Muara Media-Sosial Bernama Steemit

in #indonesia6 years ago

Tersebutlah sebuah kisah tentang seorang newbie di Samudra Steemit. Sebut saja newbie itu bernama Kumbang (bukan nama sebenarnya, sebab bisa saja ia bernama Umbang, Bambang atau Gelombang sekalipun). Bertanya ia pada seorang Begawan Steemit tentang rahasia sukses di steemit, sang Begawan membawa newbie tersebut berjalan ke sebuah gua di tengah rimba. Sebuah gua berlumut dengan lorong yang menyerupai labirin. Ia menunjukkan sebuah peti di sudut sebuah rongga. “Bukalah, Nak… dalam peti itu rahasia steemit kusimpan rapat,” ujar sang Begawan Steemit dengan suara parau-bergetar. Gemanya menyisakan hening, membangkitkan rasa tergesa. Si newbie bergegas membuka peti dan menemukan gulungan secarik kertas kumal berjelaga bertuliskan,

“Rahasia steemit itu sesungguhnya tiada, sebab semua telah tertulis dalam Blue Paper dan White Paper serta ulasan para pendahulu kalian, Wahai Para Newbie… Luangkan saja waktu untuk membacanya.”

***

Rasa heran mulai tumbuh saat kawan-kawan yang kukenal malas menulis rajin memposting tulisan dengan link awal https://steemit.com/@namapengguna di link. Selain itu, kawan-kawan yang sebelumnya kukenal berlatar dunia penulisan makin rajin memposting tulisan dengan platform serupa.

Suatu malam, saat tak bisa tidur karena endorfin, serotonin, dopamine dan oksitosinku bangkit bersamaan; penyebabnya, Barça membantai Madrid di Santiago Bernabeu.

Kutulislah sebuah senarai untuk berolok-olok di grup WA yang berisi penggemar Barça dan Madrid.

Beginilah hasilnya...

       <b>Izin Melapor, Komandan..</b>

Adapun hasil duel El Clasico 23 Desember 2017 adalah 0 untuk Tuan Rumah LGBT (Los Galacticos Berahi Tinggi) dan 3 untuk Barça selaku tim tamu.

Tampaknya filosofi bertamu sangat kentara dalam nuansa awal permainan. Babak pertama, El Barça selaku tim tamu sangat menghormati Madrid selaku tuan rumah... Memberi ruang bagi tuan rumah untuk menjajal kedigdayaan di wilayah pertahanan sembari sesekali memberi perlawanan. Hasilnya, Cristiano Ronaldo sukses menyumbangkan gol yang berpadu mesra dengan offside...

Sopan santun tim tamu ternyata cuma topeng untuk menutupi belang mereka sesungguhnya karena pada menit 54, Luis Suarez secara lancang telah menginjak-injak martabat tuan rumah setelah menikamkan sebilah gol ke jantung gawang tuan rumah setelah memanfaatkan peluang hasil gocekan Rakitic dan sontekan-celaka Sergi Roberto. Meja hidang langsung berhamburan dengan gelas dan piring berjumpalitan dari tempatnya, porak-poranda oleh tempik-sorak Jugadors tim tamu nan sinis dan mencubit batin. Jamuan menjelma petaka...

Permufakatan jahat Jugadors dan Seguidors Barça menggoreskan ngilu dari sebilah sembilu berlumur racun-permufakatan-jahat nan merajalela...

Nelangsa tuan rumah tak berhenti disitu sebab kelancangan tim tamu semakin jahannnammm dan sungguh melecehkan marwah LGBT adanya. Pada menit 64, kemelut dalam wujud sikap degil Lionel Messi memaksa jiwa patriotis dalam diri Carvajal untuk memblokir bola di tangannya. Wasit -yang mengabaikan bakat kiper yang terpendam di relung terdalam jiwa Carvajal- menodai rencana perayaan Natal lelaki bersahaja itu dengan sehelai kartu merah yang membuat tatapan sang patriot tuan rumah berkunang-kunang, kuyu dan tampak butuh asupan Sangobion sebagai pertolongan pertama...

