Kapan Kita Ketemu Lagi?

in #fiction6 years ago (edited)

IMG20180413194124.jpg

Petang tadi kami kedatangan tamu istimewa, seorang perempuan dan pria yang tampaknya datang bukan sekadar datang seperti para pengunjung lainnya. Mengapa kukatakan 'kami', sebab yang ada di kompleks ini bukan cuma hanya ada aku. Jadi mereka yang datang ke kompleks ini juga otomatis menjadi tamu penghuni kompleks lainnya.

Hm, kuceritakan sedikit mengenai siapa saja yang menghuni kompleks ini. Biar kalian tidak penasaran hehehe. Ada Rumoh Aceh yang menjadi bangunan utama di kompleks yang menghadap langsung ke kompleks militer Kodim 0101/BS, dipisahkan oleh Krueng Daroy yang punya nilai historis tinggi. Dulu sungai ini sengaja dibuat oleh Sultan Iskandar Muda untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat.

Rumoh Aceh ini merupakan rumah adat yang dibuat oleh Belanda pada 1913 untuk menyimpan benda-benda bersejarah koleksi mereka. Kalau kita detail memerhatikan ornamen-ornamennya, terlihat jelas pada bentuk ukirannya yang berbentuk hati dan tanda tambah. Pada 1934 Rumoh Aceh ini diikutsertakan dalam Gelanggang Pameran di Semarang untuk dilombakan. Hasilnya, Rumoh Aceh mendapatkan empat medali emas, sebelas perak, dan tiga perunggu. Keren ya?

Rumoh Aceh ini awalnya berada di lokasi yang sekarang kita kenal sebagai Lapangan Blang Padang. Barulah pada 31 Juli 1915, Gubernur Aceh yang kala itu dijabat H.N.A Swart mengusulkan agar Rumoh Aceh dipindahkan ke kompleks yang sekarang dan dijadikan museum.

Di sini juga terdapat banyak makam milik orang-orang terdahulu dan lonceng Cakradonya yang terkenal itu. Tapi, biarlah lain waktu kuceritakan tentang satu persatu penghuni kompleks ini. Kali ini aku ingin menceritakan tentang sepasang tamu istimewa itu. Hm, kusebut mereka istimewa karena selama mereka berada di sini tidak sekali pun kulihat mereka berfoto. Tidak seperti pasangan atau pengunjung lain yang datang berkelompok. Mereka malah terlihat serius berdiskusi setelah melihat-lihat objek tertentu.

Dari jauh aku mengamati gerak-gerik mereka, yang perempuan menyandang ransel kecil warna merah hati. Tangannya menenteng sebuah tas jenjang warna abu-abu, kuduga di dalam tas itu adalah perangkat canggih yang biasa digunakan manusia untuk menulis. Dunia terus berubah, dulu orang-orang menulis menggunakan pulpen, sekarang menggunakan berbagai jenis perangkat. Dengan perangkat sejenis itulah perempuan tersebut pernah menuliskan tentangku dengan sangat detail. Perihal ini kuketahui dari kabar berita yang beredar di antara sesama kami.

Belakangan aku juga tahu perempuan itu sangat menyukai diriku. Inilah yang membuatku sangat girang ketika melihatnya mendekati diriku usai mereka berkeliling sebagian kompleks. Lalu dengan tangannya yang lembut ia memetik dua kuntum diriku yang sedang ranum. Warnaku sedang sangat indah-indahnya, kuning pekat dengan sulur-sulur mahkota yang indah. Inilah waktu-waktu terbaik memetik diriku jika ingin disuling untuk dijadikan atsiri.

Di sini tak ada yang memetik diriku, aku melewati masa-masa ranum yang penuh debar, berharap ada yang memetikku dan menikmati uap wangi yang berasal dari diriku. Aku berharap ada yang meletakkan diriku di antara sanggul rambut para gadis, atau di sela saku-saku pakaian. Agar kehadiranku menjadi lebih bermakna. Tapi gadis mana yang masih menyanggul rambutnya di zaman modern seperti sekarang? Dan, siapa pula yang suka menyelipkan diriku di saku pakaian mereka. Kalaupun ada, bentuknya sudah dalam wujud parfum yang mereka beli dari gerai-gerai mahal.

Sementara si lelaki menyandang ransel yang lebih besar. Ia bercelana jeans dan kemeja panjang dengan lengan yang disingsingkan. Wajahnya terlihat bersih dengan senyum yang menawan. Aku sempat jatuh hati padanya saat menyadari jari-jemarinya yang terawat itu mengambil salah satu di antara kami dari tangan si perempuan. Ia menimang-nimangnya. Hatiku mengembang bahagia.

Aku lupa, apakah ia sempat mencium wangi yang berasal dari diriku, karena beberapa saat kemudian aku menjadi sangat marah padanya. Seenaknya saja dan tanpa perasaan ia menjatuhkan aku ke tanah, tepat di antara dua sepatunya. Kupikir awalnya ia tak sengaja menjatuhkan, tapi aku memang dibuang karena ia tak berniat mengambilnya kembali setelah beberapa saat.

Si perempuan juga yang akhirnya menyelamatkanku, mengambilku dari tanah dan mengibas-ngibaskan kuntumku agar debu yang sempat menempel terlepas. Aku memandang pria itu dengan marah, aku jadi tak suka padanya. Begitukah caranya memperlakukan makhluk indah sepertiku? Tak adakah perasaan bersalah sedikit saja? Setidaknya, jika dia tidak ingin memiliki aku jangan rebut aku tanpa permisi dari tangan si gadis. Aku melotot ke arahnya, tapi percuma saja dia tak bisa melihatku.

Menjelang senja mereka bersiap-siap meninggalkan kompleks. Dari saku tas di punggung perempuan itu aku mencuri-curi dengar apa yang mereka ucapkan. Duh, sejak kapan sih aku jadi suka menguping.

"Kapan kita ketemu lagi?" tanya si perempuan.

"Enggak usah ketemu lagi." jawab si lelaki.

Dari dalam sini aku tidak bisa melihat ekspresi keduanya. Tapi yang pasti aku kesal sekali mendengar jawaban si laki-laki itu. Tidakkah dia tahu, jika ada seseorang yang masih bertanya begitu itu artinya keberadaan dirinya penting. Ya, mungkin saja dia bercanda, tapi bercanda di waktu yang tidak tepat sama sekali tidak lucu bukan? Dasar pria, ingin rasanya aku dengungkan telinganya dengan beberapa petuah penting. Tapi aku terlanjur kesal padanya, terlanjur ilfil karena dia sudah membuangku tadi. Aduh, tapi aku juga terlanjur jatuh hati pada senyumnya.[]

Sort:  

insya allah umur panjang ketemu kak👍

Yang pertama saja belum, bagaimana mungkin untuk 'lagi' :-D

Mantap inhan, sukses terus y

amin, sukses juga untuk Rika

Baiklah, abes konsen kami baca dari atas ee, rupanya yang ngomong bunganya, kereeennnnnn. 😍

hahahahha ....

Tidorrrr tidooorr😂😂😂

hahhahahahahahha beudoh beudohhhh

kira-kira petuah semacam apa? :D

Keburu magrib hahaaa

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 63931.73
ETH 2663.43
USDT 1.00
SBD 2.84