PuloTravels #103: [Trip Jelajah Pulau Sumatera #6] - Sendirian Menjajal Lintasan Tebingtinggi - Palembang

in #indonesia6 years ago (edited)

730AC14B-94B7-40AE-8BC9-D9130E243ADD.jpeg
Source

Selamat sore sahabat steemian, kali ini saya akan melanjutkan kembali kisah Jelajah Pulau Sumatera. Perjalanan saya menjelajahi Pulau Sumatera dalam kurun waktu 5 tahun telah saya nukilkan dalam serial PuloTravels sebanyak lima seri. Pada seri ke-6 ini, saya akan mengisahkan tentang sebuah jalur yang saya tempuh lebih 40 kali pergi-pulang dalam kurun 6 bulan. Jalur tersebut adalah “Tebingtinggi (Empat Lawang) – Lahat – Muara Enim – Prabumulih – Indralaya – Palembang” dan sebaliknya.

Seperti yang telah saya ceritakan pada PuloTravels #90 bahwa saya ditugaskan di Rumah Sakit Umum Daerah Tebingtinggi, Kabupaten Empat Lawang, Sumetera Selatan selama 6 bulan, 1 Januari – 30 Juni 2015. Meskipun saya masih berstatus peserta didik pendidikan dokter spesialis penyakit tahap akhir, berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan, kami akan ditugaskan secara mandiri di daerah-daerah terpencil atau daerah yang belum tersedianya dokter spesialis.

Berangkat dari Palembang, saya menaiki kereta di stasiun Kertapati. Begitu sampai di Tebingtinggi, saya dijemput seorang supir ambulan, lalu dibawa menempati Rumah Dinas yang berada di lungkungan RS, lalu siangnya saya diperkenalkan kepada staf manajemen dan staf pelayanan. Keesokan harinya, kepada saya juga diserahkan sebuah mobil dinas, Suzuki Ertiga keluaran Tahun 2014, warna silver.

F2CCC482-758B-44A3-B141-BD71892BEAC4.jpeg

6C86FBDF-558E-46BD-B957-D710A1F75874.jpeg

Saya segera bertugas sebagai dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit daerah penghasil durian ini. Saya melayani pasien di poliklinik dan mengelola pasien rawat inap. Setelah selesai menjalani tugas pada siang hari, tidak banyak tempat yang dapat saya kunjungi. Tebingtinggi yang dijuluki bumi Saling Keruani Sangi Kerawati ini termasuk daerah yang sepi, sekaligus rawan kejahatan. Kabupaten Empat Lawang diapit beberapa Kabupaten di Sumatera Selatan, seperti Lahat, Pagaralam, Lubuklinggau, dan berbatasan juga dengan Provinsi Bengkulu, yaitu dengan Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang.

Saya mengendarai mobil dinas, mengitari kawasan Tebingtinggi untuk melihat-lihat sekaligus menemukan hal-hal unik. Kota Tebingtinggi termasuk kota kecil, dengan aktivitas perdagangan ramai saat pagi hingga siang hari. Menjelang sore hari, kawasan pertokoan tampak sepi, minim aktivitas jual-beli. Walaupun termasuk daerah lintasan Sumatera, Tebingtinggi tergolong belum begitu maju dibandingkan Lahat dan Kota Lubuk Linggau. Tempat wisatanya juga belum memadai, paling-paling nongkrong di Tugu Emas, ikon-nya Tebingtinggi.

D7DE880D-80EA-434B-99CC-D51CA025C974.jpeg
Source

Walaupun demikian, ada hal menarik saat saya bertugas di sana, sebab sedang musim durian. Durian tebingtinggi terkenal sangat enak dan menjadi primadona warga Sumatera Selatan dan Bengkulu, untuk dimakan dagingnya, atau sebagai bahan pembuat tempoyak dan lempok durian.

Akhir pekan tiba, saya pun memutuskan untuk pulang ke Palembang selama 2 hari. Karena istri dan kedua buah hati, saya tinggal di kota pempek ini. Istri saya mengajar di SMP Negeri 27 Palembang sebagai pegawai titipan, anak laki-laki saya sekolah di TK Khalifah 22, sedangkan si kecil belum bersekolah.

Saya akan menempuh jalur “Tebingtinggi – Lahat – Muara Enim – Prabumulih – Indralaya – Palembang.” Jalur Tebingtinggi – Lahat benar-benar baru, belum pernah sekalipun saya melewati jalan yang terkenal seram ini. Sedangkan jalur Lahat hingga Palembang, sudah pernah saya jajal saat menuju Kota Pagar Alam. Jalur ini tergolong aman dan padat lalu lintas.

Saya akan menyertiri mobil dinas menempuh jalur ini, sendirian. Entah nekad entah berani, akhirnya Sabtu siang menjelang sore saya menggeber Ertiga dinas keluar dari kota Tebingtinggi memasuki lintasan menuju Lahat. Padahal jalur ini, sangat ditakuti oleh pelintas. Sebab terkenal dengan bajing loncat dan rampok. Ah, saya tepiskan segala keraguan. Bismillah saja.

