapanmu.

Lorong Asa, Selasa 22 September 2020.

DSC_5056.JPG


Coffee_08.jpg

Sort:  

Anak gadisnya sudah menginjak usia remaja. Siap-siap sebentar lagi bakal jadi mertua 😃
Berarti istrinya orang Bekasi ya, tadi katanya nikah disana.

Salam buat keluarga tercinta 😊

Istri lahir dan besar di Jakarta. Ayahnya keturunan Betawi dan Aceh, sedangkan ibunya asli Sunda.

Hmm, pantas saja anaknya cakep-cakep, ternyata keturunan blasteran indo 😊

Anak-anak lontuan berdarah Aceh, Betawi, dan Sunda. Tapi wajah Aceh mandum.

Iya, saya bisa melihat itu dari wajah putranya yang ada di foto wisata gunung salak. Mirip sekali dengan ayahnya, cuma kurang berisi dikit kayak saya. Sedangkann ayahnya berpostur tubuh atletis mirip CR-7 👍

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 63607.88
ETH 2506.13
USDT 1.00
SBD 2.59