Lionel Messi tersenyum culas dengan seringainya yang memuakkan nan bedebah itu... menambah geram suporter LGBT. Atmosfer benci ruman terhadapnya memenuhi vista tepi gelanggang, marwah Santiago Bernabeu telah ditektek dan dicangcang sesuka hati oleh kesadisan yang seperti sudah menjadi bawaan lahirnya. Patut diduga, menodai kehormatan stadion kebanggan LGBT itu telah menjadi kebiasaan buruk yang sangat digemarinya, seakan ia sakauw dan hana mangat asoe jika tak melaksanakan hasrat nan cabul-nista itu.

Sungguh kedurjanaan tim tamu belum berhenti, kepalehan mereka masih berlanjut pada menit akhir injury-time. Ironisnya, injury-time yang jika diterjemahkan secara sembrono berarti waktu-cedera telah dimanfaatkan secara licik-culas sebagai waktu untuk menambah derita dan nestapa serta mencederai dan menambah kepedihan LGBT selaku tuan rumah. Kalau dipikir-pikir, apa sich salahnya tak menambah gol?! Apa sich susahnya menahan diri?! Toch pertandingan tinggal beberapa detik lagi. Adalah Aleix Vidal yang memanfaatkan sontekan asyik-masyuk (lagi-lagi) Messi di menit 90(+3). Karamlah biduk impian LGBT meski pelabuhan tempat bertambat jangkar cuma berjarak sebentang-pandang sahaja.

Nada-Nada ironi dan tragispun menguar menguasai udara saat wasit meniup peluit yang bagi fans LGBT lebih mirip suara sangkakala karena impian menambah 3 poin telah meusipreuk... meuhambooo... meutabue... dan meujungkat-idang di bawah injakan gambir sepatu tim tamu nan durjana. Semua suara yang tertangkap seolah berada dalam nada GMinor di telinga mereka. Piring-gelas berpecahan, cerana dan tepak-sirih berhamburan oleh gegap-gempita perayaan kemenangan tim tamu...

Batin para punggawa dan penggemar LGBT koyak-moyak berlumur dendam-kesumat, tiap mata mereka menatap nanar dengan kepala takluk-tunduk, garis-senyum di wajah tertekuk oleh selaksa beban duka. Sungguh mereka membutuhkan bahu-jalan untuk menyandarkan kepala, sebab bahu masing-masing telah terlalu lunglai untuk sekedar mengganjal beban di benak sesamanya.

Sungguh miris menyaksikan ironi tuan rumah bersanding dalam satu layar dengan peuranguy Jugadors tim tamu dan para Seguidorsnya. Tengik nian sikap mereka nan tanpa secuilpun menunjukkan spirit welas-asih maupun ahimsa.

Tidakkah semestinya El Barça memahami bahwa saat itu LGBT tengah mengusung jargon Tamu adalah Raja...?!

Demikian Diyus melaporkan hasil investiganjen dari keheningan kebun kopi Tanoh Gayo...

Tak ingin membagi dalam lingkup grup saja, kukirimlah catatan itu ke sobat kentalku yang lebih kental dari minyak Tancho, sesosok lelaki krak Aceh Rayeuk yang terlanjur bernama Rima Syahputra. Ia membalas dengan emoticon tawa ngakak. Kubalas lagi, “Kirim ke Bang Win Wan Nur, Rim…” ujarku iseng.

“Hahahahahaha… diparang aku nanti,” balasnya.

“Lemmmahhh…” ejekku.

Lantas ia mengirimkan sebuah link: https://steemit.com/

Join kemari, Diyus. Di sini, setiap tulisan memperoleh rewards,” katanya.

“Itu cuma tulisan iseng. Manalah masuk standard orang ‘tu,” jawabku sambil mengira bahwa steemit adalah media online yang berisi artikel atau berita serius.

“Steemit itu kayak Facebook, Diyus… Isinya akun-aku personal, saling upvote dan memberi rewards bagi tulisan teman lainnya.

“Ooo… Baik,” jawabku datar. Percakapan tersebut berlangsung 24 Desember 2017. Malam itu juga kucoba mendaftarkan akun.

image

Kelusaan harinya, tepat di saat peringatan duka tsunami yang mulai dihelat sejak 2005 silam, sebuah email masuk:

image

Setelah beberapa waktu kemudian aku baru sadar, bahwa approval yang kudapat tergolong kilat berbanding dengan ‘nasib’ kawan-kawan lain yang cukup tabah menanti hingga berminggu-minggu, bahkan Mahlizar mesti mencadangkan kesabaran hingga 3 bulan saat menanti proses approval. Keluhan tentang lamanya approval kerap kudengar dari kawan-kawan, diikuti dengan pertanyaan, “Punya Abang koq cepat ‘kali di-approve?” tanya Fitrah.