Sesaat setelah memasuki jalur, mulai tampak kebun sawit di kiri dan kanan jalan, kadang juga menemukan kebun karet sepanjang jalan hingga sampai di kawasan Kikim. Rumah penduduk agak jarang. Kata orang, di kawasan inilah banyak kejadian kriminal, seperti bajing loncat, rampok atau begal, terutama pada sore hingga malam hari.

67250DEB-B518-402A-8720-932F957F34D2.jpeg
Source

Saya terus saja melaju dalam kecepatan sedang, sambil melihat-lihat keadaan sekitar. Saya cukup awas, pandangan jauh ke depan, apabila ada keganjilan, masih ada peluang untuk balik badan, atau bahkan menerebos apapun rintangannya. Saya sendirian, sambil mendengar alunan lagu-lagu Gyspy King kesukaan saya.

Kondisi jalan cukup baik, kecuali di beberapa ruas jembatan. Tetapi cukup sunyi dan lengang, sehingga saya jarang berpapasan dengan pelintas lainnya. Keadaan jalan dan lingkungan sekitar lintasan ini mirip dengan lintasan Gunung Salak hingga Simpang KKA, di Aceh. Tetapi, secara psikologis kita akan merasa jauh lebih was-was melintasi jalur Tebing – Lahat ini ketimbang Gunung Salak – Simpang KKA.

Saya terus melaju, hingga sampai pada sebuah jembatan besar. Di kawasan ini banyak rumah penduduk, seperti sebuah desa pada umumnya, banyak fasilitas seperti Sekolah dan Masjid, juga kedai-kedai yang menjual aneka kebutuhan. Kawasan ini cukup ramai, yang di kemudian hari saya ketahui daerah ini bernama Kikim Barat. Ketika sampai di kawasan ini, saya merasa lebih tenang.

Setelah melewati Kikim Barat, kembali kita disuguhi lingkungan yang sunyi. Kita akan menemui semak belukar, kebun sawit, kebun karet, lalu sesekali rumah penduduk. Sekitar satu jam perjalanan, saya tiba pada sebuah pertigaan. Satunya lurus, satunya belok ke kiri. Saya agak ragu memilih jalan yang mana. Akhirnya, saya menelpon salah seorang staf rumah sakit, menanyakan jalur mana yang sebaiknya saya pilih untuk menuju Lahat, lalu masuk jalur ke arah Palembang.

Dia bilang, kalau ambil jalan ke kiri, akan mempersingkat waktu untuk tiba di lintasan Lahat – Palembang, tetapi sepanjang jalan sangat sepi dan jarang rumah penduduk. Kalau ambil jalan lurus, maka akan masuk ke Kota Lahat, tetapi akan butuh waktu lebih lama untuk sampai di Palembang.

Saya berpikir sejenak, saya ingin cepat-cepat ingin memasuki lintasan Lahat-Palembang, sebab hari telah sore. Segera saja saya putuskan memilih jalur kiri. Benar saja, jalur ini sangat sunyii, senyap, untungnya kondisi jalan cukup baik. Saya tidak peduli, segera saya tekan pedal gas dalam-dalam, sekitar 20 menit kemudian saya tiba di kawasan padat rumah penduduk. Tapi seketika saya kaget, melihat sebuah hotel mewah di sebelah kanan jalan, bernama Grand Zuri. Saya ketawa sendiri, bagaimana mungkin, begitu keluar dari sebuah jalur yang senyap, lalu tiba-tiba disambut sebuah hotel berbintang.

52078F00-A075-4116-9089-870B798799B3.jpeg
Source

Ternyata, belakangan saya ketahui bahwa saya telah berada di kawasan Lahat, dan hanya beberapa puluh meter saja dari pertigaan jalan menuju kota Lahat dan jalur menuju Tebingtinggi (yang sedang saya lintasi). Dan Grand Zuri ternyata hotel terbesar dan termewah di Kabupaten Lahat.

Setelah melewati Grand Zuri, beberapa puluh meter kemudian saya belok kanan menuju Palembang. Namun, sebelum sampai di Palembang, kita akan menemukan beberapa kota lainnya.

Pertama kita akan tiba di Muara Enim, sebuah kota yang cukup besar dan ramai di Sumatera Selatan. Kita akan merasa sangat nyaman dan tenang berada di kota ini. Dapat juga kita singgah untuk sekadar beristirahat atau makan siang atau malam di Restoran Sederhana. Banyak juga kita jumpai Indomaret dan Alfamart.

