Antara Angan dan Hayalan |3

---

Satu demi satu kami bersalaman. Lalu, pergi ke kantin untuk makan dan minum bersama persis dibelakang gedung sekolah.

Kami sepakat untuk meluapkan kegembiraan kelulusan itu ke pantai. Ya, Ujong Blang, pantai nan asri dengan nyiur hijau kelapa siap menyambut kami.

Memilih lokasi itu agar lebih dekat dari sekolah. Masing-masing kami membonceng seorang teman. Sepeda kami kayuh perlahan, sembari tertawa, membayangkan masa depan. Ya, di pantai ini kami mengakhiri masa mengenakan pakaian abu-abu dan putih.

Di pantai ini pula, kami menaruh harap akan masa depan. Entah melanjutkan pendidikan, entah bekerja. Masa depan masih suram. Sesuram warna pasir di pantai itu. Kuning bercampur tanah, sehingga menjadi abu-abu kehitaman.

---

Emak berjalan pelan meninggalkan meunasah di depan rumah. Kakinya sungguh lambat melangkah. Matanya nanar menatap pohon nangka di sudut kanan bangunan mungil berkontruksi kayu itu.

Lalu dia menengadah ke atas. Seakan menikmati dedaunan yang jatuh perlahan. Bernari pelan dikibas angin lalu terhempas ke tanah.

Di ujung lorong sosok pria tinggi kurus berjalan tergesa-gesa. Tersenyum simpul melihat tubuh wanita ringkih di depannya. Lalu setengah berlari ke arah wanita paruh baya itu. Sang wanita berhenti persis di depan pintu pagar.

Memperhatikan senyum mengembang putranya, rambut ikal yang bergoyang pelan dikibas angin saat dia berlari.

“Mak, saya lulus. Ini dia pengumumannya,” sambil memperlihatkan sobekan kertas dari papan pengumuman yang ditempel.

“Alhamdulillah,” sahut sang ibu sambil mengusap rambut ikal hitam agak panjang itu. Dipilinnya rambut putranya itu.

---