Para Perempuan Simpananku

in #indonesia6 years ago (edited)

Aku mengizinkan Chelsea Elizabeth Islan memasuki hidupku dengan sebuah alasan, ia punya suara serak-serak-bangun-tidur saat bicara. Mendengarnya bicara dengan intonasi seteduh naungan Samanea Saman akan memperpanjang harapan hidup. Shania Twain pasti bakal marah karena ia sudah tinggal serumah denganku sebelumnya dengan alasan serupa. Juga Widyawati yang lebih dahulu bersamaku di rumah ini belasan tahun sebelum Shania.

Begitulah hidupku bersama mereka.

Kupikir Dian Sastro yang bakal setuju. Ia sempat kaget melihatku menenteng Kura-Kura Berjanggut. “Apakah kau bersedia membacakannya untukku sebelum 'tidur'?” tanyaku. Wajahnya langsung merengut manja. Aku paham penolakannya. Selama ini setiap ada buku, ia yang selalu kebagian tugas membacakan. Aku lebih mudah menangkap menerima resonansi suaranya ketimbang Widyawati atau Shania. Kepada Dian akan kugunakan alasan penolakannya membacakan KKB sebagai pembenaran membawa masuk Dek Chelsea ke hunian kami.

Benar saja. Mustajab betul alasan itu. “Aku lagi males banget belakangan ini, Cin…” ujarnya dengan nada merengek yang sekaligus menyetujui kehadiran Dek Chelsea. Saat tiba di rumah tadi Catherine Zeta-Jones sedang mencuci baju dengan papan penggilasan. “Mesin cuci rusak!” ujarnya. Aku cuma menanggapinya dengan tampang maling yang ketangkap basah. Sebab usai laporannya soal kerusakan mesin cuci, Dek Chelsea yang berjalan di belakangku tertangkap pandangannya.

Cathy melengos. “Siapa lagi ini?! Mau berapa cewek lagi yang kamu bawa kemari?!” tanyanya sebal. “Saya Chelsea, Mbak,” ujarnya mengulurkan tangan. Aku memandangnya dengan tatapan, “Kau tau aku, ‘kan”. Cathy menyambut uluran tangan Chelsea dengan jemari berlumur busa deterjen. Selengkung senyum sinis khas latino menyungging di busur bibirnya. Ia menatapku. “Pasti suaranya yang bikin kamu membawanya kemari, mi amor!” ujarnya dengan senyum nakal. Kujawab dengan mendaratkan cubitan ke cuping hidungnya. Aku berlalu, menunjukkan kamar yang akan menjadi hunian Dek Chelsea.

Tak lebih dari 30 menit kuajak ia untuk tur ke penjuru rumah. Menunjukkan taman belakang, kolam renang, ruang meja billiard dan perpustakaan yang teletak di lantai 3. Setelahnya kuajak ia ke kamarku. Aku berbaring sekenanya. Kutunjukkan sebuah chaise lounge di seberang ranjangku. “Kau boleh mulai membacakan buku itu di situ,” ujarku.

Ia duduk. Bersandar dan merasakan tekstur para bantal yang bergelimpangan di atasnya lalu tersenyum menatapku.

Nyamanan mana sich di sini dengan di situ?” tanyanya dengan tatap nakal menggoda. Ah… dia kira aku lelaki macam apa. Sembarangan.

“Udah pasti lebih nyaman di sini, Dek,” jawabku.

“Boleh aku bergabung ke situ,” ia mulai merayu lagi.

“Apa?! Jangan! Apa kata orang nanti?! Kita belum nikah. Bukan muhrim pula. Bagaimana kalau terjadi hal-hal yang kita inginkan?! Apa kau mau tanggung-jawab kalau sampai aku kecanduan,” sergahku mencecar niat-buruknya yang bisa menodaiku.

Ia tertunduk. Rapuh. Pilu. Tampak terluka oleh kata-kataku yang menghunjam.

“Ya sudah, kalau memang kau mau tidur di kasur ini, aku baringan di situ. Macam mana? Cocok?” ujarku dengan nada membujuk. Wajahnya yang sedari menunduk menekuri ujung draped skirt berwarna hitam pudar, tangannya memilin kancing terakhir blus surplice v-neck yang ia kenakan sejak kami bertemu tadi. Mendengar tawaranku, ia segera mendongak bertukar tatap dengan mata penuh binar dan mengangguk. Senyumnya kembali menghias paras. Aku beranjak dari kasur, bertukar posisi dengannya.

Sebelum pulang aku sempat makan bakso klenger di seberang SD di dekat gerbang kompleks. Chelsea memesan bakso klenger porsi jumbo. Ternyata dia congok. Mungkin metabolismenya bagus, makanya dengan porsi seperti itu dia tetap langsing.

Aku yakin dia belum lapar. Jadi tak perlu menawarinya makan. Sambil berbaring, kudengarkan suaranya membacakan kalimat pertama KKB, “ Aku memukul lonceng tiga kali sebagai …” mataku mulai layu oleh resonansi vokal selembut eskrim.