“Mungkin sesuai dengan amal-ibadah,” jawabku asal ceplos. Aku yakin si Fitrah langsung mual mendengar jawabanku.

Andi Lancok juga turut menjadi rujukanku. “Kutengok Bung aktif ‘kali di steemit…” ujarku dengan kalimat menggantung.

“Hahahahahaha…” jawabnya bikin aku tambah penasaran.

Nulis di steemit.com ngeri…” pancingnya lagi.

“Kenapa ngeri?” tanyaku tak sabar.

“Bang Risman dan Taufik Mubarak, aktif juga di steemit,” jawabnya bikin aku tambah bingung. Nama yang disebutkan Andi Lancok memang sudah sejak pertama kukenal aktif menulis. “Susah WA lagi di jalan. Tulisan dan karya kita dihargai. Intinya itu,” tambahnya.

Saat sudah tak sedang berkendara, Andi lantas membandingkan kemediasosialan steemit dengan facebook. Menurutnya, di facebook kita cuma memperoleh like; sementara di steemit, dengan kebutuhan jumlah kalori yang –patut diduga– sama besar, sekali pencetan dengan like, kita bisa mendulang pendapatan dalam bentuk SBD atau memberi pemasukan bagi kawan atau pembuat konten yang menarik minat.

Sebagai pelengkap bumbu provokasi, Andi menyebut, 1 SBD sama dengan Rp 130.000.000. Belakangan aku baru paham ia terlalu bersemangat mengetik 3 nol terakhir. Namun, bagiku jumlah Rp 130.000,- per SBD juga masih cukup fantastis. Kupikir, kalau di facebook aku bisa bikin status panjang untuk menyenangkan hati orang, di steemit mungkin saja aku bisa mengenyangkan rekeningku.

Taraaa…

Saat ‘lamaranku’ telah diterima, tibalah saat memposting sesuatu. Akhirnya topik Pinang Telangke kupilih sebagai postingan awal. Bagiku, benda tradisional ini meniliki nilai magnitude yang cukup untuk menyedot perhatian pembaca. Debutku menuai hasil $0.05, 14 upvotes, komentar dan 67 peninjau (viewer).

Usai mengirim link tulisan tersebut ke beberapa kawan, Andi merespon dengan memberi tips soal tagging. Ia menyarankan pemasangan tag. “Yus, usahakan buat tag Indonesia di awal. Untuk tulisan awal harus perkenalkan diri dulu,” tambahnya. Tag pertama harus introduceyourself, Indonesia, life dan steemit,” katanya lagi.

Hmmm… ternyata ini wahana baru yang menarik untuk kujelajahi. Mulanya aku menyangka steemit semacam rimba, tapi ternyata ia adalah lautan. Sebab, Wak Safri sempat berkomentar:

“Welcome to steemit, Wak Diyus. Semoga sabar melalui proses dan sukses bersama. Kita hanya ikan kecil atau plankton di lautan steemit yang sangat luas. Banyak ikan-ikan lain dari paling terkecil sampai terbesar yaitu paus,” tulisnya di kolom bagian bawah postingan keduaku.

Lho… ada apa ini? Tempat apa sich steemit ini sampai perlu menggunakan kesabaran segala?! Steemit ini media-sosial atau Kementerian Kelautan dan Perikanan? Apakah Bu Susi Pujiastuti punya akun steemit?! Akhirnya, deretan pertanyaan itu cuma kutelan sendiri. Sebaris ungkapan bijak yang tak kutau siapa pencetusnya melintas di kepala, “Waktu akan menjawab segalanya.”

