Words for Today #4| Silent Tsunami

Tulisan ini terpicu oleh kehadiranku pada sebuah rapat atas perintah kepala dinas kepadaku untuk mewakili beliau, dimana pada rapat tersebut sang operator menayangkan sebuah slide dengan kalimat Silent Tsunami.

Tsunami adalah salahsatu bencana yang menyisakan memori terburuk pada sebagian besar orang, terkhusus diriku yang sempat mengalami pengalaman traumatis akibat Bencana Gempa bumi dan Tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu.

Saat itu (26 Desember 2004) terjadi gempa dahsyat yang berkekuatan 9.3 skala richter dan menyebabkan korban jiwa yang menyentuh angka 170.000 orang.

Gempa dahsyat dan gelombang tsunami ini juga menyebabkan kerusakan infrastruktur di hampir separuh wilayah Aceh khususnya di daerah pesisir, dan merupakan bencana terburuk sepanjang masa yang terjadi di Indonesia serta merupakan gempa bumi terkuat di Asia yang pernah tercatat.

Gempa bumi dan gelombang tsunami ini mengakibatkan kerugian finansial mencapai USD$14 miliar atau sekitar Rp 51,4 triliun, dan membutuhkan waktu 5 tahun lebih untuk pemulihan agar bisa seperti kembali pada kondisi sebelum bencana.

Memang bencana tsunami ini merupakan sebuah tragedi yang sangat memilukan, dimana banyak anak-anak kehilangan orangtua mereka dan menyebabkan masa depan mereka terancam seandainya tidak ditangani dengan serius oleh pemerintah.

Kondisi Aceh saat itu luluh lantak di hampir semua aspek. Dan sebagai orang yang memiliki akal sehat, kita seharusnya mengantisipasi bencana tersebut, pun dalam paradigma yang lebih luas.

Selain bencana tsunami seperti definisi harfiah, ada potensi bencana dahsyat yang akan terjadi bila pemerintah tidak melakukan langkah-langkah antisipatif dan mitigasi secara serius, yaitu bencana yang disebut Silent Tsunami.

Mengapa disebut sebagai Silent Tsunami? Hal ini karena bencana ini akan menimbulkan kerugian dan kerusakan yang maha dahsyat seperti halnya makna tsunami sesungguhnya, namun bukan dalam arti terjadinya gempa bumi dengan kekuatan sekian skala richter serta gelombang pasang sekian meter.

Bencana ini merupakan bencana yang bersifat senyap, namun sangat mematikan dan bisa menyebabkan tragedi kemanusiaan yang bisa meruntuhkan sebuah bangsa.

Bencana ini terkait permasalahan yang dihadapi oleh dunia saat ini yaitu Food Crisis, dimana 920 juta penduduk dunia mengalami kelaparan (Menurut The Economist).

Menurut World Food Program (WFP) FAO, 59 negara mengalami rawan kelaparan. Dan menurut global health, 7-26% penduduk Indonesia masih rentan kelaparan. Cukup mengerikan, gaes. Bila hal ini tidak ditangani dengan serius. 😬

Topik tentang Food Crisis dan ancaman Silent Tsunami ini menjadi topik utama pada rapat koordinasi nasional (rakornas) pengendalian inflasi yang diadakan melalui aplikasi Zoom meeting oleh Kementerian Dalam Negeri dan diikuti oleh seluruh stakeholder.

Pada tanggal 16 Juli 2024, aku mendapatkan perintah dari kepala dinas kami untuk mewakili beliau pada rapat tersebut, dimana kami mengikuti zoom meeting tersebut di ruang rapat Wakil Bupati Aceh Utara di Landing.

^{Rapat Koordinasi nasional (rakornas) pengendalian inflasi di ruang rapat Wakil Bupati Aceh Utara. Senin, 16 Juli 2024.}

Dalam rakornas tersebut juga membahas tentang pengendalian penyakit polio dan juga tuberculosis yang sejatinya merupakan penyakit lama, namun pada tahun ini polio mengalami Outbreak di beberapa wilayah di Indonesia.

Namun yang menjadi concern ku pada rapat tersebut adalah food Crisis yang bisa berujung pada bencana kemanusiaan dan silent Tsunami.

