Banjir Rutin dan Kerusakan Alam Kita

in #indonesia7 years ago (edited)

image
Foto dokumen Tagana Bireun

Banjir merupakan salah satu bencana alam yang rutin terjadi setiap tahunnya, sehingga sering memakan korban yang tidak sedikit, baik jiwa, harta maupun sarana dan prasarana bagi kehidupan masyarakat.

Bukan hanya itu saja, sejumlah sarana publik juga tidak sedikit yang rusak akibat musibah itu dan puluhan ribu hektar sawah dan taanaman lain gagal panen, jalan dan jembatan rusak, dan hancur.

Musibah banjir sepertinya bukan merupakan hal yang baru di Provinsi Aceh dan dalam setiap tahunnya musibah itu selalu terjadi. Apalagi disaat musim hujan tiba, tentunya musibah itu selalu menghiasi media massa.

Apabila dilihat dari berbagai rentetan musibah banjir tersebut, dengan peristiwa yang selalu berulang, maka terlihat upaya mitigasi yang dilakukan belum tepat sasaran. Atau ada kesalahan dalam melihat akar masalah, sehingga proses mitigasi yang dilakukan hanya sebatas seremonial saja.

Namun ada juga yang menilai bahwa, banjir rutin tersebut diakibatkan karena kerusakan lingkungan dan keserakahan oknum-oknum tertentu yang menjamah berbagai sektor sumber daya alam.

Meskipun berbagai regulasi telah dibentuk dan banyak pihak yang menentang, namun berbagai perbuatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan itu masih saja terus terjadi dan seolah-olah pelakunya sudah kebal.

Tentunya hal tersebut menjadi persoalan penting, akibat ulah tangan-tangan oknum yang menyebabkan rusaknya sektor-sektor lingkungan dan bisa dipastikan berbagai bencana alam pasti akan terjadi.

Semoga saja kedepannya Pemerintah Aceh bisa memberikan solusi yang konkrit terhadap persoalan musibah banjir tersebut dan juga harus menyiapkan berbagai infrastruktur agar bisa memperkecil terjadinya banjir.

Sejumlah Sarana Publik Rusak

Musibah banjir yang terjadi di Aceh pada tahun 2017 ini, ada sebelas kabupaten yang menyatan status tanggap darurat dan juga menyebabkan kerusakan sejumlah sarana publik. Musibah yang terjadi pada tahun ini, lebih parah daripada tahun sebelumnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Yusmadi mengatakan, akibat musibah banjir yang melanda Aceh beberapa waktu yang lalu, sejumlah sarana publik mengalami berbagai kerusakan.

Saat sekarang ini pihaknya masih terus melakukan pendataan terhadap sarana publik yang rusak akibat banjir tersebut, apalagi peristiwa tersebut tergolong cukup parah dan membutuh waktu untuk memperbaikinya.

“Sampai saat ini kami masih terus mendata sejumlah sarana publik yang rusak akibat musibah banjir, untuk data detailnya belum kita ketahui karena masih terus dikumpulkan data-data kerusakannya,” ujar Yusmadi.

Dirinya menjelaskan, masing-masing sarana publik yang mengalami kerusakan yaitu, secara umum tebing sungai dan jembatan yang mengalami kerusakan yang cukup parah, seperti yang terjadi di Tangse, Kab. Pidie Jaya.

Begitu juga di daerah Kab. Aceh Selatan jembatannya jebol akibat terjangan banjir, namun sudah ditangani secara darurat. Sementara di daerah Tapaktuan, Kab. Aceh Selatan jalan umum mengalami kerusakan yang cukup parah.

“Begitu juga dengan sawah warga yang terendam juga banyak, namun kami belum memberikan data secara detail, mengenai sejumlah sarana publik yang rusak itu, karena masih terus dilakukan pendataan,” tutur Yusmadi.

Sementara daerah yang menyatkan status tanggap darurat dalam musibah banjir tersebut, yaitu Kab. Aceh tenggara, Singkil, Subussalam, Aceh selatan, Nagan raya, Bireun, Aceh Utara, Aceh Timur, Tamiang, Pidie dan Kab. Pidie Jaya.

Butuh Langkah Konkrit

Persoalan untuk mengatasi banjir Aceh dibutuhkan langkah konkrit dari Pemerintah Aceh hingga pemerintah untuk tingkat kabupaten dan kota, apalagi program mitigasi bencana yang dilakukan hanya sebatas seremonial saja.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh M. Noer mengatakan, musibah banjir yang terjadi di Aceh, tidak terlepas dari berbagai kasus-kasus kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini.

Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh pihaknya, akibat dari tata kelola hutan dan lahan tidak benar, telah memberikan dampak yang besar terhadap terjadinya bencana ekologi di Aceh.

Sehingga dengan adanya bencana itu, tidak hanya terjadi kerugian pada sejumlah infrastruktur publik, juga berdampak terhadap korban jiwa, hilang harta benda, lumpuh perekonomian warga, rusak lahan pertanian, serta diserang wabah penyakit.

“Maka harus ada langkah konkrit dari pemerintah kita apabila musibah ini bisa diatasi, seperti jangan memberikan izin bagi perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan. Apabila izin itu masih tetap diberikan, maka bencana alam ini akan semakin parah,” ujar M. Noer.

Dirinya menambahkan, saat sekarang ini pemerintah terlalu mudah memberikan izin kepada setiap perusahaan, sehingga dengan mudah membuka lahan lahan dan bukan hanya sebatas itu saja, banyak juga hutan lindung yang rusak parah.