Benar saja. Cuma berselang beberapa hari saja telah terjawab. Hari. Ya… hari. Satuan waktu yang telah disepakati sebagai akumulasi dari 24 jam, 1.440 menit, 86.400 detik. Waktu benar-benar menjawab rasa penasaran saat melihat postingan Wali Nanggroe-ku di Lasykar Hambo, Fardian menuai (saat itu) $ 20.88 cuma dalam tempo 1 jam. Gila! Memang bukan postingan introduceyourself dengan pendapatan terbesar, tapi lebih besar dari aku. Keedanan itu masih diikuti dengan reputasinya yang semula 25 melonjak drastis menjadi 38. Ada apa ini?! Lagi-Lagi aku mesti menumpahkan ribuan liter kekaguman pada kemampuan risetnya. Ia memulai segala sesuatu dengan riset. Mungkin termasuk bagaimana cara bersin yang baik, benar dan bermanfaat turut dirisetnya secara mendalam.

Bagi aku yang memulai teknologi telekomunikasi sejak era surat, wesel pos dan telegram (jaman old, bukan jaman now), rasa syukur atas lompatan besar teknologi komunikasi jarak-jauh telah mencapai batas maksimum. Rasa syukur itu kugunakan untuk secara intensif kugunakan berkomunikasi dengan Wali Fardian. Artikel perkenalan dirinya menjadi pelajaran penting. Betapa aku menjadi tersangak saat berhasil memahami logika dan rasio yang bersembunyi di balik steemit. Tulisan yang semestinya akan tampak seperti hieroglyph bagiku itu mampu tercerna otak semudah lambungku memetabolisme pepaya matang.

Sadarlah aku, steemit adalah sebuah lautan yang mesti dipahami dengan navigasi, stamina dan daya tahan seorang pelaut. Tak pernah ada pelaut ulung yang lahir dari ombak tenang.

“Pertama-tama, harus dipahami bahwa steemit itu game,” ujar Wali Fardian. “Tujuannya supaya kita bisa merancang strategi dan nggak cepat bosan atau stag,” tambahnya. Ia melanjutkan dengan uraian mengenai sistem mata uang digital. Sebelumnya aku cuma pernah dengar BitCoin, namun ternyata mata-uang kripto berjumlah puluhan.

“Di steemit ini kita mining juga seperti menambang di BitCoin, tapi yang kita lakukan adalah soft-mining,” ujar Bang Bahagia Arbi saat ngopi bersama dengan Mahlizar dan Dr Razack di MERABATA Café, Takengon.

Beberapa pertemuan membuatku merumuskan kesimpulan:

  1. Steemit adalah media sosial. Layaknya media sosial, steemit menuntut pemenuhan persyaratan media dalam pengertian ada materi konten yang bisa memperoleh respon upvote. Materi media tersebut dapat berupa tulisan, citra (foto dan video), suara, cuitan bahkan komentarpun berpeluang mendapatkan upvote dari pengguna lain. Unsur sosial (atau katakanlah gaul) akan menentukan betapa interaktif respon berupa komentar dan berapa besar nilai upvote sebuah konten setelah bertengger 7x24 jam di blog kita masing-masing. Jadi aspek seberapa gaul (online maupun offline) tiap pengguna akan menentukan hasil. Tiap orang memiliki orientasi berbeda saat membuat konten; Ada yang ingin berekspresi dan menuai apresiasi komentar saja, ada yang ingin berekspresi untuk menuai SBD, ada pula yang ingin berekspresi demi menuai SBD dan apresiasi komentar. Aku memilih 3 hal tersebut, sebab belum ada aturan yang melarangnya;

  2. Steemit memberi reward(s) dalam bentuk uang digital. Imbalan yang kita peroleh dari steemit adalah wujud dari interaksi sosial kita dengan sesama pengguna. Masing-Masing pengguna tidak dapat menghakimi motivasi upvote pengguna lain. Sejauh ini, kualitas konten (memiliki magnitude, mengandung kebenaran universal, unik, lucu dan janggal) bukanlah hal yang paling menentukan. Sebab, tiap pengguna yang mengapresiasi sebuah konten postingan memiliki motivasi berbeda dalam mengarahkan kursor ke tombol upvote;

  3. Reward(s) yang diperoleh user berasal dari perhatian user dalam bentuk upvote. Tiap pengguna memperoleh peran yang setara, menjadi juri penentu upvote saat berposisi sebagai pembaca dan/atau pendengar dan/atau pemirsa setiap konten;

  4. Steemit adalah penambangan mata uang dalam ranah cryptocurrency. Merujuk pada pernyataan Bang Bahagia Arbi, “Steemit adalah proses penambangan-lunak cryptocurrency dengan menjadi kreator konten”.

