KOMUNISME : RASA TAKUT DAN BATAS LOGIKA MASYARAKAT
30 September, terlepas dari hari maupun tahun yang berbeda-beda tetap dikenang sebagai sebuah hari luka nasional setelah tahun 1965 sampai sekarang. Sudahlah, tidak usah berbelit, kalo kamu PKI, maka kamu harus hengkang dari Indonesia. Sila pertama pancasila adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”, BUKAN “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Awamnya, bagi manusia Indonesia yang built up orde baru seperti saya memiliki keyakinan prinsipil yang sangat hakiki mengenai :
“Marxisme itu mengajarkan kalau Tuhan tidak ada, agama itu hanya obat penenang kegelisahan manusia saja sehingga Marxisme itu Jahat”
“Komunis itu manusia-manusia penganut marxisme maka, mereka tidak percaya adanya Tuhan sehingga mereka Jahat”
“Mereka tidak punya dan atau tidak percaya Tuhan maka, mereka tidak beradab, menghalalkan kekerasan, mencintai radikalisme, tidak bermoral, dan mereka terbukti jahat.”
SEDANGKAN SETIAP MANUSIA BERAGAMA DI BANGSA INI ADALAH SUCI ADANYA, ya kadang jahat tapi LEBIH JAHAT MEREKA YANG TIDAK PUNYA AGAMA, mereka biadab! (bukan lagu awkarin!!)
Bukti “(TONTON DAN HAYATI FILM G30S/PKI besutan orde baru)”
Note: Ini pemahaman yang hakiki tentang komunis di Indonesia. Saking jahatnya mereka maka mereka pantas dibumi hanguskan, bahkan jika perlu dilegalkan untuk dibantai-musnahkan saja orang tidak beradab seperti mereka.
Terlepas dari banyaknya penafsiran dan nostalgia kekejaman akhir Bulan September di republik ini, maka saya sebagai orang yang tidak menahu atas tahunya mencoba memandang tanpa harus membantai siapapun, baik kaum agamis maupun komunis.
Pernah dengar, “KOTEKA”?, pertama terespon oleh pikiran yang tahu apa itu koteka, maka akan terbayangkan wadah primitif alat kelamin pria bagi suku pedalaman di Papua. Sungguh, karena koteka, mereka primitif, beda dengan warga urban dan metropolitan yang mulai berganti model wadah alat kelamin maskulin menjadi makin feminim walaupun mereka belum merubah isinya. Mereka sangat beradab, berarti mereka baik, sedangkan yang koteker berarti primitif, maka mereka tidak beradab, itu perlu ditiadakan, perlu dimodernisasi! Ini perbandingan yang tidak empiris sebab implikasinya memang serampangan. Seserampangan pemahaman kita mengenai Komunis di tengah bangsa ini.
Sepintas lalu saya hanya melongo dengan makin banyaknya pembacaan mengenai keberadaan Komunis di Indonesia dalam model status media sosial dan media massa lainya serta haru birunya mengenai perayaan kelabu akhir bulan september secara nasional yang tidak terlalu meriah lagi semenjak BJ Habibie, terpaksa ngurus Negara ini hanya beberapa ratus hari saja dari salah satu ruang termewah istana Negara. Tetapi, coba mari kita simak sejumput tahu si awam model produkan orde baru mengenai Marxisme dan Komunisme.
“Karl Marx adalah bapak komunis”
“Karl Marx mencita-citakan masyarakat tanpa kelas”
“Komunis itu dungu atau idiot, mana ada masyarakat tanpa kelas” (Sering diperhalus dengan istilah “mereka utopis”)
Logika diatas, bisa saja benar secara logika Aristoteles. Mari kita lihat kebenaran ini berdasarkan fakta empiris. Coba baca ayat haram dari “Kitab Prinsip-Prisip Komunisme”, Ayat 23, Apa kelak sikapnya (komunis) terhadap agama yang sekarang ada? “Semua agama sampai sekarang merupakan ekspresi dari tahapan-tahapan historis dari perkembangan tiap-tiap individu atau kelompok-kelompok orang. Tapi Komunisme adalah tahap perkembangan historis yang membuat semua agama yang ada jadi tak diperlukan, dan akan menyebabkan pelenyapannya.”
