Empang di Belakang Rumah, Belut, dan Ikan Gabus

in #memancing6 years ago

Ini kali kedua saya menuliskan catatan. Hujan baru saja reda dan udara menjadi lebih dingin. Sore tadi, air di empang belakang rumah bertambah. Warnanya keruh seperti kopi instan sachetan. Beberapa tanaman talas, enceng gondok, dan genjer berayun-ayun tertiup angin. Sepi di tepi empang, hanya ricik tetes air sesekali terdengar menimpa daunan. Seperti biasa, saya memancing. Akhir-akhir ini peruntungan saya membaik, betapa tidak dalam sehari saya bisa memperoleh 2 ekor ikan gabus dan 2 ekor belut. Hasil pancingan tersebut tidak saya konsumsi, melainkan saya berikan kepada kucing-kucing saya.

Oleh sebab peruntungan tersebut, saya menjadi kecanduan memancing. Tentu saja dalih yang saya jadikan motivasi adalah mencari lauk untuk kucing-kucing saya. Sedangkan saya sendiri lebih senang makan dengan nasi, tempe goreng, dan sambal terasi. Saya dan kucing seperti memiliki komitmen bahwa relasi antara majikan dengan peliharaan adalah sebentuk tanggungjawab yang utuh; majikan (manusia) yang memelihara seperti halnya dinas sosial yang bertugas menjamin, menyejahterakan, dan mengayomi keberlangsungan bangsa kucing.

Bangsa kucing adalah bangsa yang diutus tuhan ke dunia manusia sebagai 'teman' meskipun juga ada kucing yang menjadi musuh manusia dengan melakukan kejahatan-kejahatan perang (mencuri lauk dan lain sebagainya). Sedang di rumah ini, kucing lebih sebagai teman ngobrol saya sebab saya sering gelisah ketika menonton televisi dan membaca buku-buku tebal tanpa bisa berkomentar. Dunia kucing seperti halnya dunia manusia. Mereka makan, tidur, buang air, bermain, makan, berburu, kawin, berperang, menandai wilayah, beranak-pinak, dan mati. Barangkali inilah profesi kucing yang dikodratkan dari tuhan. Semacam SK tertulis dan manusia harus menemaninya, menyisihkan rejeki dan usianya sepanjang hayat.

Kembali pada peristiwa saya memancing. Empang di belakang rumah sebenarnya tidak terlalu luas. Di sela-sela empang dikelilingi batang-batang kelapa yang menjulang. Entah dari mana ikan-ikan tersebut berasal. Konon, empang tersebut bekas galian tanah yang digunakan untuk membuat batu bata. Dalamnya kisaran satu hingga satu setengah meter. Setelah lama tidak ditimbun dan tergenang air, lama-kelamaan empang berisi ikan-ikan dan juga belut. Selain itu, karena lama empang di areal tanah tersebut tidak diurus pemiliknya, maka sampah dan semak belukar tumbuh subur. Termasuk sampah-sampah yang dibuang ke dalam empang, seperti kayu, sampah daun-daun, ranting, piring pecah, gelas, lampu mati, radio, plastik-plastik, beling, sisa sayur, dan nasi. Tidak terbayangkan isi yang diserap oleh si empang selama ini. Setelah sekian waktu tersebut, justru tidak membuat ikan-ikan dan belut yang ada mati, malah sebaliknya. Komunitas tersebut berkembang biak, beranak-pinak membuat koloni yang besar. Hal inilah yang kemudian menarik perhatian manusia, termasuk saya.

WhatsApp Image 2018-03-30 at 15.29.00.jpeg

Empang tersebut seperti memberi ruang pada siapa saja yang duduk di tepiannya. Tidak pernah marah pada siapa saja yang membuang sampah ke dalam dirinya. Termasuk mereka yang mengambil ikan dari dalam situ. Ketika saya memancing dan duduk di pokok batang kelapa, saya bisa merasakan bahwa empang tersebut memang sebuah tempat yang tenang, terisolir, dan menghanyutkan segala imajinasi. Ia seperti lembaran catatan harian yang selalu menerimamu dengan segala kediamannya yang utuh dan tanpa pamrih. Ia sediakan ikan-ikan dan segala yang dibutuhkan untuk menyendiri. Seperti sore tadi, sebelum hujan mengguyur dengan deras. Saya duduk-duduk dan mendapati kenyataan bahwa 'rasa malas' yang menyelimuti diri saya seperti gunting cukur yang diam-diam menghabiskan sisa rambut di kepala saya. Akhir-akhir ini saya dilanda rasa malas yang berat. Dunia serasa lamban dan hambar. Tidak bergairah dan menjenuhkan. Sepertinya saya sudah tidak cocok lagi dengan diri saya ini. Maka saya melakukan percakapan diam-diam.