  5. Steemit adalah lautan, habitat yang berpopulasi plankton, minnow, orca hingga whale. Kemampuan beradaptasi dan daya simbiosis mutualisme menjadi penting untuk bertahan, tumbuh dan berkembang. Memahami karakter tiap spesies menjadi syarat yang sukar ditawar, sebab tiap jenjang ke-ikan-an memiliki kecenderungan berbeda. Sebagai bukti, aku yang memulai ber-steemit dengan gairah menulis mesti menggali keragaman selera pembaca. Sayangnya, atau mungkin kabar baiknya, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tak memiliki yurisdiksi di steemit. Jadi, intervensi legal-formal negara tak bisa dijadikan landasan nepotisme untuk membangun hubungan dengan para whale yang memiliki kuasa teritorial-virtual di steemit.

Sebagai insan yang memandang steemit sebagai sebuah taman bermain, aku mencoba mengurai praduga:

Membangun Persekutuan dan Jaringan

Steemit adalah taman bermain berpotensi laba yang berlandas konten semua bentuk data digital, dari sekedar berbagi panorama melalui foto hingga cerita tentang Kiat Merebus Air. Syarat dasarnya adalah pergaulan dan kegaulan; selera kawan yang juga berarti selera pasar sangat menentukan penghakiman berupa upvote atau pengabaian.

Berinvestasi dan Mendulang Laba

Anda tak suka menulis, tak suka berbagi kisah melalui foto lokasi jelajahan, tak pintar bikin program, tak suka bercuit ria, tak rela memajang diri sebagai pelaku dalam video dan tak suka satir dalam bentuk meme? Ini kabar yang layak disimak sebagai keunikan (jika terlalu kejam untuk disebut anomali) di tengah kegirangan bermedia-sosial. Namun, Anda masih punya ruang untuk berinvestasi dengan menjadi penyokong akun rekan terpercaya. Gampangnya, jika Anda tak suka menjadi pencipta konten, steemit masih menyediakan ruang partisipasi berupa investasi.

Membangun Kepedulian dan Berbagi

Sebuah postingan yang sudah kulupa menunjukkan bahwa komunitas bisa berdonasi dengan menyumbang upvote di sebuah konten yang mengabarkan mengenai musibah kebakaran. Bayangkan, dengan satu gerak jari telunjuk di kursor, Anda telah berpartisipasi dalam sebuah tindakan amal. Kecil dan sepele bagi Anda, namun bermanfaat bagi korban.

Mengokohkan Fondasi Maklum di Depan Cermin

Poin ini kutulis untuk berupaya menghibur steemians yang secara objektif memiliki kualitas konten mumpuni. Keluh-kesah mengenai ironi “Konten bagus peng-upvote sedikit, atau konten biasa saja (jika tak elok menyebutnya buruk) tapi peng-upvote-nya malah luarbiasa…” sudah kerap kubaca.

Mungkin penting mengevaluasi mengenai kecenderungan pembaca, pendengar dan pemirsa kita masing-masing. Atau mungkin perlu meninjau kembali bagaimana kegaulan kita di antara para steemians lain untuk menghidar dari kegalauan sejenis. Sebab, kita tak mampu mengendalikan aksi, reaksi dan sikap orang terhadap konten kita, tetapi kita mampu mengoreksi aksi, reaksi dan sikap kita terhadap orang lain.

Sepertinya mendekati mustahil jika kita (selaku kreator konten) memandang steemit sebagai sarana menangguk laba ketika konten yang kita jadikan komoditas bertentangan dengan selera pasar, para pengguna. Toh masih ada pengguna yang suka dengan konten serius dan berbobot. Pertimbangkan juga mengenai kejenuhan para pengguna lain akibat aktivitas hidup yang terlalu serius.

Beatles dan Steemit (Samasekali Bukan Kosmologi

Mulanya kukira steemit berasal dari ‘steem’ dan ‘it’. Parahnya lagi, kukira kata ‘steem’ berarti uap atau kukus, ternyata ‘steam’-lah yang berarti uap atau kukus. Kemalasan memeriksa kamus menjadikanku memelihara kesesatpahaman. Sempat juga terpikir (saat masih tak yakin dengan ejaan steem atau steam yang berarti uap) bahwa steemit dipilih sebagai nama oleh pendirinya untuk meniru permainan kata yang digunakan untuk menamai The Beatles. Band yang memelesetkan (atau memadukan) kata ‘beetle’ dengan ‘beat’ menjadi Beatles. Saat itu penamaan grup band Inggris tersebut sempat berganti-ganti dari The Blackjacks, The Quarrymen, Beatals, Silver Beetles, Silver Beatles hingga akhirnya The Beatles.

