Secret (2) #Part2

in #indonesia6 years ago

Hi Guys,

Buat yang kemarin ngikutin Part 1 dari Secret 2, berikut lanjutannya ;)

Semoga semakin penasaran yah, eheheheeeeeee


Bab 1


Surprising Summer


Tak ada yang lebih menyenangkan dari bermain di pantai saat musim panas. Kedua orang tua Ben tahu benar hal itu, hampir setiap hari mereka membawaku ke pantai yang tak jauh dari rumahnya. Kesibukan daddy-nya Ben sebagai dosen, yang juga berkurang drastis saat liburan musim panas, membuat kami punya lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama.

“Sewaktu mengajar di Indonesia dulu, saya sukanya berlibur di Bali, berjemur di Pantai Kuta dan Sanur,” kata dad pada suatu waktu. Ben sedang berselancar saat itu, dan mom sedang mengambil minuman yang tertinggal di dalam mobil.

“Walaupun sekarang kamu nggak bisa masak, tapi nanti pasti bisa, kok. Asalkan nggak takut untuk nyoba.” Mom dengan lembut mendorongku untuk mendekat ke kompor, pada waktu yang lainnya. Suatu hal yang tak pernah bisa dilakukan mami padaku, dan tak pernah pula kudapatkan dari ibunya Nathan dulu.

Setiap kali makan bersama, kedua orang tua Ben itu pun tak henti mengucapkan terima kasih padaku karena berhasil membujuk anaknya untuk berlibur seminggu di Central Coast ini. Sudah bertahun-tahun lamanya Ben tak pernah pulang karena begitu sibuk mengurusi toko kuenya di Canberra. Ada kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan terpancar dari wajah mereka berdua setiap kali menyambut kami di awal pagi.

Di sisi lain, hampir setiap hari mami menghubungiku dari Jakarta untuk memastikan bahwa aku tidur terpisah dari Ben. Meski rasanya konyol melihat sebesar itu ketidakpercayaan mami padaku, namun aku berusaha memakluminya. Tak jarang kusambungkan panggilan video tersebut pada mommy, dan mereka berdua pun berbincang cukup lama.

Ah ... tak pernah rasanya aku sedekat ini dengan ibu Nathan dulu, padahal kami pacaran selama lima tahun lebih. Bersama Ben, semua terasa begitu berbeda. Aku merasa begitu dekat dengan kedua orang tuanya, padahal baru tiga bulan kami menjalin hubungan.

“Wah, kamu benar-benar jadi milik orang tuaku, yah.” Ben mengejutkanku yang sedang sibuk menata makan malam. Dad masih duduk santai di depan TV, sementara mom berbincang ria dengan mami di teras rumah, di lokasi dengan sinyal terkuat.

Di malam terakhir liburan ini, akhirnya aku berhasil mempersiapkan makan malam sendirian. Suatu pencapaian yang luar biasa di usiaku yang ke-23 tahun ini. Seminggu berada di rumah orang tua Ben, aku memperoleh sesuatu yang tak pernah kudapatkan di rumah sendiri ataupun di rumah Tante Gita dan Uncle John dulu. Mom dengan sifat keibuannya yang khas, berhasil membuatku terbiasa dengan dapur. Berbagai percobaanku yang gagal pun hanya ditanggapi dengan tawa kecilnya yang renyah, hingga tidak sedikitpun membuatku berkecil hati.

Hm, it smells good.” Ben menghirup aroma masakanku dengan sepenuh hati.

Kepalanya bergerak perlahan dari makanan di atas tanganku hingga mendekat ke wajahku. Matanya telah sejajar dengan mataku saat ini. Dengan jelas dapat kulihat manik matanya yang biru itu berkilauan diterpa cahaya lampu ruang makan.

Wow, it looks delicious.Dad menepuk bahu Ben dan sukses membuat lelaki tinggi besar itu terkejut. Seketika dia menjauhkan dirinya dariku.

Bukan sekali dua kali memang, kedua orang tua Ben begitu menjagaku layaknya anak mereka sendiri. Jangankan untuk mencuri kecupan, untuk sekedar memegang tanganku saja Ben tak pernah punya kesempatan.

Kekhawatiran mami sebelum aku berangkat ke Central Coast sama sekali tak terwujud. Sebenarnya aku sendiri merasa cukup beruntung, tak kusangka masih ada keluarga bule yang hidup dengan memegang Budaya Timur. Karena itu pula, aku begitu menghormati mommy and daddy, sebagaimana mereka memperlakukanku dengan penuh respect.

“Mami kamu sangat menyenangkan, nanti jangan lupa save nomornya in my phone, yah,” Mom bergabung bersama kami di meja makan dan menyerahkan ponselku.

“Sedih rasanya membayangkan kalian harus pergi besok pagi. Why don’t you just extend your holiday?” Wanita berambut pirang itu menatapku dan Ben bergantian, tangannya masih melingkar pada bahuku.

Sorry, Mom. I can’t,” jawab Ben begitu saja.

Mom, seminggu itu sudah cukup lama. Wajar jika Ben risau dengan kondisi toko. Walaupun Razan bisa dipercaya untuk menjaga toko, tapi nggak mungkin juga pembayaran gaji dilakukan olehnya,” jelasku. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah ini seminggu yang lalu, Ben sudah mewanti-wanti untuk tidak memperpanjang liburan, dan jika mommy terus bersikeras, akulah yang harus bertanggung-jawab untuk memastikan bahwa kami akan pulang sesuai jadwal.

“Sudahlah, Dear. Mereka sudah mau berlibur seminggu di sini saja, sudah luar biasa. Jangan persulit Grace lagi.” Dad meraih bahu mom dan mengantarnya ke tempat duduk. Daddy sepertinya paham benar dengan sifat anak bungsunya yang keras kepala itu. Untuk bisa mengajaknya berhenti memikirkan toko barang seminggu saja, perjuangannya sangatlah tidak mudah. Hampir setengah musim panas berlalu begitu saja, hingga pada akhirnya Ben menyetujui liburan ini. Jika saja kami menambah hari lagi, pasti aku yang akan dicerewetinya sepanjang perjalanan pulang nanti.

***



Posted from my blog with SteemPress : https://endanghadiyanti.com/2018/07/04/secret-2-part2/
Sort:  

Ceritanya sangat menarik sekali. Suka banget deh

Makasi kk,, semoga nggak bosen untuk ngikutin sampe selesai 😘🤗

Coin Marketplace

STEEM 0.30
TRX 0.12
JST 0.032
BTC 57741.16
ETH 2947.53
USDT 1.00
SBD 3.69