Words for Today #5|Ing Ngarso Sung Tulodho

Olahraga pagi merupakan aktivitas rutinku bersama istri dan juga Si Kecil setiap hari, meskipun dalam beberapa hari ini kami tidak melakukannya karena istri sedang dalam pemulihan pasca menjalani laparoskopi yang penuh dengan nuansa "horor".

^{Berolahraga pagi}

Beberapa hari sebelumnya saat berolahraga pagi, mataku tertuju pada sebuah pesan atau peringatan yang dibuat oleh PT. PEMA Global Energi, sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang eksplorasi minyak dan gas bumi yang sedang menjadi operator eksplorasi di daerah kami.

PT. PEMA Global Energi merupakan
Badan Usaha Milik Daerah Aceh (BUMD/BUMA) yang sahamnya 100% dimiliki Pemerintah Aceh, yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan, perekonomian serta Pendapatan Asli Aceh.

Sebagai operator, mereka tentu menjalankan aktivitasnya dengan menjaga keamanan, baik di lokasi eksplorasi (cluster-cluster) maupun di lingkungan sekitar, karena ada jaringan pipa gas yang tertanam di sepanjang jalan. Bila terjadi gangguan, maka bisa menimbulkan dampak yang serius.

Pesan dan peringatan yang saya maksudkan adalah yang tertulis sebagai berikut :

BERBAHAYA!!!

PIPA GAS TEKANAN TINGGI
DILARANG :

• MEMBUAT API
• MENDIRIKAN BANGUNAN
• MENGGANGGU INSTALASI PIPA GAS
• MELINTAS UNTUK KENDARAAN BERAT/BUS
• BERCOCOK TANAM DI JALUR PIPA GAS

^{Peringatan dari PT. PEMA GLOBAL ENERGI}

Inti dari pesan tersebut adalah larangan untuk tidak menganggu atau melakukan sesuatu yang bisa menyebabkan kerusakan sistem yang telah dibuat (SOP Eksplorasi gas), yang bila dilakukan maka akan menimbulkan kerugian materil bahkan korban jiwa.

Lalu pertanyaan selanjutnya, apakah orang-orang mematuhi larangan dan peringatan tersebut?

Menurut pengamatanku, hampir semua poin peringatan diatas tidak dipatuhi oleh warga sekitar, padahal sudah diwanti-wanti dengan kata-kata BERBAHAYA!!!

Ada sarkasme dalam masyarakat bahwa aturan itu dibuat untuk di langgar. Sehingga meskipun telah dibuat peringatan, orang-orang cenderung untuk mengabaikan bahkan melanggarnya.

Fenomena ini dilakukan dan terjadi di semua level, baik pemimpin tertinggi sampai masyarakat awam di akar rumput, yang tentu dengan alasan dan latar belakangnya masing-masing.

Mengacu pada semboyan Ki Hajar Dewantara : Ing Ngarso Sung Tulodho, bahwa pendidikan itu merupakan tuntunan, dimana seharusnya pemimpin itu memberi contoh teladan yang baik untuk diikuti oleh orang-orang dibawahnya.

Jadi makna dari ing ngarso sung tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang di sekitarnya.

Salahsatu contoh teladan yang dimaksud adalah ketaatan kepada aturan yang berlaku, karena pada prinsipnya aturan itu berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu.

Apakah dia seorang pemimpin negara atau hanya rakyat jelata. Tidak ada yang memiliki privilege untuk bisa melanggar aturan dan ketentuan yang telah dibuat.

Lalu, apakah hal tersebut berlaku sekarang? Menurutku hal itu Jauh panggang dari api, dan kita sedang mengalami krisis keteladanan dari para pemimpin tertinggi yang akan berdampak pada level dibawahnya sampai ke tingkat terendah.

Sudah bukan rahasia lagi, banyak pejabat melakukan pelanggaran hukum dengan menyalahgunakan wewenang dan melakukan korupsi, padahal hal itu telah tegas dinyatakan dalam undang-undang, bahkan dengan ancaman hukuman yang maksimal.

Hal ini juga "menular" sampai ke level dibawahnya yang dapat dilihat dari banyaknya penyalahgunaan wewenang dan pungli diberbagai fasilitas dan pelayanan publik.

Dari sekian banyak contoh kasus yang terjadi, adalah yang aku alami saat istriku menjalani prosedur laparoskopi di rumah sakit beberapa waktu yang lalu.

Dua orang oknum unit bedah rumah sakit melakukan konspirasi dan melakukan penipuan kepada keluarga pasien (aku) dengan meminta uang sebanyak 200k IDR untuk keperluan membeli kantung khusus yang tidak disediakan pihak rumah sakit maupun BPJS.

Mereka menjelaskan alasannya sehingga aku membayar sesuai permintaan mereka. Tetapi kemudian penjelasan mereka menjadi tidak masuk akal, bahkan ketika aku membuka botol spesimen yang diberikan mereka, aku semakin marah karena aku telah nyata-nyata ditipu oleh mereka.

^{Botol spesimen berisi batu empedu}

Perilaku oknum seperti ini merupakan sebuah fenomena yang sering didapati pada instansi-instansi yang memberikan layanan publik. Dan seolah-olah hal ini sudah menjadi hal yang lumrah dan biasa-biasa saja.

Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan dari atasan dan juga kurangnya keteladanan dari orang yang seharusnya menjadi role model untuk diikuti oleh bawahannya.

Alih-alih menjadi role model, mereka malah memberikan contoh yang buruk dalam hal penyalahgunaan wewenang dengan melakukan korupsi yang gila-gilaan.

Kurang efektifnya penegakan hukum serta krisis keteladanan, membuat perilaku koruptif ini semakin merajalela dimana-mana, dan kemudian berkembang menjadi sebuah budaya dalam aspek yang lebih luas yaitu ketidakpatuhan warga negara terhadap hukum dan ketentuan yang berlaku.

Jika teman-teman ingin mencoba menulis sebuah postingan yang berbeda yang mirip dengan ideku ini tentang kata-kata atau tulisan pendek yang kita jumpai sehari-hari dan kemudian kita maknai serta kita eksplorasi dan elaborasi secara bebas dalam sebuah postingan, anda bisa me-mention namaku dan kita akan saling membicarakan apa yang ada di isi kepala kita.

Demikian uraianku kali ini tentang krisis keteladanan yang terjadi. Dan dalam batinku, aku selalu berharap akan ada perbaikan yang signifikan, meskipun ketika melihat rezim saat ini, aku menjadi hopeless. Stay healthy and fun. Ciao..!

Regards

@alee75

ABOUT ME