Saat menulis artikel ini, kutemukan bahwa ternyata ‘steem’ adalah peringkasan bentuk (aphetic) dan bentuk kuno (arkais) dari kata ‘esteem’ yang berarti menghargai. Sebagai kata benda, ‘steem’ berarti kilau cahaya atau nyala api (a gleam of light; a flame). Kupikir cocok kalau dijadikan filosofi sebuah komunitas untuk saling menghargai agar kita dapat membangkitkan kilau cahaya tiap diri dan membangkitkan semangat menyala. Mungkin ada padanan bermakna positif khazanah Bahasa Aceh untuk kata ‘steem it’; Meugiwang. Meski batu-akik-minded, giwang dalam setiap gemstone adalah hasil dari sebuah upaya penuh semangat untuk menghaluskan dan menjadikan sesuatu yang keras menjadi indah dan berkilau.

Sumber:

  1.   http://www.yourdictionary.com/steem
    
  2.   https://www.urbandictionary.com/define.php?term=steem
    
  3.   https://www.nbcnews.com/pop-culture/pop-culture-news/rolling-stone-beatles-horrible-band-name-f6C10508740
    
  4.   https://steem.io/steem-bluepaper.pdf
    
  5.   https://steem.io/SteemWhitePaper.pdf
    
  6.   https://www.facebook.com/dedi.rismaldi/posts/10155510525092886
    

PS:

  • Penggunaan akronim LGBT tak kutulis dengan maksud menyakiti atau melecehkan kaum manapun. Aku menyerahkan penggunaan hak atas kelamin tiap orang pada diri masing-masing.
Sort:  

hahaha..kisah yang menarik. yang lebih menariknya, orang-orang yang dulunya di media sosial tetangga, biasa ngomong kritik sastra, kritik sosial, filsafat, setelah masuk Steemi berubah menjadi sosok motivator handal seperti om mario bros. Setiap hari ia memotivasi orang bagaimana cara bertahan di tengah sepinya upvote, mengingat kembali impian, pokoknya udah seperti pegiat melemem saja.

Sebuah riwayat yang cukup singkat namun di rawi kan dengan sangat detail.... Tapi itu singkatan LGBT versi ab keren lah.. Di tunggu ni, singkatan nyeleneh lainnya..

Nggak mau... aku masih dendam dengan Mie Goreng itu.
😭 😭 😭 😭 😭 😭

Hahha.. Thanks bg, lumayan lama gak nongol @sangdiyus... Mie itu gampang bg, segampang 12 langkah untuk masak aer ala fesbu*er tu... Hehhe

Tersebutlah sebuah kisah tentang seorang newbie di Samudra Steemit. Sebut saja newbie itu bernama Kumbang (bukan nama sebenarnya, sebab bisa saja ia bernama Umbang, Bambang atau Gelombang sekalipun). Bertanya ia pada seorang Begawan Steemit tentang rahasia sukses di steemit, sang Begawan membawa newbie tersebut berjalan ke sebuah gua di tengah rimba. Sebuah gua berlumut dengan lorong yang menyerupai labirin. Ia menunjukkan sebuah peti di sudut sebuah rongga. “Bukalah, Nak… dalam peti itu rahasia steemit kusimpan rapat,” ujar sang Begawan Steemit dengan suara parau-bergetar. Gemanya menyisakan hening, membangkitkan rasa tergesa. Si newbie bergegas membuka peti dan menemukan gulungan secarik kertas kumal berjelaga bertuliskan,

“Rahasia steemit itu sesungguhnya tiada, sebab semua telah tertulis dalam Blue Paper dan White Paper serta ulasan para pendahulu kalian, Wahai Para Newbie… Luangkan saja waktu untuk membacanya.”

ini sangat keren, relita yang di kemas dalam bentuk dongeng yang nyata. sebuah postingan yang keren @sangdyus.

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.15
JST 0.031
BTC 61083.24
ETH 2670.20
USDT 1.00
SBD 2.61