Mengapa Harus Dia?

September lalu sahabatku bertanya, "Apakah aku masih mencintaiya?" Jawabannya "ya". Aku belum berhenti dan akan terus mencintaiya.

Tetapi terkadang itu semua akan menyiksa perasaanku, karena ini sulit. Tapi aku mencoba untuk tidak memperdulikan hal itu, karena mencintainya suatu kebahagiaan yang belum pernah tergantikan oleh hal lain. Aku ingin bertahan dan terus bertahan, tetapi entah sampai kapan.

Mengapa harus dia? Pertanyaan yang selalu terlintas dibenakku. Setiap kali aku merindukannya, selalu ada luka yang aku rasakan, selaku ada air mata disetiap keheningan malamku. Dan selalu ada doa yang terkesan aku mengeluh.

Aku malu kepada tuhanku, yang selalu mengeluh setiap aku panjatkan doa kepada-Nya. Aku mengeluh karena aku lelah menanti suatu mimpi yang tergantung begitu tinggi, yaitu bisa memilikinya dengan halal.

Pernah aku mencoba untuk tidak terpesona setiap kali menatapnya, mencoba untuk tidak menyukai tatapannya, mencoba untuk menghilang rasa cinta yang selama ini tertanam untuknya. Namun satu sisi aku tidak mau memadamkan apinya, karna aku menikmati kelora api yang membara di dalam perasaanku saat ini

Aku geram pada diriku sendiri, rasanya aku ingin memastikan dan sekedar menyapa. "Hei, apakah kamu jodohku? Mengapa aku mencintaimu sedalam ini, dan kenapa harus kamu?"

Seketika itu aku menampar diriku sendiri. Bahwasanya aku masih punya harga diri, aku masih mempunyai perisai untuk menahan apiku saja, yaitu diam. Karena apa? Kodratnya untuk dicari, Bukankah itu kodratnya wanita?

Mungkin selama ini aku membuang-buang waktuku hanya untuk mencintainya. Lalu aku harus mencintai siapa? Entahlah.