Tradisi Unik Masyarakat Adat di Pantai Barat Selatan Aceh, Manoe Pucok

Apakabar rekan Steemian Indonesia

Saya sudah lama merindukan kontes ini. He-he-he. Pasalnya selalu saja menarik untuk diikuti. Hanya saja selama ini ada kesibukan yang sangat menyita membuat tidak fokus. Konsentrasi terbelah dua.

---

Kali ini saya ingin membagikan tentang sebuah tradisi yang masih tetap di jaga oleh warga Barat Selatan Aceh yakni Manoe Pucok. Tradisi ini memang lebih dominan di wilayah pesisir Barat antara lain, mulai Aceh Jaya hingga ke Aceh Selatan. Mungkin di kawasan di Simeulue, hingga Aceh Singkil nama tradisinya lain. Barangkali begitu.

Menurut berbagai literatur yang saya baca, Manoe Pucok ini sudah menjadi tradisi masyarakat di sana. Manoe Pucok dilakukan sebagai tradisi rutin sebelum menjadi pengantin baru duduk di pelaminan (duek sandeng). Ada beberapa hal yang dilakukan sebelum prosesi Manoe Pucok itu dilakukan.

Dari beberapa kebiasaan yang dilakukan sebelum Manoe Pucok itu adalah memakai inai untuk para pengantin (dara baro dan linto baro), khatam Al-Quran dan peusijuek. Manoe Pucok itu bukan sekadar memandikan pengantin dengan air tujuh macam bunga.

Namun, ada nilai filosofi lain yang terkandung di dalamnya serta turun temurun sudah dirasakan oleh masyarakat setempat. Biasanya yang diperlukan itu hiasan dari daun kelapa muda (nyiur) yang dibuat dengan bentuk tertentu. Atau bisa juga kita sebut janur. Kemudian air limau serta perlengkapan peusijuek lainnya.

Tata Cara Manoe Pucok

Lalu bagaimana caranya? Sebelum seumanoe dilakukan peusijuek oleh keluarga terdekat. Untuk Manoe Pucok, calon pengantin wanita (dara baro) yang sudah siap dengan pakaian adatanya dibawa ke tempat mandi yang sudah dipersiapkan dan duduk di kursi yang sudah dihiasi. Lalu kakinya yang juga sudah dihiasi inai itu diletakkan dalam talam meupucok.

Kemudian, pakaian adat yang dipakai diganti dengan pakaian rumahan serta kain sarung sebagai basahan. Setelah itu tubuh dara baro baru disiram diselingi dengan membaca basmallah. Yang pertama kali menyiram air adalah perempuan yang dituakan. Untaian besar boh jeruju yang berasal dari daun kelapa muda yang telah dihiasi diarahkan ke hadapan dara baro.

Ketika air mengguyur tubuh, dara baro harus menyemprot air pada boh jeruju sebanyak tiga kali dengan mulutnya. Sementara ikatan jejuru di lepas serta dihentak wanita tua ada waktu bersamaan. Kemudian para wanita dan kerabat berselawat. Mereka maju satu persatu. Di tangannya memboyong gundam kuningan yang berisi air bunga tujuh rupa.

Prosesi ini diikuti oleh yang lain sampai mundam berikutnya. Setidaknya ada tujuh kali serta diayunkan daun pucuk kelapa yang sudah dianyam diusap dari atas kepala sampai ujung kaki. Di dalam talam dihiasi pucuk daun pisang serta buah pinang. Di depan terdapat tujuh buah tempat air (mundam) yang telah diisi dengan air.

Di dalam mundam itu terdapat air rendaman aneka ragam bunga. Warna-warni bunga ini berasal dari mawar, melati, seulanga, jeuma, kupula, culan, serta daun pandan. Pada leher mundam dihiasi dengan pita dari daun pucuk kelapa muda. Prosesi mandi mempelai wanita dilengkapi Tari Pho. Tarian yang dipersembahkan penari wanita ini menyanyikan syair (cae) tentang kisah si gadis sejak kecil sampai dewasa.

Kemudian, semua melantukan syair _troen tajak manoe sembari menyiram hingga isi guci kosong. Selanjutnya giliran semua sanak saudara dari kaum wanita menyiram air tersebut. Selesai mandi dara baroe ini dibalut dengan kain seunalen.

Ada yang menyebutkan, tradisi lama ini menyediakan lusinan kain saat upacara Manoe pucok. Lalu ayah dara baro menggendong sang anak dari tempat pemandian masuk ke dalam rumah.

Filosofi

Ada serangkaian tradisi yang dilakukan saat satu keluarga menggelar hajatan pesta pernikahan anaknya. Sebelum Manoe Pucok ada malam pakai inan dan khatam Al-Quran. Dan yang ketiga adalah Manoe Pucok. Kegiatan memandikan semacam simbol untuk menyucikan di gadis sebelum berumah tangga.

Dalam narasa lain disebutkan, untuk menyucikan si gadis sebelum melepas keperawanan. Simbol keperawanan ditunjukkan seperti pelepah pinang yang belum pecah rangkaian boh jeruju hingga pucuk daun kelapa dihiasi burung murai beserta umpannya. Semuanya diletakkan di dalam talam.

Nah, pucuk daun kelapa ini lah yang disebut pucok. Di sela-sela Manoe Pucok ada Tari Pho. Namun tak semua keluarga sepakat melakukan tari ini. Sebab takut membangkitkan rasa emosional berupa kesedehan yang terdengar dari Cae yang memilukan.

Dahulu, penarinya perempuan dewasa, kini kebanyakan penari berjumlah delapan hingga 12 perempuan digantikan dengan para remaja. Nyatanya, tradisi Manoe Pucok sudah semakin sedikit. Tak banyak keluarga yang memakai tradisi ini saat mengawinkan anak gadisnya.

Kabarnya, sekarang gundam sangat sulit didapatkan. Bahkan, jika dipaksakan harus meminjam ke tangga sehingga dapat tujuh buah. "Sekaarang sudah langka gundam, biasa dipakai tiga atau lima gundam. saja,” kata Eko Densa kepada saya beberapa waktu lalu.

Eko adalah pengantin baru (linto baro), yang dua pekan lalu baru saja menjalani proses Manoe Pucok bersama isterinya di Labuhan Haji, Aceh Selatan. Katanya, Manoe Pucok, tradisi untuk melepaskan kepergian anak gadis membina bahtera rumah tangga dengan lelaki pilihannya.

Literatur lain menyebutkan, memandikan dara baro juga punya filosofi guna membersihkan si gadis dari gangguan makhluk astral sebelum ia dilepaskan dari keluarga kepada suaminya. Termasuk ketika ayah menggendong anak gadisnya untuk terakhir kali.

---

Terima kasih kepada Mr @ridwant yang sudah memprakarsai kontes ini. Saya mengundang @syukranj92 @ustazkarim, @isha46 untuk mengikuti kontes ini.

---

Thanks to Steemian friends and the Steemit Team who always support me. I really appreciate it.

Regards @Munaa

_23/7/2023