Used but not celebrated, celebrated but not used: Happy New Year 2019 |

in #life5 years ago



Every year, in Aceh there is a ban on celebrating the new year and the community responds with pros and cons. Some agree because they consider it not part of Islamic culture. A number of arguments were delivered, supplemented by the opinions of scholars and a bit of history to strengthen the argumentation why the prohibition must be obeyed.

While those who agree, have more arguments in quiet areas or with euphemistic language and even satire. There are one or two people who dare to be labeled secular, do not support Islamic law, or even be called infidels. Forgiving fellow Muslims has become the last step when losing a debate or failing to impose thoughts on others.

I do not want to support or not support the celebration of the new year. In particular, I also never celebrated it. The definition of "celebrating" is also still vague, depending on each person. If it is meant to "celebrate" by gathering with friends and family or neighbors, without other attributes such as trumpets and fireworks as is usually the case for the turn of the year, I have several times gone through such moments. Never mind the new year, even one's own birthday is rarely celebrated — even though I still consider birthdays a special moment.

In principle, I do not like excessive and celebrations by my own standards— because every person has a different size than "excessive".




Three days ago, I was sitting in a coffee shop with my friends when a unit of open-air car containing a number of members of the Shari'a police or wilayatul hisbah socialized an appeal not to celebrate the new year 2019. The appeal followed the Aceh governor's appeal not to celebrate the new year in accordance with Islamic Aceh culture.

This is a kind of routine appeal at the end of the year in Aceh. For calendars and work schedule arrangements, Aceh and all other regions in Indonesia use the Christian year. Official holidays every weekend are also Sundays, not Fridays. However, in official letters, the Aceh Government has long used both of them, above the year of the year and below which the year of the Hijrah was listed. The printed mass media published in Aceh also adopted such a format for a long time. From the aspect of regulating various agendas, the main is still the year of the year. For the Hijriah, it is more of an artificial formality.

Is this ambiguous attitude? On the one hand it is used but is forbidden to celebrate but on the other hand it is celebrated but not used (Hijri). Muharram 1st in Aceh is usually festive with carnival celebrations and so on.

For me, I only took the positive value so as not to celebrate excessive years of reimbursement, rah-rah, and disturbing other people with noise, breaking traffic, and littering. Simply reflect and reflect. 2018 is a full year of failure for me. Hopefully 2019 will be a year of success in various fields, I hope you are too.[]






Dipakai tapi dilarang dirayakan, dirayakan tapi tak dipakai: Selamat Tahun Baru 2019

Setiap tahun, di Aceh ada larangan merayakan tahun baru Masehi dan masyarakat meresponnya dengan sikap pro dan kontra. Ada yang setuju karena menganggap itu bukan bagian dari budaya Islam. Sejumlah dalil disampaikan, dilengkapi dengan pendapat ulama serta sekelumit sejarah untuk memperkuat argumentasi mengapa larangan itu wajib dipatuhi.

Sementara yang setuju, lebih banyak berargumen di wilayah senyap atau dengan bahasa bernada eufimisme bahkan satire. Ada satu dua orang yang berani akan dicap sekuler, tidak mendukung syariat Islam, atau bahkan disebut kafir. Mengkafirkan sesama Muslim sudah jadi langkah terakhir ketika kalah berdebat atau gagal memaksakan pikiran kepada orang lain.

Saya tidak hendak mendukung atau tidak mendukung perayaan tahun baru Masehi. Secara khusus, saya juga tidak pernah merayakannya. Definisi “merayakan” juga masih kabur, tergantung masing-masing orang. Kalau yang dimaksudkan “merayakan” dengan berkumpul bersama teman-teman dan keluarga atau tetangga, tanpa atribut lain seperti terompet dan kembang api sebagaimana lazimnya perayaan pergantian tahun, saya pernah beberapa kali melewati momen seperti itu. Jangankan tahun baru, ulang tahun sendiri pun sangat jarang dirayakan—meski saya tetap menganggap ulang tahun sebagai momen istimewa.

Prinsipnya, saya tidak suka hura-hura dan perayaan yang berlebihan menurut standar saya sendiri—sebab setiap orang punya ukuran berbeda dengan “berlebihan” tersebut.




Tiga hari lalu, saya sedang duduk di warung kopi bersama kawan-kawan ketika satu unit mobil bak terbuka berisi sejumlah anggota polisi syariat atau wilayatul hisbah mensosialisasikan imbauan untuk tidak merayakan tahun baru 2019. Seruan tersebut menindaklanjuti imbauan gubernur Aceh agar tidak merayakan tahun baru yang tidak sesuai dengan budaya Aceh yang islami.

Ini menjadi semacam imbauan rutin setiap akhir tahun di Aceh. Untuk penanggalan dan pengaturan jadwal kerja, Aceh dan seluruh wilayah lainnya di Indonesia menggunakan tahun Masehi. Libur resmi setiap akhir pekan juga hari Minggu, bukan Jumat. Namun dalam surat-surat resmi, Pemerintah Aceh sudah lama menggunakan keduanya, di atas tahun Masehi dan di bawahnya tercantum tahun Hijriyah. Media massa cetak yang terbit di Aceh juga menganut format seperti itu sejak lama. Dari aspek pengaturan berbagai agenda, yang utama tetaplah tahun Masehi. Untuk Hijriyah, lebih kepada formalitas artifisial.

Apakah ini sikap ambigu? Di satu sisi memakai tetapi dilarang untuk merayakan (Masehi) tetapi di sisi lain ada yang dirayakan tetapi tidak dipakai (Hijriyah). Tanggal 1 Muharram di Aceh biasanya meriah dengan perayaan karnaval dan sebagainya.

Bagi saya, imbauan itu saya ambil nilai positifnya saja agar tidak merayakan penggantian tahun secara berlebihan, hura-hura, dan mengganggu orang lain dengan suara bising, melanggar lalu-lintas, dan membuang sampah sembarangan. Cukup instrospeksi dan refleksi saja. Tahun 2018 adalah tahun penuh kegagalan bagi saya. Semoga 2019 merupakan tahun mendulang sukses dalam berbagai bidang, saya harap Anda juga demikian.[]






Badge_@ayi.png


follow_ayijufridar.gif

Sort:  

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq

Selamat tahun baru 2019 bang @ayijufridar, semoga di tahun baru ini membawa perubahan untuk kita semua di Steem blockchain 😊 dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik tentunya 😊

Semoga kita semua mendulang sukses pada 2019 ini @ziapase. Saleum sukses.

Saleum sukses juga untuk bg @ayijufridar

Mantap !
Saya tertarik dengan prinsipnya ayi, tidak hura-hura, sejatinya kembali kepada diri masing-masing bagaimana memaknai datangnya tahun baru. Kalau saya saat ini sedang menyaksikan acara tausiyah ustadz kondang, H. Abdul Somad, di TV One memang beda 😃

Happy new year, 2019 rakan, semoga. Makin. Sukses

Saya juga tidak pernah merayakan tahun baru secara khusus @midiagam. Tapi sekadar berkumpul dan makan-makan saja pernah, tanpa secara khusus ditujukan untuk tahun baru. Hanya karena besok libur jadi bisa begadang sampai pagi.

Berkumpul dengan orang-orang terdekat, merupakan adalah hal yang sangat menyenangkan, apalagi profesi sebagai seorang jurnalis pasti sangat sibuk dengan tuntutan kerja.

Sukses terus dalam segala hal 😃

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.034
BTC 63900.40
ETH 3140.82
USDT 1.00
SBD 3.98