Susahnya Jadi Orang Jujur: Book Review |

---

Oleh Ayi Jufridar

Data Buku:
JUDUL : KORUPSI
PENULIS : TAHAR BEN JELLOUN
PENERBIT : SERAMBI ILMU SEMESTA
PENERJEMAH : OKKE KS ZAIMAR
TEBAL : 233 HAL.
HARGA : Rp25.000,-
ISBN : 978-979-024-073-5

POSISI sebagai wakil direktur perencanaan dan pembinaan di Kementerian Pekerjaan Umum di Maroko, ternyata tak membuat Murad sekeluarga hidup berkecukupan. Pengeluaran rutinnya, 10 dirham untuk taksi, makan pagi 33 dh, rokok 5 dh, kopi 5 dh, dan 54 dh untuk membeli buku anaknya.

Ayah dua anak itu bahkan sudah lama ingin berhenti merokok yang lebih didorong atas pertimbangan ekonomi daripada kesehatan. Istrinya, Hilma, sampai protes karena dihadiahi alat kontrasepsi untuk membatasi anak karena alasan biaya, sementara asisten Murad yang bergaji lebih rendah malah memiliki vila mewah, dua mobil, anak-anak bersekolah di kedutaan Prancis, bahkan berlibur ke Roma.

Sebagai bawahan Murad, kehidupan Haji Hamid jauh lebih makmur. Dia disukai para pesuruh karena pemurah. Melalui bawahannya itulah Murad mengenal komisi untuk pertama kali. Suatu hari, Haji Hamid menyerahkan satu berkas yang harus diperiksa dan ditandatangani Murad. Di dalamnya, sudah terdapat amplop tebal. Murad, yang lahir dari keluarga sederhana tetapi jujur, bingung dengan amplop tersebut. Dia sudah sukses menahan godaan sebelumnya. Banyak yang menyuapnya, tapi selalu ditolak.

Murad gagal untuk pertama kali. Sebagaimana banyak perilaku korup di negeri ini, keluarganya ikut berperan. Hilma yang sudah memberinya dua anak, selalu menudingnya sebagai laki-laki gagal. Ibu mertua Murad juga ikut menghinanya sebagai lelaki miskin.

Murad pun merasa keliru menikahi Hilma. Seharusnya ia menikahi Nadia, sepupu jauhnya yang jujur, cantik, dan lebih menghargai dirinya. Kisah menjadi lebih menarik antara lain karena hubungan gelap Murad dengan Nadi yang janda. Bersama perempuan itu, Murad mendapatkan konflik karena menolak dirinya dengan uang banyak yang diperoleh secara tidak halal. Nadia adalah tipe wanita sederhana yang lebih mengutamakan kemuliaan daripada harta benda.

---

---

Dua kali Murad menerima komisi dan tak pernah benar-benar bisa menikmatinya. Tubuhnya menolak uang haram
kendati sudah meyakini diri bahwa hal itu sudah biasa dilakukan semua orang. Bercak-bercak putih muncul di tubuhnya dan dokter mendiagnosa sebagai psikosomatis. Murad menjadi sangat khawatir dengan kondisi tersebut. Dia bisa merasakan tubuhnya secara fisik menolak masuknya harta haram. Pertentangan batin telah menimbulkan perubahan nyata dalam tubuh dengan bercak-bercak putih yang menjijikkan.

Novel yang aslinya berjudul L’Homme rompu (Lelaki yang Patah) ini diinspirasikan dengan novel Korupsi karya Pramoedya Ananta Toer (1925-2006). Dalam pengantarnya, Tahar Ben Jelloun mengungkapkan buku ini untuk memenuhi kewajiban moral kepada Pramoedya. Tahar – penulis terkemuka Prancis keturunan Maroko – pernah datang ke Indonesia untuk menjumpai Pram tetapi ia disarankan tak menemui penulis idolanya itu demi kebaikan Pram sendiri. Ketika itu, Pram memang dalam perilaku represif pemerintah Orde Baru dan sedang menjalani tahanan rumah.

Selama berada di Indonesia, Tahar membaca novel lama Pram berjudul Korupsi (1954), yang menceritakan kehidupan seorang pegawai kecil yang terjebak melakukan korupsi kecil-kecilan kemudian menjadi perilaku permanen. Pram menulis novel tersebut ketika mendapatkan beasiswa kebudayaan selama setahun di Belanda.

Bukan hanya karya ini dipersembahkan kepada Pram. Bahkan royalti yang diterima Tahar juga dipersembakan kepada sastrawan Indonesia yang dikaguminya itu. sungguh sebuah ketulusan yang amat jarang diberikan sastrawan Indonesia kepada Pram yang pernah diasingkan selama 14 tahun tanpa adanya proses peradilan karena dituduh terlihat komunisme.

Pada akhirnya, tanpa kesan menggurui Tahar mengajarkan setiap manusia akan menerima dampak dari perilaku menyimpang dari nuraninya. Hukum sebab akibat selalu berlaku dan manusia tidak boleh terjebak dengan kenikmatan sesaat, apalagi dengan merugikan orang lain. Perilaku seperti ini, sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari bahkan dilakukan banyak orang sehingga ketika ada seorang yang menolak korupsi dipandang aneh.

Buku ini hadir pada momen tepat di tengah perilaku korup yang sudah membudaya di negara kita, tak terkecuali di Aceh. Tahar berkisah tentang korupsi melalui kacamata seorang pegawai tetapi bisa dialami siapa saja dalam bentuk berbeda. Ia mengingatkan kita betapa sulitnya menjadi orang jujur, tapi ketidakjujuran pun mengandung risiko tersendiri. Manusia memiliki pilihan, dan manusia harus siap dengan risiko atas pilihannya.

Ini memang bukan buku baru. Namun, isinya akan tetap abadi sepanjang masa, sepanjang nafsu manusia masih subur untuk menggerus uang dengan haram.[]

---

---

---

---

---

Posted on RealityHubs - Rewarding Reviewers