Kisah "Abu Hasballah Keutapang" Ulama Kharismatik Aceh di Pedalaman Nisam | The story of "Abu Hasballah Keutapang" Acehnese Kharismatic Scholar in the Nisam Outback

---

---

Saya @taministy bersama ulama Aceh Abu Hasballah Keutapang, Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh-Indonesia.

Hari ini, Selasa [26/09/2017] saya ingin mengisahkan perjalanan ulama Kharismatik Aceh Abu Hasballah di Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara.

Teungku Hasballah Ali atau lebih dikenal dengan “Abu Hasbalah” setelah pulang mengembara dari satu Dayah ke Dayah lainnya menuntut ilmu kepada berbagai ulama, sekarang mengabdikan ilmunya dan juga memabngun sebuah Dayah Salafi bernama Darut Thalibin.

---

---

Sosok Abu Hasballah sebagai ulama sudah mulai terlihat ketika dia meninggalkan Nisam seusai menamatkan sekolah rakyat (SR), suatu pagi masih dalam basahan kesejukan embun pegunungan, lelaki itu menempuh perjalanan jauh, meninggalkan negeri Pase, menyinggahi Kuta Raja, lalu mendaki keangkeran gunung Geurute.

---

---

Disanalah, dibawah kaki Geurute, di pesisir Samudera Hindia, pada sebuah Dayah Salafi bernama BUDI (Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah) Lamno, Hasballah muda menetapkan pijakan kaki, dia memilih menuntut ilmu pada ulama dinegeri Daya, Abu Ibrahim Lamno.

Meski sering terlihat tertidur ketika sedang mengikuti pengajian, Abu Hasballah tidak lazimnya manusia lain, dia langsung bisa mengulang membacakan kitab ketika sang guru meminta, “beliau langsung bisa, ujar salah seorang teman sepengajian.”

Bakat dan kecerdasan Hasbalah terlihat jelas di pesantren Mudi Lamno, tidak heran seusai melalui kelas enam pengajian, dirinya sudah dipercaya mengajar para santri pada kelas dibawahnya ketika guru yang bertugas berhalangan.

Kepercayaan yang diberikan kepada Abu Hasballah ketika muda, merupakan sebuah pengakuan terhadap kecerdasan lelaki dari negeri Pase itu oleh para guru di negeri Daya, berbeda dengan kelaziman Tgk.rangkang (guru) yang lain, harus mempersiapkan dahulu materi pengajian, tidak demikian bagi Hasballah, dia cukup hadir diantara para santri, lalu langsung mengajar, semua materi kitab mengalir lancar dari kefasihan lidah putra Pase tersebut.

---

---

Selama mengikuti pendidikan di negeri Daya, Abu Hasballah juga sempat menjadi buruh tani bersama para santri lainnya pada sawah penduduk, pada masa panen raya, Hasballah muda menyingsingkan lengan, memegang sabit memotong setiap jumput padi dipersawahan Lamno, dari hasil pekerjaan itulah dirinya membiayai hidup selain mendapat infaq dari para penduduk.

Begitulah sekelumit perjalanan Abu Hasballah dimasa muda, pada tahun 1983 dirinya kembali ke Nisam atas permintaan penduduk

setempat untuk memimpin Dayah Darut Thalibin, sebuah Dayah yang didirikan ayahanda beliau bersama masyarakat setempat.

Perjalanan pulang kekampung halaman itu sendiri juga membawa sebuah cerita unik, tepatnya pada 27 Sya,ban, Abu Hasballah tidak langsung pulang ke Keutapang, karena didalam perjalanan itu ketika melintas disebuah desa dia melihat ada kegiatan “Peh Rapai,” padahal malam itu bertepatan dengan perayaan agama lain, jadilah Abu Hasballah meneruskan ke Panton Labu, baru kemudian dia pulang ke Nisam.

Ditengah kehadirannya mengajarkan kalam Allah di pedalaman Nisam, Abu Hasballah mendapatkan jodoh ditanah kelahiran, seorang dara Pase Mursyidah binti H.Nurdin Wahid, putri pemuka masyarakat setempat, bersedia disunting Abu Hasbalah, padahal saat itu usianya sudah tidak muda lagi, “lon pike hana so tueng le,” (saya pikir tidak ada lagi yang mau), cetus Abu Hasballah menanggapi perkawinannya itu.

Kehadiran Abu Hasballah membina pengajian kemudian terusik pada penghujung tahun delapan puluhan, pergolakan berdarah antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Jakarta pecah, perang itu mengusik ketenangan Nisam, kesejukan embun pagi di rona subuh berubah menjadi ketakutan.

Ulama Sufi Teungku Hasballah Ali

---

---

Diantara kecemasan penduduk itulah Abu Hasballah tetap bersama masyarakat, warga kala itu sudah tidak berani lagi turun ke sawah, kebun ditinggalkan, sebuah kegelisahan muncul oleh adanya sebuah anggapan, orang yang ke sawah dan berkebun dianggap sebagai informan pihak yang bertikai.

Dikala itulah dengan sendirinya Dayah Darut Thalibin menjadi tempat pengungsian warga, diantara rasa takut para warga terhadap kondisi perang, Abu Hasballah memobilisasi bantuan kepada para pengungsi dengan dibantu oleh para santri dan masyarakat lain.

Bagi masyarakat setempat, Abu Hasballah diyakini memiliki Karamah, sosok Abu hanya bisa ditemui dengan niat yang baik, pernah terjadi beberapa orang yang ingin bertemu Abu tidak kesampaian, walaupun waktu pertemuan sudah direncanakan, tetapi ada saja yang menyebabkan pertemuan itu gagal terwujud, kata Teungku Mustafa, seorang yang sering menghimpit Abu Hasballah di saat berpergian.

