Cara Mudah Menulis Cerita Fiksi
Tulisan di bawah, hanya cara sederhanaku mengembangkan imajinasi liar dalam menulis sebuah cerpen
Aku pernah sangat kecanduan mengurung diri dalam kamar. Saat itu, kamar menjadi tempat paling keren ketimbang melihat dunia luar. Di dalam kamar, aku bisa memasukkan apa saja. Tanpa harus takut gaungnya diketahui orang-orang. Termasuk Ibuku. Bahkan, aku sering memasukkan perempuan yang aku sukai. Aku juga memasukkan Ibunya, bapaknya, dan pekarangan rumahnya ke dalam kamarku. Padahal kamarku hanya sekatan kecil dan memiliki satu jendela. Mungkin lebih kecil dari pada kamarmu. Namun begitulah. Kamar itu, muat apa saja yang aku masukkan. Jika aku mau, bahkan aku bisa memasukkan laut, sungai, kuda, planet-planet luar angkasa, tempat ibadah, tempat maksiat, orang-orang baik, dan juga orang-orang jahat ke dalamnya.
Bertahun-tahun aku mengurung diri dalam kamar, menciptakan dunia yang menyenangkan. Hingga aku menanam sebatang pohon di dalamnya. Pohon itu tumbuh, menembus atap. Semakin lama, akar pohon tersebut mencengkram lantai kamar, dengan urat-urat yang besar. Semakin hari, pohon tersebut semakin tinggi, hingga menyentuh awan. Cabang-cabangnya kemudian terbentang panjang. Menjulur ke utara, selatan, timur dan barat. Panjang batangnya kesomplok batas kota tempat tinggalku. Bentangan cabangnya yang panjang, menutupi matahari. Pernah aku tertawa melihat orang-orang ketakutan. Mereka mengira, gelapnya kota pada siang, adalah sebuah laknat Tuhan. Kotaku jadi gelap, tak tembus cahaya. Tak tembus pula hujan. Aku pernah berjalan mengikuti bentangan batang pohon yang panjang. Ketika mendekati ujungnya, di sana kutemukan sebuah gelombang cahaya berwarna jingga. Aku masuk ke dalam gelombang tersebut. Dan ketika aku sadar, aku berada dalam sebuah kebun yang penuh dengan bunga-bunga. Di sudut kebun, ada sebuah gubuk. Dan di depan gubuk tersebut ada seorang perempuan yang di atas kepalanya dikelilingi kupu-kupu dengan aneka warna.
Tiba pada suatu hari, ibu masuk ke kamarku. Dia pingsan melihat urat-urat akar pohon menyundul lantai. Keramik kamar terangkat bagai gigi temanku yang berantakan. Lantas keesokan harinya, dia memanggil tukang shinsaw. Tukang shinsaw memotong habis pohon tersebut, hingga tak bersisa.
Maka sepilah hidupku pada hari-hari selanjutnya. Jika aku rindu, kadang-kadang aku naik ke atap. Memandang langit yang mengerak cahaya kerlip bintang. Lama kelamaan aku bahkan sering tidur di atas atap. Hingga aku pandai menujum kejadian-kejadian esok hari, sesuai cerlang bintang yang bersinar.
Begitulah caraku meliarkan fantasi. Aku teringat kata-kata As Lakasana dalam sebuah esai, bahwa mengarang, adalah seperti melukis dengan kalimat. Tentu kepekaanlah yang harus dihidupkan kawan-kawan, selain melahap banyak bacaan fiksi. Karena mustahil bisa melukis keliaran pikiran-pikiran kita, tanpa bisa merangkai dengan kalimat yang renyah, sehingga membuat pembaca larut dalam dunia yang kita reka. Kawan-kawan bisa megembangkannya saat sedang sendiri, dalam keramaian dan dimana saja. Selamat menghayal dan tulislah apa yang tercipta di sana.
aku tak pernah berani membagi keliaran pikiranku dalam bentuk fiksi hingga beberapa hari terkahir ini saja, padahal buku2 sudah penuh dengan aneka storyline hingga sketsa landscape lokasi untuk memudahkanku mengingat tempat kejadian perkara... hahahaha
kadang-kadang kupikir, yang kita butuhka hanya keberanian untuk memulai dan membiarkan pembaca merenungi isinya, meskipun barangkali yang ditangkapnya 180 derajat berbeda dari yang dipikirkan penulisnya
Ya kak @cicisaja. Nyoe lam bahasa Aceh, ta bie beuneng, kiban yang dilakee le angen, bak ureung peulheuh layang. Nyan akan mudah that mengalir tulesan teuh. Nyan salah saboh cara teumuleh, bek bagah meublek2 aneuk mata menurot long kak. Hehehhe. Urusan peu yang di drop le pembaca nyan uruson awaknyan ngen peu idrop. Hom ih inan. 😅♨️
nyan keuh nyan.. maka mudah that menulis fiksi miseu ta tem coba. hana payah ta pikee imajinasi pembaca.