BAB I. Pertemuan: Randa si Mungil (2)

in #story7 years ago

image

Sejak itu, beberapa kali dalam setahun ada cerita hantu gepeng terlihat di sekolah terutama di kelas lima. Aku sendiri belum pernah melihatnya.

BAGIAN (1)

“Eh, aku ada yang ingin kutanyakan... Apa Randa ingat waktu ujian dulu, ujian Ebta...,” aku mengantung kalimat karena kulihat matanya melirik tajam ke bagian kiriku. Aku menoleh mengikuti arah matanya, “Ada apa?”.

“Ah nggak. Bukan apa-apa, tanya apa tadi?”

“Itu, pas ujian akhir dulu. Kenapa tiba-tiba saja Randa marah-marah di kelas ujung? Di kelas bukit? Kulihat sendirian...,” tanyaku sambil menatapnya. Aku merasa ada yang aneh dari dirinya. Dulu ketika masih satu sekolah, aku merasakan hawa -- auranya – terasa agak suram. Tapi bukan aneh, itulah sebab aku suka menggodanya.

Ia menutup mulutnya dengan tisu dan tertawa malu. “Kok kamu bisa tahu? Kan jauh dari kelas...,” ia memiringkan wajahnya dan menatapku jenaka.

“Kebetulan. Waktu itu lagi istirahat, si Akim melempar bola kastinya kejauhan. Entah sengaja... Eh aku lihat Randa seperti marah-marah disana. Aku lihatnya dari lapangan upacara. Mau panggil ngga’ jadi...Marah sama siapa?” tanyaku sambil menyeruput coke.

“Hmm... Jangan cerita ya... Janji...,” pintanya sambil memutar-mutar tissu hingga menjadi gulungan kecil.
Aku mengangguk. Serius.

image

“Aku bisa melihat mereka. Hantu... Jangan tertawa...,” suaranya memelas tertekan.

“Serius?”

Ia mengangguk. “Termasuk perempuan yang tadi disebelah kiriku? Diluar sana?” ujarku.

Ia mendongak. Wajahnya terkejut,”Bisa lihat juga?” tanyanya. Ia seperti merasa senang memiliki orang yang sama ‘anehnya’ dengan dirinya.

“Aku tidak bisa melihat. Cuma rasa panasnya sekilas tadi di sampingku. Kemudian menjauh. Dan sekarang mendekat. Ke kanan...,” ujarku menelengkan kepala. Ia tertawa lepas. Aku hanya menyengir kuda.

“Mau lihat?” tawarnya. Aku menggeleng, “Tidak apa-apa. Aku merasa nyaman tidak melihatnya...”.

Mulailah ia mengalir bercerita, tentang kemampuannya dan bagaimana awalnya.
Randa terlahir sungsang, dari kecil – mungkin bayi—sudah bisa melihat mereka. Dulu orang tuanya tidak mengetahui kemampuan itu, sampai ketika ia mulai suka berbicara sendiri.

Sudah berapa kali dibawa ketempat ‘orang pintar’ untuk menutup kemampuannya, namun tak berhasil. Akhirnya ia pasrah, dan berusaha untuk tidak melihatnya.

“Jadi, siapa dibawah tangga dewan guru?”, aku memotong cerita. “Apa dia seorang kunti? Yang mati karena aborsi?” tanyaku

image

Ia mengangguk,”Itu kok tau?”.

“Di kelas empat. Di pohon kayu putih. Apa dia bosnya?”, kali ini Randa menggeleng.

“Itu cuma tempat ia duduk... Dia sering dibawah tangga kepala sekolah...”, tiba-tiba saja wajahnya memucat. “Sudah... Mereka marah...”, bisiknya.

Bulu-bulu halusku sebenarnya mulai meremang sejak aku bertanya mahluk dibawah tangga. Tapi, mana mungkin siang-siang mereka berkumpul...

“He..he... Kok bisa ya? Padahal kan jauh... Apa mereka punya hape juga?”, balasku ikut-ikutan berbisik.

“Aku saat itu marah dengan yang paling besar. Dia... Tidak ingin aku lulus... Aku disuruhnya tidak menjawab dengan benar... Aduh!” tiba-tiba saja ia berteriak kecil memegang pinggangnya.

Ada angin panas sesaat sebelum ia berteriak. Aku mengganguk mengerti. “Oke. Sebaiknya aku antar Randa...”, tawarku.

Ia menggeleng. “Mereka tidak senang...”.

Aku mengangguk. Mungkin mereka merasa terancam dengan pertanyaanku. “Baiklah. Simpan nomormu...” aku menyorong handphoneku dengan layar terbuka. Ia mengetikan sejumlah angka dan mengembalikan ketika selesai.

Itu awal pertemuan ku dengan Randa. Sejak siang itu, jika malam larut, aku akan mengirimkan text. Dan ia membalasnya...

#steemitbudaya
#steemitschool
#fiction
#indonesia

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 64349.20
ETH 2673.53
USDT 1.00
SBD 2.83