280ECB5E-E6C8-4BCE-B72A-3CD757406749.jpeg
Source

Setelah Muara Enim, kita akan tiba di Prabumulih. Sebuah kota lintasan yang cukup ramai. Baru-baru ini saya teringat kembali kota ini ketika menonton Rara, finalis Liga Dangdut Indonesia. Bahwa saya pernah melintasi kota kelahiran Rara ini puluhan kali, dan sering singgah untuk makan pecel lele paling enak, yang disajikan seorang ibu paruh baya di pinggir jalan raya, tak jauh dari rel kereta api.

7D95E267-7403-482B-9312-098E1389854A.jpeg
Source

Setelah Prabumulih, kita akan tiba di Indralaya. Kabupaten ini sangat terkenal, kerena kampus Universitas Sriwijaya berdiri megah di sana. Kawasan pertokoan Indralaya juga cukup ramai, namun sayangnya kondisi jalan sangat jelek begitu memasuki kawasan ini.

57495B3C-2056-4BC9-808A-4E72283A0A7D.jpeg
Source

Oya, perjalanan dari Muara Enim hingga Indralaya, bahkan hingga memasuki pinggiran kita Palembang, kita akan berpaspasan atau beriringan dengan truk batu bara, yang ribuan jumlahnya.

DC9C0E43-7686-4E04-85CA-3179B26C60B5.jpeg
Source

Mereka akan aktif bergerak mulai sore hingga subuh. Walaupun sebenarnya mereka hanya dibolehkan jalan di atas jam 6 sore, tapi banyak juga yang nakal dan curi-curi start. Untuk menyiasati jangan sampai terjebak macet truk batubara, kita harus menargetkan perjalanan dari Tebing ke Prabumulih, jangan lewat pukul 6 sore.

Sahabat steemian yang saya banggakan, begitu sampai di Indralaya, maka Palembang sudah dekat. Hanya sekitar 30-40 menit lagi kita akan memasuki pinggiran kota Palembang. Walaupun ada beberapa jalur untuk masuk kota Palembang, saya lebih suka memilih jalur Kertapati, lalu melintasi Jembatan Ampera.

E69A88BE-09A8-478E-A4AE-28B4A8E126CC.jpeg
Source

6D93AE1E-AF1D-4023-8F71-E7BE440DA0CB.jpeg
Jamaah Sholat Ied membludak hingga ke Jembatan Ampera Source

Begitu turun di ujung jembatan, segera kita menemukan Masjid Agung, memutar, lalu sampailah di Jalan Sudirman, pusat kota Palembang.

Total waktu tempuh Tebingtinggi – Palembang, sekitar 7 jam. Oya, saya kembali ke Tebingtinggi juga sendirian pada jam yang ekstrim, yaitu pukul 02.00 WIB dinihari di Minggu malam, sehingga saya akan tiba pagi hari di Tebingtinggi, dan segera masuk kerja pada Senin pagi. Saya melakoninya lebih 20 kali dalam rentang waktu 6 bulan, Januari-Juni 2015.

Salam,
@razack-pulo

Sort:  

The travel are go on

That is right 😀

Luar biasa sekali dokter,,,
Saya selalu merasa senang membaca cerita tentang# pulo travels anda,,
Dari pertama saya baca, bahasa yang dokter tuangkan dlm setiap cerita, membuat saya tidak sadar bahwa cerita yang saya baca selesai

Hahaha.. terima kasih @ima-mubarak. Saya suka nulis tentang travel

Perjalanan yang panjang untuk setiap Perjuangan, sehingga hasil yang diperoleh suatu kebanggaan...kota yang Indah,..dan memang satu masalah yang belum selesai di daerah ini adalah Bajing-loncat dan Begal...
Semoga semuanya lebih terkendali dan aman untuk seluruh masyarakat Palembang juga masyarakat Pendatang.

Amiiin... di daerah sana memang masih tinggi tingkat kriminalitasnya

Perjalanan panjang untuk tulisan yang panjang 👍👍👍

Hahaha.. jarang-jarang, menulis sepanjang ini 😂

Ketika membaca ini seolah-olah saya sedang bersama Pak @razack-pulo berkeliling Sumatera Selatan. Saya harus bilang wow untuk tulisan ini.

Terima kasih atas apresiasinya bang jurnalis @muhajir.juli :)

wah kayaknya enak berkeliling pulau sumatra,hehe

Hahaha... seru-seru sedap

bereh that perjalanan pak dokter @razack-pulo

Alhamdulillah, perjalanannya aman..

Pengalaman menarik ya ka..bisa berkeliling sumatra

Asyiiik banget 😀

Perjalanan yg mengasikan. Btw ngak ketemu bajing loncat ya dok. Hehehehe

Alhamdulillah tidak ketemu, sebab saya stel waktunya, jangan sampai malam tiba di kawasan mereka :)

Penuh jiwa muda. Kalo perlu asisten buat nge-trip, saya siap yang bang hehehehehe

Coin Marketplace

STEEM 0.22
TRX 0.12
JST 0.029
BTC 66053.51
ETH 3482.63
USDT 1.00
SBD 3.17