Hal ini karena faktor pangan merupakan aspek penting dan paling krusial bagi manusia, dimana saat ini telah terjadi kondisi yang sangat mengkhawatirkan terkait ledakan jumlah penduduk dunia, sedangkan sumber makanan dan energi semakin sedikit.

Hal ini juga akan memicu negara-negara untuk melakukan ekspansi dan okupasi terhadap negara lain untuk menguasai sumber daya alam, sumber energi dan pangan.

Bila Food Crisis ini terjadi, maka akan menimbulkan kerugian yang cukup besar seperti halnya kerugian yang dialami oleh bencana akibat gelombang tsunami dan akan "menyapu" serta menjangkau wilayah yang cukup luas (lintas negara).

Dalam konteks Indonesia, sebenarnya kita pernah mengalami masa kejayaan sebagai negara penghasil pangan dan pengimpor beras pada masa rezim Orde Baru (Orba) dibawah Pemerintahan Soeharto.

Namun setelah rezim Soeharto jatuh pada tahun 1998 dan diganti dengan orde reformasi sampai sekarang, Indonesia malah menjadi negara pengimpor bahan pangan yang cukup besar.

Padahal Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan intensitas hujan yang lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia, dan merupakan tanah yang subur untuk produksi dan budidaya tanaman pangan.

Saat ini Indonesia masih mengimpor beras, bawang putih, gula, garam dan bermacam komoditi lainnya. Dan berbeda dengan status swasembada beras pada masa rezim orde baru, saat ini produksi padi semakin menurun yang disebabkan oleh beberapa penyebab sebagai berikut :

• Pengurangan 50% volume pupuk subsidi
• 17-20% petani tidak bisa menggunakan kartu tani
• Petani hanya diberikan pupuk subsidi untuk sekali tanam
• 30 Juta petani tidak dibolehkan mendapat pupuk subsidi
• Alat dan mesin pertanian (alsintan) yang sudah tua
• Kekeringan akibat el-nino
• Lebih 50% saluran irigasi rusak
• Masih minimnya tenaga penyuluh pertanian

Tata kelola sektor pertanian dan pemerintahan secara umum yang amburadul menjadi faktor utama, dalam hal terjadinya masalah ini.

Fakta diatas menyebabkan produksi padi terus menurun, sementara disisi lain kebutuhan pangan nasional semakin tinggi sesuai perkembangan jumlah penduduk.

Jalan pintasnya adalah dengan menerapkan kebijakan mengimpor pangan dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik yang akan mengurus APBN dan bisa menyebabkan tidak stabilnya keuangan negara.

Belum lagi dengan adanya praktek pemburu rente oleh pihak-pihak tertentu yang akan merugikan rakyat banyak, karena harga pangan pasti akan lebih mahal. Dan tidak semua negara penghasil pangan mau menjual pangan mereka karena mereka juga mengalami hal yang sama (kelangkaan pangan).

Kalaupun mereka menjual produk pangan mereka, pastilah dengan harga yang lebih mahal. Dan itu artinya akan semakin membebani APBN dan rakyat sebagai konsumen.

Sebagian besar mata pencaharian penduduk Indonesia juga berasal dari sektor pertanian dengan padi sebagai komoditi utamanya.

Bila hal ini tidak ditanggulangi dengan serius maka akan bisa menyebabkan bencana kelaparan pada sebagian besar penduduk yang akan menimbulkan efek domino yang lebih parah.

Kita tentu tidak menginginkan hal itu terjadi, dan berharap pemerintah melakukan langkah-langkah progresif dalam rangka menjamin ketersediaan pangan dan "memberi makan" rakyat Indonesia seperti amanah konstitusi kita.

Jika teman-teman ingin mencoba menulis sebuah postingan yang berbeda yang mirip dengan ideku ini tentang kata-kata atau tulisan pendek yang kita jumpai sehari-hari dan kemudian kita maknai serta kita eksplorasi dan elaborasi secara bebas dalam sebuah postingan, anda bisa me-mention namaku dan kita akan saling membicarakan apa yang ada di isi kepala kita.

Asu dahlah wahai para pejabat. Sekali ini saja, tunjukkan nasionalisme kalian untuk menjamin tidak ada warga negara yang mati karena kelaparan. Sekian postinganku kali ini. Stay Healthy and Fun, Ciao...!

Regards

@alee75

ABOUT ME