Pendidikan Agama (versus) Pendidikan Formal

in #steempress6 years ago (edited)

![image]() ***
[my document]
***

Salam hangat sahabat inspiratif, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan serta perkembangan zaman era teknologi modern, imbasnya kian terasa bagi kelangsungan kehidupan manusia. Terutama pada sendi-sendi agama dan moralitas. Keingin tahuan tentang agama kian terasa jauh, baik melalui sekolah-sekolah agama maupun lembaga pendidikan sekelas pesantren

Masih ingat ketika pasal 13 RUU Sisdiknas mengangkat kewajiban mengajarkan agama pada setiap anak didik?? Kala itu muncul reaksi protes bergelombang dari berbagai kalangan. Berbagai alasan dikemukakan dengan satu tujuan agar pasal tersebut tidak dicantumkan. Gelombang protes dapat dimengerti apabila pasal tersebut mengandung pemaksaan menganjarkan agama tertentu kepada orang yang telah beragama.

Padahal pasal tersebut hanya menekankan pengajaran agama pada pemeluknya sesuai agama masing-masing. Karena itu sangatlah layak. Tidak ada kemuskilan. Muncul diskriminasi pendidikan agama dengan pendidikan umum pertama kali oleh penjajahan Belanda. Belanda memandang pendidikan yang berbasis pesantren (boarding school) sebagai ancaman kekuasaan penjajahan.


![image]() ***
[my document]
***

Kekhawatiran Belanda pada saat itu adalah pesantren yang berbasis pada kekuatan masyarakat. Maksudnya adalah system pesantren yang memberdayakan peran masyarakat dalam membangun institusinya. Fleksibilitas dalam pembiayaan menjadikan pesantren dekat di hati masyarakat. Maka tidak mengherankan jika menghasilkan kader-kader militan. Pada gilirannya kader-kader tersebut menjadi pejuang mempertahankan kedaulatan bangsa dengan menentang penjajahan.

Diskriminatif atau pemisahan ruang gerak pendidikan agama dan pendidikan umum berjalan terus hingga zaman pemerintahan ORDE BARU dan bahkan hingga saat ini. Kita dapat melihat porsi pendidikan agama yang hanya berdurasi dua jam mata pelajaran saja setiap pekannya. Minimnya alokasi waktu untuk pendidikan agama di sekolah formal menjadikan gagal dalam membentuk moral atau akhlakul karimah pada setiap diri manusia

Pendidikan formal hanya bertujuan mengedepankan pencapaian nilai kognitif saja. Lihat saja kasus UAN yang hanya mengakui tiga mata pelajaran sebagai standart kelulusan. Sedangkan moral, akhlak dan budi pekerti serta kecerdasan lainnya diabaikan, bahkan nyaris tidak difungsikan lagi. Sangat pantas jika hasil moral pendidikan formal adalah moral yang bobrok. Kenakalan, perkelahian, pembunuhan dan pemerkosaan menjadi tradisi di kalangan pelajar


![image]() ***
[my document]
***

Kita dapat menyimak kasus anak SD yang memperkosa temannya di Kab. Trenggalek, anak SD membunuh anak TK di Kab. Kediri, anak SMA menculik dan membunuh temannya di Kab Blitar dan Tawuran antar Pelajar yg sering terjadi baru-baru ini serta kasus amoral lainnya yang tak terhitung lagi yang terus-menerus terjadi didalam maupun luar lingkungan masyarakat maupun pelajar

Pastinya, hasil dari pendidikan formal tidak mampu menghasilkan kedewasaan dan kemandirian. Lihat saja penumpukan pengangguran sarjana. Lebih-lebih hasil pendidikan tingkat SLTP dan SLTA tidak memiliki intergritas kepribadian sama sekali. Lulusan pendidikan formal selalu menimbulkan masalah dalam pekerjaan. Disamping itu pendidikan formal yang dikenalkan dan dibawa oleh penjajah Belanda tidak ramah lingkungan. Tidak mampu menampung aspirasi masyarakat. Cenderung memerlukan pembiayaan yang mahal. Akibatnya yang dapat menikmati hanya orang yang memiliki modal. Bahkan sekarang berkembang model pendidikan formal dijadikan perusahaan bisnis.

Berpijak pada titik lemah tersebut selayaknya kita mendiskusikan ulang keunggulan sistem pendidikan pesantren. Dari sejarah panjang pendidikan di Indonesia, sistem pesantren telah terbukti keuletan dan ketahanannya. Paling tidak kita dapat menemukan kelebihannya seperti

Pesantren selalu memberi nilai pendekatan individual sangat tinggi sehingga pengawasan moral peserta didik dapat diberlakukan selama 24 jam. Kemudian, para pengajarnya, kyai dan ustadz sebagai modelling. Mereka berperan sebagai contoh keteladanan dalam setiap prilaku, penerapan teori dalam praktek keseharian. Bahkan yang selalu diterapkan adalah konsep pendidikan learning by doing. Pembiayaan sangat murah dan terjangkau. Dan serta memiliki integritas, komotmen, kejujuran dan nilai-nilai perjuangan para insan pengelola pesantren secara keseluruhan

Hal ini berakibat pada pembentukan karakteristik peserta didik. Keberhasilan pesantren dalam membentuk kader layak dijadikan pertimbangan para orang tua dalam memilih pendidikan yang berguna bagi putra-putrinya. Terimakasih semuanya, terbersit harapan semoga tulisan ini bermanfaat, dan semoga pesantren menjadi pelabuhan terakhir dalam upaya memperbaiki agama dan moralitas

terimakasih curator bijak indonesia

@levycore dan @aiqabrago

semoga selalu sukses dalam segala hal


![image]()

VOTE WITNESS @steempress

Join Us On Discord steempress

image

Thanks For Reading PENDIDIKAN AGAMA (versus) PENDIDIKAN FORMAL please share

keep your spirit

https://steemit.com/@arispranata5



Posted from my blog with SteemPress : http://arispranata.epizy.com/2018/10/21/pendidikan-agama-versus-pendidikan-formal/

Sort:  

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by aris from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.033
BTC 64534.17
ETH 3150.15
USDT 1.00
SBD 4.01