Pendidikan Agama (versus) Pendidikan Formal
![image]() ***
Masih ingat ketika pasal 13 RUU Sisdiknas mengangkat kewajiban mengajarkan agama pada setiap anak didik?? Kala itu muncul reaksi protes bergelombang dari berbagai kalangan. Berbagai alasan dikemukakan dengan satu tujuan agar pasal tersebut tidak dicantumkan. Gelombang protes dapat dimengerti apabila pasal tersebut mengandung pemaksaan menganjarkan agama tertentu kepada orang yang telah beragama.
Padahal pasal tersebut hanya menekankan pengajaran agama pada pemeluknya sesuai agama masing-masing. Karena itu sangatlah layak. Tidak ada kemuskilan. Muncul diskriminasi pendidikan agama dengan pendidikan umum pertama kali oleh penjajahan Belanda. Belanda memandang pendidikan yang berbasis pesantren (boarding school) sebagai ancaman kekuasaan penjajahan.
![image]() ***
Kekhawatiran Belanda pada saat itu adalah pesantren yang berbasis pada kekuatan masyarakat. Maksudnya adalah system pesantren yang memberdayakan peran masyarakat dalam membangun institusinya. Fleksibilitas dalam pembiayaan menjadikan pesantren dekat di hati masyarakat. Maka tidak mengherankan jika menghasilkan kader-kader militan. Pada gilirannya kader-kader tersebut menjadi pejuang mempertahankan kedaulatan bangsa dengan menentang penjajahan.
Diskriminatif atau pemisahan ruang gerak pendidikan agama dan pendidikan umum berjalan terus hingga zaman pemerintahan ORDE BARU dan bahkan hingga saat ini. Kita dapat melihat porsi pendidikan agama yang hanya berdurasi dua jam mata pelajaran saja setiap pekannya. Minimnya alokasi waktu untuk pendidikan agama di sekolah formal menjadikan gagal dalam membentuk moral atau akhlakul karimah pada setiap diri manusia
![image]() ***
Pastinya, hasil dari pendidikan formal tidak mampu menghasilkan kedewasaan dan kemandirian. Lihat saja penumpukan pengangguran sarjana. Lebih-lebih hasil pendidikan tingkat SLTP dan SLTA tidak memiliki intergritas kepribadian sama sekali. Lulusan pendidikan formal selalu menimbulkan masalah dalam pekerjaan. Disamping itu pendidikan formal yang dikenalkan dan dibawa oleh penjajah Belanda tidak ramah lingkungan. Tidak mampu menampung aspirasi masyarakat. Cenderung memerlukan pembiayaan yang mahal. Akibatnya yang dapat menikmati hanya orang yang memiliki modal. Bahkan sekarang berkembang model pendidikan formal dijadikan perusahaan bisnis.
Berpijak pada titik lemah tersebut selayaknya kita mendiskusikan ulang keunggulan sistem pendidikan pesantren. Dari sejarah panjang pendidikan di Indonesia, sistem pesantren telah terbukti keuletan dan ketahanannya. Paling tidak kita dapat menemukan kelebihannya seperti
Hal ini berakibat pada pembentukan karakteristik peserta didik. Keberhasilan pesantren dalam membentuk kader layak dijadikan pertimbangan para orang tua dalam memilih pendidikan yang berguna bagi putra-putrinya. Terimakasih semuanya, terbersit harapan semoga tulisan ini bermanfaat, dan semoga pesantren menjadi pelabuhan terakhir dalam upaya memperbaiki agama dan moralitas
![image]()
Posted from my blog with SteemPress : http://arispranata.epizy.com/2018/10/21/pendidikan-agama-versus-pendidikan-formal/
Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by aris from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.
If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.