_{Edited by Canva}

Assalamualaikum

PEKAN Kebudayaan Aceh alias PKA sudah dimulai. Banyak kolega dari berbagai daerah datang ke Kutaraja alias Banda Aceh. Dari sekian banyak kegiatan dan stand yang dibuka, hanya ada satu stand swasta yang menarik perhatian saya. Itulah adalah stand Rumoh Manuskrip Aceh di bilangan Ie Masen Kaye Adang, Kecamatan Syiah Kuala.

Stand ini milik kolektor Naskas Kuno Tarmizi A Hamid. Pria ini lebih familiar dengan lakab Cek Midi. Ia bersama seorang peracik ramuan kuno Masri Yoga. Keduanya membuka stand di rumah pribadi Cek Midi yang sekaligus merangkap museum naskah kuno.

Saya berkunjung ke Rumoh Manuskrip Aceh ini setelah semua urusan selesai. Seperti biasa, rutinitas saya sejak pagi adalah mengantar dan menjemput anak ke sekolah. Karena selama ini masalah kerusakan Macbook membuat saya sedikit mengendorkan menulis di platform ini.

Selain itu, sekarang mood saya juga sedang berada di kebun. Sehingga, setiap waktu kosong, tatapan matanya langsung ke media tanam dan bibit-bibit yang sedang masa persemaian.

Karena itu pukul 11.30 WIB saya menjemput si sulung Gulfam. Setelah itu, langsung menuju ke Rumoh Manuskrip Aceh. Tiba di sana, ada tuan rumah Cek Midi yang sedang berbincang hangat dengan dua jurnalis Metro TV. Di sana juga ada Syukran Jazila. Dia sempat aktif di platform ini. Belakangan karena kesibukan, maka dia memilih non aktif sejenak.

Salah satu sosok yang masih asing di mata saya adalah, pria berambut gondrong. Pria berkulit sedikit gelap ini memakai peci hitam di kepalanya. Belakangan saya diperkenalkan dengan sosok ini. Namanya Masri Yoga. Ia dinobatkan sebagai mahaguru.

Saya berjabat tangan. Lalu, Cek Midi langsung celoteh. Dia minta Masri Yoga untuk melihat "isi" badan saya. Kontan dia bertanya siapa nama. Setelah tahu nama, dia dia sejenak. Kemudian, dengan lancar mengutarakan sisi baik dan yang minus. Apa yang dia utarakan memang tidak ada salahnya.

Meski baru pertama jumpa, saya langsung merasa akrab. Begitu pula dengan Teungku Yoga. Kami memanggilnya Teungku, namun dia menolak. "Panggil saja Bang Yoga," ungkap dia merendah.

Di awal perkenalan, dia sudah mengajari kami dengan beberapa ilmu agama dasar tentang ketauhidan. Apa yang dia utarakan memang ajaran dasar saat mengaji aleh ba ta bak teungku rangkang. Atas dasar itulah, kami memanggil dengan panggilan mulia. Hanya saja dia menolak dengan halus.

Ada banyak hal yang dia ceritakan. Baik soal ramuan obat-obatan yang ada dalam kita Tajul Muluk, hingga semua sumber daya rempah yang tumbuh di bumoe Aceh. Semua bahan itu, dikatakan Bang Yoga sebagai warisan aulia. Ia sendiri dengan jujur mengaku tidak kuasa membaca kitab kuno.

"Kalau kitab kuno itu Cek Midi yang baca. Saya praktek langsung di lapangan," ujar pria berdayah Gayo ini.

Cerita-cerita tentang semua hal tak ada kapan berakhirnya. Hingga suara azan terdengar. Usai ibadah, beberapa menit kemudian, tuan rumah menyediakan makan siang. Lalu saya pamit harus menjemput Ghazi pulang sekolah. Cek Midi sudah duluan ke sekolah anaknya. Tujuannya juga sama, menjemput.

Pulang ke rumah, saya istirahat sejenak. Setelah itu segera berangkat lagi. Mengantar Ghazi ke tempat les. Saya pun mencari tempat untuk stanby sejenak di warung terdekat, sembari menunggu jadwal pulang les. Les cuma satu jam. Itu rutinitas yang bisa dilepas.

Pukul tiga kembali ke tempat les, menjemput Ghazi. Baru kami pun gas pulang ke rumah. Sebelumnya dia minta jajan kesukaan. Setelah selesai shalat ashar, saya melanjutkan membenahi beberapa polibag dan melubangi pot-pot. Begitu suara azan magrib terdengar, baru saya menyelesaikan semua kegiatan hari itu. Terima kasih sudah membaca postingan saya.

---

10 % payout to @steem.amal

---

Thanks to Steemian friends and the Steemit Team who always support me. I really appreciate it.

*****

Achievement-1

Salam @Munaa

_11/11/2023