“Tunggu! Jangan lanjutkan!” ujarku sambil menatap dalam ke retinanya. Ia membalas dengan tatapan yang seolah bertanya “Mengapa?”. Aku menjawabnya dengan memanggil seluruh penghuni rumah.

Mi sol!” seruku.

Cathy muncul. “Si, mi amor?

“Cinta!” Dian Sastro datang memenuhi panggilan.

Love!” ujarku lagi.

Shania Twain datang tergopoh.

Yes, Darling…” ujarnya.

“Cahayaku!”

Terbitlah Widyawati di lingkup pandang. Rambutnya bersanggul simple-twisted topknot. Sepasang lensa bertengger di pangkal hidungnya yang bangir. Di tangannya tercekal novel Homo Deus. Iya yang paling hening, sebab paling memahami aku. Menyunggingkan seulas senyum saja.

“Aku mau balik ke alam nyata beberapa jam. Jaga rumah baik-baik, ya… Aku titip Chelsea. Jangan judes-judes sama dia. Semoga kalian bisa membuat dia nyaman dan betah di sini. Aku tak mau insiden Deepika Padukone yang minggat terulang lagi!” seruku memberi amaran.

“Oke, Chelsea-ku yang manis. Sudikah engkau membacakannya untukku?” pintaku sepenuh hati. Ia membalasnya dengan senyum yang akan menghentikan kebuasan sekeji apapun. Suaranya mulai merambati udara, serupa kabut yang melingkupku dalam ketenangan. Suara yang hening.

“Aku memukul lonceng tiga kali sebagai peringatan terakhir bagi kapal-kapal berbendera asing untuk meninggalkan Teluk Lamuri. Lalu aku turun dari tangga dua puluh tiga Menara kabut karena bosan bertengkar dengan Kamaria yang menuduhku sedang memikirkan perempuan lain pada saat kami sedang bercinta. Bagaimanapun tuduhan itu tetap kedengaran lebih enak di telinga daripada dia tahu apa sebenarnya yang sedang aku bayangkan saat aku sedang menungganginya: membunuh Sultan Nuruddin!”

Ah… mendengarkan suaranya telah menyingkirkan tampang sangar penulisnya, buku yang mengimbangi tebal bantal itu. Saat ia menyuarakan nama Sultan Nuruddin, benakku telah mulai menggeliat di alam nyata. Suara azan Subuh tengah mengumandangkan "Ash Shalaatu Khairum Minan Naum" saat kelopak mataku mengerjap malas.

Sort:  

Memang batat kali kee😂😂😂 adzan kok tidur pulak😯 jago kali kee cari sensasi supaya orang berkomentar😂 ada yg harus kee edit sikit, tapi nggak mau kubilang, cuma aku pun yg mau baca tuntas... yg laen mana ada😛

Terpaksa awak bolak-balek baca. Kakak ini memang paleng bisssaaa bikin otak awak bekeringat.

Sedari menekuri kee carik

Selain alpanya foto Shania Twain, yang ketemu kesalahan eja, Kak. Apa aku masih melewatkan sesuatu?

Sudah beres.. genit dan sok paten sudah include semua 😉

Ngon saboh buku, mandum cewek lagak di peusapat keujih. Budok kaliiii...

Jeut ka bayangkan na padum buku bak jih? Saweub joh beu o bak jibaca buku teubai😂

Orang keren harap minggir dulu, biarkan aku yang dha'if ini berekspresi. Setidaknya sampai biawak dalam kepalaku yang hilang kembali.

Imajinasi yang nakal

Nakalkanlah imajinasi sebelum kenakalan imajinasi dipidana, Bang.

Jangan qe bajak Dian Sastro aku bang!

***Asah parang...

Ayook. Siapa takut!

HAHAHAHAHAHA...

Hahaha, tadi udah ngantuk kali kakak, baca tulisan ini dan komen2 kalian, hana jadeh teungeut!

Kamf*et kali komen2nya ya 😂😂😂

Chiroptera!

Cak kasih alasan dulu kak @alaikaabdullah, kenapa? haha

@rahmanovic, siket kamvreeet. Wkwk

Semoga kali ini Kakak nggak sedang kepingin jitak aku lagi.
:P

Ah....seru juga lamunan sdr @sangdiyus ya?

Syahdunya ide dlm mergkai cerita.

Salam prsahabtn.

Salam persahabatan, Fauzan yang sedang terlena dalam buaian. Terimakasih sudah singgah di impian yang muncul menjelang Isya tadi. Sedang belajar tertib menulis 500 kata perhari. Jadi, apapun yang melintas di pikiran, kutuliskan saja.

Ya,. Sama2, kalo kita sdg mnulis, ya tangkap aja ide yg melintas di sekeliling kita, untuk kita ikat dlm satu ikatan tulisn dan jadilah satu cerita yg mengasikkan.

Lanjutkan!!!!!

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.16
JST 0.031
BTC 59077.53
ETH 2518.13
USDT 1.00
SBD 2.48