Terbukti sudah bahwa komunis itu menimbulkan pelenyapan terhadap agama. Wow, sangat mengerikan bukan? Silahkan baca ulang, apakah anda mendapati kengerian “bagaimana jika”, atau anda menemukan logika empiris yang takut-takut anda katakan? Sebab, munculnya kita akan menyebabkan pelenyapan ayah kita, sungguh biadab bukan? Ini tidak mungkin empiris biologis! Ini PASTI KELIRU! Ini ketakutan dan salah paham yang umum bagi manusia Indonesia seutuhnya seperti saya. Kita harus akui. Lebih jauh lagi, mari kita pahami bersama petikan beberapa ayat haram berikut ini:
Dalam kongres kedua Liga Komunis (29 November-8 Desember 1847), Marx dan Engels membela prinsip-prinsip ilmiah yang fundamental dari Komunisme dan dipercaya membuat draf program dalam bentuk sebuah manifesto Partai Komunis. Dalam menulis Manifesto, para pendiri Marxisme itu mempergunakan dalil-dalil yang tercantum dalam Principles of Communism. (1)
Ayat 1. Apakah itu komunisme? Komunisme adalah ajaran tentang syarat-syarat pembebasan proletariat.
Ayat 2. Apakah Proletariat itu? Proletariat adalah kelas dalam masyarakat yang sepenuhnya hidup dengan menjual kerjanya dan tidak mengambil profit dari kapital manapun; yang nasib baik dan nasib buruknya, yang hidup dan matinya, yang eksistensinya, bergantung pada permintaan atas kerja – karena itu, bergantung pada kondisi bisnis yang berubah-ubah, pada perubahan-perubahan yang tak terduga dari persaingan yang tak terkendali. Proletariat, atau kelas proletar, pendeknya, adalah kelas pekerja Abad ke-19.
Gimana Brur...paham belum? Hang Tuah, yang menjadi pertanyaan di ABAD INI, masihkah proletariat ada? Anda, ya anda yang sedang membaca ini, apakah anda orang yang punya sawah, kebun, dan ladang sendiri, merawatnya sendiri, untuk kebutuhan anda sendiri dengan semua variabel kebutuhan persawahan yang juga anda produksi sendiri? Silahkan buktikan anda bukan proletariat dengan satu cara, buatlah surat pengunduran diri atas pekerjaan anda sekarang juga, dan atau paling minim kirimkanlah sesegera mungkin dalam waktu 12 jam ke depan ke atasan anda, sertakan kalimat “Saya mau wirausaha, c u on top boss!” Dengan demikian anda terbukti bukan proletariat. Njuk, saya sok tahu? Saya menghakimi anda? Saya salah pemahaman? Saya proletariat juga? Atau diam-diam saya adalah kapitalis yang menyamar untuk memata-matai kalian orang kiri yang rajin membaca artikel-artikel di OASE-Indoprogress.com. (pokoknya jika baca oase indoprogress, berarti anda kiri! Hahaha.. jika anda Ustadz, maka anda Ustadz kiri, jika anda pastur maka anda Pastur Kiri! Hahaha.. Sungguh saya bukan hakim yang bisa dimuliakan.
Apahh???, anda seorang CEO???, i am sorry boss, Silahkan uji nyali dengan jari anda sajalah. Sekarang juga ketikan dan kirimkan kepada komisaris anda melalui pesan singkat, I am done with this Chair, c u on top Boss! Hahaa.. Maka seketika anda bukan Proletariat. Wah, ini penghakiman, ini penistaan, ini tidak beradab! Bisa jadi. Tenang sajalah bos, saya tidak akan mampu menyaingi anda dalam hal beli pulsa listrik yang mewah itu. Bagi si awam ini sekedar pembuktinya konkret, tapi tidak tahu apa hasil akhir tindakan yang saya usulkan. Jadi, maksud saya kalau kita bukan tuan atas kita sendiri dalam manifestasi material dan kerja berarti kita proletariat? Bodoh sekali diri saya bukan? Tidak apalah setidaknya saya tidak terlalu munafik, naif? Mungkin, ini kan abad 21 bukan 19. Pembodohan lagi, saya dalam derajat tertentu memahami bahwa Marx bukanlah seorang komunis, dia adalah Bapak Kapitalis. Keberadaanya secara dialektik menegaskan alur sejarah kapitalisme disamping dia penulis Das Kapital, bukan Das Komunital. Yo opo ono istilah kui? (Ya, apa ada istilah seperti itu?)
