Money Changer di Jakarta, 1947

Foto diatas memperlihatkan aktivitas money changer milik pedagang Tionghoa di depan sebuah rumah makan Tionghoa "Kam Leng" di Jakarta tahun 1947. Foto ini menarik karena menunjukkan bahwa bisnis penukaran mata uang asing di pinggir jalan sudah berlangsung sejak lama, dan masih ada hingga kini. Jika kita perhatikan di beberapa sudut Jakarta kita akan menemukan beberapa stand penukaran mata uang asing di pinggir jalan dengan etalase kecil dan payung.

Foto ini sekaligus menunjukkan bahwa komunitas Tionghoa telah menjadi bagian dari sejarah panjang Kota Jakarta. Sejak awal pendirian Kota Batavia pada tahun 1600-an etnis Tionghoa sudah mewarnai perjalanan kota, kebanyakan dari mereka merupakan pedagang dan pekerja di industri gula yang saat itu tengah naik daun. Ketika industri gula mengalami penurunan karena turunnya harga gula di pasar dunia pada tahun 1700-an, kelompok Tionghoa ikut terkena imbasnya. Banyak dari mereka menjadi pengangguran dan membebani Kota Batavia dan meningkatkan angka kriminalitas. Akhirnya VOC berupaya memindahkan mereka ke Sri Lanka, dalam prosesnya kebijakan deportasi ini menimbulkan perlawanan dan berakhir dengan pembantaian 10.000 orang Tionghoa di Batavia. Peristiwa ini dikenal dengan nama "Geger Pecinan" atau "Tragedi Angke".

Baik di masa kolonial maupun pasca kemerdekaan, keberadaan komunitas Tionghoa bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi keberadaannya dibutuhkan untuk menggerakkan perekonomian, namun di sisi yang lain juga geraknya dibatasi demi kepentingan politis penguasa.

Foto: Hugo Wilmar/ Spaarnestad