"Apakah akan seperti ini terus kehidupanmu?" tanyaku kepada diriku.
"Aku rasa ini adalah opsi terbaik dalam masa-masa luang yang panjang dalam kehidupan. Aku menjadi diriku sendiri dan menandai bahwa tidak ada satu pun intervensi yang perlu aku cemaskan," kataku menimpali.
"Oh ya? Lalu apakah kebahagiaan hidup itu menurutmu?" tanyanya padaku.
"Kebahagiaan bagiku ya melupakan dan menunda segala yang berbau harapan. Sebab dengan harapan, segala hal menjadi lebih rentan dan terbatas," jawabku.
"Apakah kau tidak punya keinginan untuk mendapat kesuksesan hidup selayaknya mereka?" Aku menimpalinya dengan keheranan.
"Hidupku sudah bergerak jauh dari rel. Samar-samar aku hanya menatap besi panjang yang bergemuruh saat dilewati oleh kereta tanpa pernah mengerti bahwa keberangkatan tidak bisa ditunda. Saat itulah aku merasa kalah," kataku pelan. Kami terdiam. Ada perasaan yang menekan di udara. Seperti bekas letupan kecil yang menyakitkan untuk diingat.
"Ya. Sampai sekarang aku juga tidak pernah bisa merealisasikan konsep-konsep tentang hidup dan seabrek pilihan-pilihannya yang normatif. Aku selalu dibayangi ketakutan," ia berkata mendukungku.
"Mungkin kita memang perlu menyendiri di tempat-tempat semacam ini untuk kembali menelusuri jejak langkah yang telah gagal dan tidak kembali. Tentu saja bukan untuk menyesalkannya, melainkan ya menikmatinya dengan cara yang sama. Bahwa kalender sudah terlanjur dirobek. Ya, semacam itu aku kira perasaan kita," timpalku lagi.
"Kita memang bukan belut yang licin. Di kubangan yang berlumpur pun, kita tidak bisa memanfaatkannya untuk menyelamatkan diri," ia menimpali.
"Belut berlendir dan licin. Tubuhnya adalah senjata yang elastis dan kuat untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, ia terlalu polos ketika diberi umpan cacing atau anak kodok. Instingnya lebih dominan," kataku.
"Ya, begitulah hidup. Realitas harus diterima."
"Ikan gabus juga demikian. Mereka tipikal yang agresif dan rakus. Saking agresifnya, ia tidak pernah berhati-hati membedakan apakah ini makanan atau umpan mainan dari pemancing."
"Kecerobohan adalah petaka. Tapi, kebodohan bukan sebuah kodrat. Hal itu menunjukkan kurangnya pengalaman dan pembiasaan." Ia menimpaliku.
"Kukira, akulah yang kau maksud dalam hal ini," ucapku dingin.

Petang menjelang. Gerimis kembali turun. Seharian memancing dan hari sudah berubah menjadi Senin sore. Pelampung pancing bergerak-gerak dimakan, ketika ditarik ternyata seekor kura-kura air tawar menelan pancing. Sayangnya, dalam tulisan ini kura-kura tersebut lupa belum diceritakan.

Sort:  

Congratulations @jaketlusuh! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Do not miss the last post from @steemitboard:

Are you a DrugWars early adopter? Benvenuto in famiglia!
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!

Congratulations @jaketlusuh! You received a personal award!

Happy Steem Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Do not miss the last post from @steemitboard:

Downvote challenge - Add up to 3 funny badges to your board
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 63117.29
ETH 2601.03
USDT 1.00
SBD 2.76