Sangkaan anekdot lain adalah, penyebaran ketakutan dan penajisan atas komunisme di Indonesia adalah metode sistematis PENG-ABADIAN Kapitalisme. Jika kaum proletariat benar-benar hilang maka secara dramatis kapitalisme akan mencapai singulariti dan meniada. Sangking takutnya kapitalis kehilangan inti sari kapitalisme, yaitu kepemilikan, maka ditakut-takuti sajalah proletariat dengan “Bahaya laten komunis”. Sebab, tak kenal maka tak sayang, halah,, tak kenal maka tak tahu saja lebih masuk akal. Bagaimana korelasinya? Jika kaum proletariat belajar komunisme, terlepas akan menimbulkan efek atheis atau tidak maka kaum proletar yang budiman menjadi SADAR bahwa secara simpel, nilai kerja mereka adalah ladang nilai lebih dari kaum kapitalis maka, sontak nilai kerja akan dinaikan harganya, (ingat-ingat dan cari lagi berita tuntutan buruh berupa deodorant dan minyak wangi dalam demo kenaikan UMR) secara ekonomi dasar maka kerugian bagi kaum kapitalis. Apalagi KESADARAN proletariat tumbuh menjadi kolektif, ini berbahaya sekali bagi bisnis Tuan! Maka dari itu jangan sekali-kali BACA AYAT-AYAT HARAM KARL MARX.
Mari kita liat sisi keindahan luka nasional kita lainya. Katakanlah secara sederhana profesi luhur, Guru, di Indonesia, punya daya upaya apa terhadap kekuatan pasar bebas pendidikan? Persatuan Guru? Benarkah mereka bukan kapitalis pula atas nilai kerja guru-guru di Indonesia? Alhasil seperti Marx tegaskan Guru, Dokter, Perawat, dan profesi lainya juga menjadi buruh upahan, maka pembuktian alienasi dan penyusutan kemanusiaan atas konsekuensi hubungan manusia-uang hasil revolusi hubungan produksi dalam kapitalisme tak terhindarkan.
Borjuasi (kaum kapitalis) tidak dapat hidup tanpa senantiasa merevolusionerkan perkakas-perkakas produksi dan karenanya merevolusionerkan hubungan-hubungan produksi, dan dengan itu semuanya merevolusionerkan segenap hubungan dalam masyarakat. (2)
Pernah dengar produkan “mengejar sertifikasi” bagi Guru hasil kebajikan Negara?, adalah konsekuensi kapitalisme, maka dengan mudah memudar-hilangkan “memanusiakan manusia”, sebab manusia adalah perkakas saja, terang Marx. Sudah pernah dengar, ada anak sekolah sekali ulangan, empat bab dalam sebuah buku sekaligus, ini sangat memanusiakan manusia bukan? Sebab tidak mungkin sempat bagi ahli kejar sertifikasi untuk mengadakan penilaian harian untuk tiap Kompetensi Dasar mata pelajaran, apalagi menciptakan sesuatu yang kreatif dan menginovasi pengetahuan itu membuang waktu, dan tidak ada hubungannya dengan sertifikasi! Tidak ada hubunganya dengan tunjangan ini itu! Kelar sudah anak sekolah generasi milenial kali ini. Kemewahan kapitalisme lainya silahkan tengok kemakmuran kawan-kawan yang bekerja secara outsourcing. Terkadang saya terharu melihat kegigihan kawan-kawan sekalian dalam cermin yang menempel pada lemari baju saya.
Maka, pemahaman TERCYDUKK ini lah yang perlu kita refleksikan kembali secara akal sederhana dalam rangka mengenang perih luka nasional akhir bulan september tahun ini. 30 September, kita kenang dalam logika murahan saja lah, tidak usah muluk-muluk analisis politik menyangkut pautkan drama para serdadu negara ini berjudul, “Siapa beli senjata” mereka sudah sangat berprestasi, berpikiran logis, berpangkat tinggi, dan berpendidikan. Mungkin orang awan seperti saya tidak akan mampu mengikuti urutan episode logikanya. Sederhana saja, dari semua omong muluk-muluk si awam seperti diatas kita simpulkan dalam arena pertempuran Ketuhanan Vs Kemanusiaan adalah pembodohan tercyduk bulan ini.
Sumber:
(1) Pandu Jakasurya. Disunting oleh Ted Sprague. (23 November 2014) Diterjemahkan dari “The Principles of Communism,” Frederic Engels, 1847; Marxists Internet Archive.
(2) Marxist.org versi bahasa indonesia, Manifesto Komunis, Surat Edaran Marx dan Engels, 1848.
(3) Tajuk analisis : Benarkah Komunis Bangkit lagi?, Kristianus Antonius Saputra, Indoprogress.com, 21 September 2017.
Penulis : Denykto.
Congratulations @sosiologika! You received a personal award!
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
Do not miss the last post from @steemitboard:
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!