Kasihan pada orang yang salah membela

Pilpres telah berlalu. Namun ada sekelumit kisah tragis yang tidak dapat diterima oleh banyak orang terhadap sebuah sistem pemantau suara rakyat. Katanya sih independen, tetapi banyak dugaan bahkan beberapa bukti telah banyak ditemukan orang bahwa ada sebuah kecurangan tersistem yang sudah di daur sedemikan rupa sebelum pilpres dimulai.

Bahkan ada ribuan kecurangan yang di "sulap sedemikian rupa" tapi banyak orang pura-pura tidak tahu, bahkan tidak ingin tahu kemenangan yang diperoleh adalah sebuah pengkhianat terbesar dalam sejarah republik Indonesia. Menang bukan karena Sura rakyat tapi dari totalitas kebohongan yang telah dikumpulkan.

Jujur ada sebuah rasa kecewa pada pemangku kebijakan yang katanya adalah independen dan memihak pada rakyat banyak. Tetapi mereka memihak pada sejumlah uang untuk memperkaya diri dan kolega mereka sendiri. Meski dengan cara menjual kebohongan. Biarkan anak cucu mereka hidup dengan hasil kebohongan yang telah diciptakannya sendiri.

Kemudian ada rasa sakit hati pada aparatur negara yang sudah benar-benar tak lagi pro terhadap rakyat. Meski mereka digaji oleh rakyat. Tapi mereka hari ini tak lagi membela rakyat. Mereka membela kepentingan sang pembohong ulung. Miris rasanya, berdalih tugas negara hingga rela meninggalkan keluarga demi menyelamatkan sebuah lembaga pembohong terbesar dalam sejarah republik Indonesia.