Abu Hasballah juga dianggap bisa memprediksi kelebihan seseorang sejak lahir dan kesuksesan seseorang dalam meniti karir, masyarakat juga percaya air rajahan Abu bisa meredam kenakalan anak-anak dan remaja, karenanya Abu Hasballah menyediakan air rajahan dari wirid yasin setiap usai shalat Maghrib untuk penduduk yang datang.

Dan beliau juga menyediakan waktu khusus untuk masyarakat di hari Jumat yang dimulai dari pagi sampai datangnya waktu shalat Jumat.

Begitulah kehidupan Abu Keutapang disela keseharian memimpin Dayah, sebuah Dayah yang jauh dari lintasan ramai, terletak tepat di pertengahan Nisam, jauh dibelakang komplek PT.Arun , bersentuhan dengan kecamatan Muara Dua dan lokasi populer Paya Cot Trieng yang pernah heboh dimasa konflik.

Nah Itulah sebatas Kisah Abu Hasballah Desa Keutapang, Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara.

English

In Nisam Outback, between the clogs of mountains and rice fields, precisely in the village of Keutapang, there is a Sufi scholar Tgk.Hasballah Ali devote knowledge on a Dayah Salafi named Darut Thalibin, after returning wandering from one Dayah to other Dayah studying to various scholars.

The young Hasballah figure as a cleric had begun to appear when he left Nisam after graduating from public school (SR), one morning still in the cooling basement of mountain dew, the man traveled far, leaving the country of Pase, stop at Kuta Raja, then climb Geurute awesomeness.

---

---

There, under the feet of Geurute, on the coast of the Indian Ocean, on a Dayah Salafi named BUDI (Bahrul Ulum Diniyah Islamiyah) Lamno, Hasballah young set footrests, he chooses to study at ulama in the State of Power, Abu Ibrahim Lamno.

Although often seen falling asleep while studying, Abu Hasballah is not an ordinary human, he can immediately repeat the book when the teacher asks, "he can immediately," said one friend of the study.

Talent and intelligence Hasbalah clearly visible in Mudi Lamno pesantren, no wonder after through sixth grade pengajian, he has been trusted to teach the students in the class below when the teacher in charge absent.

The belief given to Abu Hasballah as a youth was a recognition of the man's intelligence from the land of Pase by teachers in the country of Power, in contrast to the predominance of the other Tgk.rangkang (teachers), had to prepare the study material, not for Hasballah, he quite present among the santri, then immediately taught, all the material of the book flows smoothly from the eloquence of Pase's son's tongue.

During his studies in Daya, Abu Hasballah also had become a farm laborer with other santri on the rice fields of the population, during the harvest, Hasballah young rolled up his sleeves, holding sickle cut every rice jumput Lamno dilersed, from the work that he financed life other than got infaq from the residents.

That's how little Abu Hasballah travels in his youth, in 1983 he returned to Nisam at the request of the population local to lead Dayah Darut Thalibin, a Dayah his father founded with local people.

The journey back home to the yard itself also brings a unique story, precisely at 27 Sya, ban, Abu Hasballah not directly go back to Keutapang, because in the journey when passing in a village he saw the activity "Peh Rapai," when the night coincides with the celebration another religion, Abu Hasballah proceeded to Panton Pumpkin, then he returned to Nisam.

In the midst of his presence taught the kalam Allah in the interior of Nisam, Abu Hasballah got a mate in the land of birth, a virgin Pase Mursyidah binti H.Nurdin Wahid, daughter of local community leaders, willing to edited Abu Hasbalah, when it was no longer young, "lon pike hana so tueng le, "(I think nobody wants to), Abu Hasballah responded to his marriage.

The presence of Abu Hasballah fostered the recitation and was disturbed in the late eighties, a bloody upheaval between the Free Aceh Movement and the Jakarta Government broke out, the war disturbing Nisam's calm, the coolness of morning dew in the dawn of dawn turned into fear.

Sufi cleric Tgk.Hasballah Ali

Among the anxiety of the population that Abu Hasballah remain with the community, residents at that time did not dare to go down to the fields, abandoned gardens, an anxiety arises by the presence of a presumption, people who into the fields and gardening are considered informants of the warring parties.

It was on that day that Dayah Darut Thalibin became a refuge for citizens, among the fear of the citizens against the conditions of war, Abu Hasballah mobilized aid to the refugees assisted by the santri and other communities.

"I am only helping to ease the burden on my brothers," said Abu Hasballah once with great humility, so the presence of Abu from Nisam's gardens is in the cultivation of society.

For the local community, Abu Hasballah is believed to have Karamah, Abu's figure can only be met with good intentions, there have been some who want to meet Abu not accomplish, even though the meeting time is planned, but there are some causes that the meeting failed to materialize, said Abu Hamidan , a man very close to Abu Hasballah Keutapang.

Abu Hasballah is also thought to be able to predict a person's strengths from birth and someone's success in his career, people also believe that Abu's water can dampen the delinquency of children and adolescents, so Abu Hasballah created a special water-filled tub for the inhabitants who come every time.

Abu Hasballah is also thought to be able to predict a person's strengths from birth and someone's success in his career, people also believe that Abu's water can dampen the delinquency of children and adolescents, so Abu Hasballah made a special water-filled tub for the inhabitants who came every time.

That's the life of Abu Keutapang interrupted daily Dayah Dayah, a Dayah away from the crowded track, located right in the middle of Nisam, far behind the PT.Arun complex, in contact with Muara Dua sub-district and the popular location of Paya Cot Trieng that once rampant in the conflict.

• Salam Indonesia Steemit Community
• Salam NASC
• Salam NSC

---

---