Dengan adanya kerusakan lingkungan tersebut, maka menyebabkan tidak mampu menyerap air ke tanah. Maka hal-hal tersebut tidak dihiraukan oleh para pengambil kebijakan di Aceh, sehingga selalu saja dilanda bencana alam.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh pihaknya, maka pada tahun 2014 telah terjadi bencana banjir di Aceh sebanyak 31 kali, tahun 2015 sebanyak 39 kali, tahun 2016 sebanyak 26 kali dan tahun 2017 telah terjadi musibah banjir sebanyak 34 kali.

“Meskipun intensitasnya tidak sebanyak pada tahun sebelumnya, tapi musibah banjir yang terjadi pada tahun ini surutnya termasuk lama dan menyebabkan kerusakan di berbagai sektor, serta kerugian yang lebih banyak,” tutur M. Noer.

Tambahnya, jumlah kerugian akibat bencana banjir di Aceh pada tahun 2016 sebesar Rp. 375.049.750.000 dan pada tahun 2017 kerugianya mencapai Rp 1,5 triliyun. Penyebab meningkatnya angka kerugian tersebut, disebabkan karena banjirnya lama surut.

Angka kerugian itu, dihitung berdasarkan tingkat kerusakan lahan pertanian dan perkebunan, rumah mulai dari rusak ringan, sedang hingga berat, jalan, jembatan, serta fasilitas publik lainnya, masyarakat mengungsi, gangguan kesehatan, lumpuh perekonomian warga, serta muncul persoalan sosial.

“Apabila pemerintah ingin menghentikan berbagai bencana alam itu, maka harus bertindak tegas terhadap pihak-pihak yang telah melakukan kerusakan lingkungan di Aceh. Saat ini hutan kita menyusut, pertambangan dimana-mana, alih fungsi hutan dan ini sama seperti mengundang bencana,” kata M. Noer.

Infrastruktur Tidak Optimal

Sejumlah infrastruktur yang ada di Aceh masih belum maksimal dan indikatornya dapat terlihat, apabila terjadinya banjir maka harus menunggu waktu yang lama agar air tersebut bisa surut, serta berbeda dengan daerah-daerah lain.

Akademisi Universitas Malikussaleh Dr. Wesli mengatakan, dirinya telah melakukan penelitian terhadap banjir yang terjadi di Aceh, maka bisa disimpulkan bahwa infrastruktur yang ada selama ini sangat tidak memadai.

“Berdasarkan hasil penelitian saya bahwa, infrastruktur daerah kita ini tidak ada muara nya, seperti dibangun berbagai saluran, tapi pada saat hujan deras dalam intensitas yang lama maka airnya tergenang, karena salurannya tidak dialirkan ke sunggai atau ke laut,” ujar Wesli.

Wesli menambahkan, kedepan pemeritah harus lebih serius dalam membangun berbagai infrastruktur, sehingga pada saat terjadinya hujan dalam intensitas tinggi, tidak menyebabkan genangan air.

Bukan hanya itu, saat sekarang ini pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) juga harus menyiapkan alaram peringatan dini banjir. Apabila diprediksikan hujan yang bisa menyebabkan potensi banjir, maka alaram itu harus dibunyikan sehingga masyarakat bisa lebih cepat mempersiapkan proses evakuasi.

“Alaram ini harus bisa di dengar diseluruh masyarakat desa, sehingga dengan adanya peringatan dini, bisa lebih cepat dilakukan evakuasi bukan seperti yang terjadi sekarang. Untuk persoalan infrastruktur ini sangat penting,” tutur Wesli.

Berdampak Terhadap Psikologis

Pakar Psikologi Universitas Malikussaleh Nursan Sinita mengatakan, bencana banjir yang terjadi secara rutin, juga memberikan dampak terhadap psikologi anak-anak yang tingga di daerah tersebut.

Dampak yang ditimbulkan bisa berbagai macam, seperti halnya merasakan cemas dan khawatir, serta juga bisa membawa dampak terhadap pendidikan, apabila sekolah terpaksa diliburkan, serta sejumlah sarana mulai rusak, maka bisa menyebabkan anak tersebut tidak punya rasa untuk mengecap pendidikan lagi.

“Coba bayangkan saja, apabila terjadinya banjir pasti sekolah sudah diliburkan dan sarana pendukung lainnya juga ikut rusak. Hal-hal seperti ini, bisa membawa dampak buruk bagi anak-anak, bisa saja mereka tidak ingin melanjutkan pendidikan,” ujar Nursan.

Nursan menambahkan, apabila musibah banjir tersebut tidak memiliki solusi dan terus terjadi dalam setiap tahunnya, maka rasa cemas bagi anak-anak tersebut akan terus terjadi dan hal itu akan menjadi beban bagi pikirannya.

“Semoga saja kedepannya musibah banjir tidak lagi melanda daerah kita, karena bisa memberikan dampak psikologis terhadap anak-anak. Maka pemerintah juga perlu mencarikan solusi,” kata Nursan.

Sort:  

Setiap Bencana pasti ada kesalahan yang dilakukan manusia di bumi,,, heheheh

hai kawan @agamsaia, salam...

saya ada bikin aplikasi Steem Autovote. Bila kamu jain dan tergabung dalam aplikasi ini, maka tiap artikel kamu akan mendapatkan upvote dari member lain. Besaran upvote yang diberikan akan tergantung dengan Steem Power kamu.

yuk join ya, gabung dengan teman-teman lainnya. kita cara nafkah bersama di steem :)
untuk info lebih lanjut bisa dibaca disini: https://steemit.com/steem/@lopezdacruz/tentang-steem-indovoter-aplikasi-otomatis-vote-antar-member

terima kasih ya

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 64176.22
ETH 2624.19
USDT 1.00
SBD 2.78