Antara Angan dan Hayalan |1

---

LANGIT membiru sepanjang Jalan Darussalam. Hari ini, waktu seakan lambat berputar. Detik demi detik terasa begitu menjemukan. Beberapa teman duduk berderet di kursi depan kelas. Sebagian lagi memilih bermain bola voli.

Meski tertawa, sesungguhnya hari itu hari yang begitu panjang. Sebentar lagi, hasil ujian akhir sekolah diumumkan. Hari ini, kami akan mengakhiri masa seragam bawahan abu-abu dan atasan putih. Seragam yang kami kenapan sepanjang tiga kali Idul Fitri.

Rusdy, berjalan sedikit tergesa keluar dari ruang guru. Staf tata usaha ini menempelkan papan pengumuman persis di depan ruang guru dan jalan masuk sekolah.

Di tangannya, beberapa lembar kertas bergoyang saat ia berjalan. Satu kotak warna putih dipegangnya. Beberapa siswi perempuan mengikutinya di belakang.

Lalu, mereka sigap membantu staf tata usaha itu memasang kertas ke papan pengumuman. Mengolesi lem warna putih ke kertas. Selembar demi selembar kertas itu ditekan ke papan pengumuman.

Satu per satu siswa/siswi menyemut di belakang mereka. Penasaran apakah kami dinyatakan lulus atau tidak. Semakin lama, semakin menyemut para siswa di papan pengumuman itu.

“Yang sudah lihat langsung ke mundur. Biar kami kebagian juga.”

Terdengar teriakan dari barisan paling belakang. Tawa pun pecah.

“Siapa cepat, dia dapat,” timpal suara lainnya.

“Jangan dorong-dorong. Nanti juga bisa lihat,” sambung suara lainnya.

“Orang mau lihat sekarang, kenapa harus nanti hahaah,’ jawab deretan belakang.

---