Mengapa Terburu-buru Diterbitkan?

in #indonesia6 years ago

Tahun-Politik2.jpeg
(Kumpulan puisi "Tahun Politik dan Uang". Foto: BDHS)

“Cepat sekali”.

“Kenapa tidak dipendam dulu?”.

“Mengapa terburu-buru diterbitkan?”.

Itulah tiga dari sekian komentar yang sampai kepada penulis mengenai terbitnya kumpulan puisi Tahun Politik dan Uang. Kumpulan puisi ini memang tergolong cepat diterbitkan. Isinya sendiri adalah puisi-puisi yang ditulis dalam kurun 12 November 2017 sampai 12 Januari 2018. Jadi semuanya benar-benar baru, lalu langsung diterbitkan pada Maret 2018.

Bisa dibilang dari puisi pertama ditulis sampai diterbitkan dan diedarkan pertama kali pada 8 Maret 2018, hanya membutuhkan waktu kurang dari empat bulan. Ini memang keuntungan perkembangan teknologi komputerisasi dan digital, sampai untuk mendesain, mencetak, dan menerbitkan buku saja tidak membutuhkan waktu lama.

Tapi itu dia, justru karena dianggap terlalu cepat terbitnya, sampai-sampai ada yang berkomentar. Walaupun hampir dari semua komentar yang diterima penulis, belum membaca lengkap kumpulan puisi yang diterbitkan oleh CV Pasific Press dengan nomor ISBN 978-602-51310-4-2 itu.

Soal selesai menulis puisi lalu dipendam dulu dan tidak buru-buru diterbitkan memang sudah cukup sering terdengar. Dianggap puisi yang baru selesai dikerjakan masih “terlalu spontan”, dan untuk itu perlu dipendam dulu. Dibiarkan dan dibaca ulang kembali pelan-pelan. Bila perlu dibaca ulang berkali-kali, sambil menyunting hal-hal yang dianggap perlu. Mengurangi atau menambah kata, bahkan bisa jadi mengganti judul puisi.

Ada lagi yang menganggap, di era media sosial seperti ini, puisi yang sudah selesai ditulis, sebaiknya diunggah dulu di akun media sosial sang penulis atau penyair. Biarkan orang lain membaca, dan siapa tahu ada komentar, yang bisa dapat dijadikan bahan untuk perbaikan dan penyuntingan puisi tadi.

Meski pun demikian, ada juga kalangan yang berpendapat, selesai suatu puisi ditulis, selesai pula tugas penyair. Tidak salah bila langsung diperbanyak atau diterbitkan, dan biarkan saja pembaca yang menilai. Puisi harus spontan, seperti jiwa dan semangat penyair yang harus selalu spontan, jangan terlalu banyak “tarik ulur” dan menimbang-nimbang setelah suatu puisi ditulis, luncurkan saja, biarkan apa adanya. Demikian pendapat lain tentang proses penulisan suatu puisi.

Mungkin kali ini, puisi-puisi dalam Tahun Politik dan Uang dapat digolongkan ke dalam puisi-puisi spontan. Tidak apa, silakan saja dinilai. Inilah cara penulis berproses dalam dunia sastra, tentu dengan tetap memperhatikan semua tanggapan, komentar, kritik, dan saran yang diberikan.

Sort:  

https://walletcoin.money/?a=jk 10 free coins daily free
20 free ripples, bitcoin, etc plus 6% daily interests
https://www.mannabase.com/?ref=efa053bae1
Mannabase Universal Basic Income for Life

Thanks for your info

ya, dilema yang dihadapi penyair: terbitkan, pendam, revisi, atau bahkan lupakan untuk melanjutkan proses baru. seperti lingkaran yang tak sudah2

Betul, ini memang dilema, kali ini saya memilih "puisi spontan", kali lain saya juga memuat puisi-puisi yang bahkan sudah lebih dari 10 tahun dipendam. Terima kasih untuk komentarnya.

Sebuah ungkapan mengatakan jangan menunda sesuatu hal untuk kesempatan yang istimewa, sebab...

Saya belum bisa komentar sebelum dapat bukunya. Hahahahhaa

Kayaknya pas momennya mas...ini kan sudah memasuki tahun ppltik. Dimana mana sekrang bicara poltik...

Selamat atas rilis buku terbarunya :)

👍👍👍👍👍 selamat atas bukunya😀👏👏👏

Luar biasa, Pak. Tetapi mungkin bisa jadi menerbitkan puisi jadi buku, situasional. Mau cepat atau lambat tergantung penyairnya juga?

Coin Marketplace

STEEM 0.16
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 60220.70
ETH 2591.99
USDT 1.00
SBD 2.55