[CERPEN]: Sisa Getir Januari (Dimuat di Serambi Indonesia, Minggu, 11 Februari 2018 )

in #fiction6 years ago

IMG20180302043737.jpg

Tergesa-gesa Joe membuka kotak berlapis sampul violet yang baru ia terima dari kurir. Ia sudah tahu apa isi kotak itu. Jantungnya berdegub tak karuan. Bibirnya menyungging semringah.

“Katakan kau mencintaiku saat membuka kotak itu.”
Joe kembali membaca pesan yang dikirimkan gadisnya beberapa hari lalu. Hatinya kembali mendengungkan ucapan itu. “Aku mencintaimu Senja, aku mencintaimu. Lebih dari kau mencintai aku.”

Joe berdesis. Masih dengan bibir yang menyunggingkan senyum. Sebuah buku dengan sampul hard cover berwarna jingga, menyembul dari balik kotak. Joe mengusap permukaannya. Untuk Joe. Demikian pengantar singkat dari penulisnya; Senja. Kekasih Joe.

Di dalam kotak ada sebuah kotak kecil, mirip kotak cincin. Joe segera mengambil kotak itu. Isinya ternyata hanya sepotong cokelat. Cokelat berbentuk hati.

“Bukalah lembaran terakhir buku itu, lalu masukkan cokelat itu ke mulutmu sambil membaca sajak pendek itu.”

Saat hendak memasukkan cokelat itu ke mulutnya, mendadak Joe teringat pada pesan yang dikirimkan Senja. Segera ia membuka halaman terakhir dari buku itu.

Kupikir, tak ada kekasih mana pun yang tega membuat kekasihnya menangis berkali-kali
Menanti berkali-kali
Dan berharap berkali-kali
Ternyata ada, dan itu kamu.

Joe membaca sajak-sajak itu dengan hati gerimis. Ia merasa bersalah. Tapi merasa tak bisa menolak takdir. Perlahan ia mengunyah cokelat berbentuk hati yang seketika lumer di mulutnya. Itu adalah cokelat terenak yang pernah ia makan. Lalu Joe tertidur. Sambil memeluk buku bersampul jingga.

“Tidurlah dengan panjang dan damai.”

Joe lupa pada pesan terakhir kekasihnya.

+++

Senja duduk menghadap cermin besar di kamarnya. Ia memandangi wajahnya yang sendu. Sepasang kelopak matanya sembab. Sisa tangis semalam. Ia menarik segaris senyum untuk mengkamuflase luka di hatinya. Kemudian menyapu wajahnya dengan bedak padat berwarna natural. Mengulasnya dengan perona pipi berwarna jingga. Warna senada ia ulas di kelopak matanya. Untuk bibir, ia percayakan warna merah muda agar tampak lebih segar. Rambut panjangnya ia biarkan tergerai.

Senja bukanlah gadis yang suka bermake-up. Ia hampir tak pernah bersentuhan dengan benda-benda itu. Tapi setiap Januari tiba, ia selalu ingin menjadi perempuan seutuhnya sebagaimana anggapan orang-orang kebanyakan. Untuk itulah ia membeli barang-barang itu. Bedak dengan merk premium, pemulas bibir, perona pipi.

“Aku ingin melihatmu dengan wajah merona serupa rona senja,” kata Joe melalui telepon menjelang akhir Desember tahun lalu.
“Kali ini kita benar-benar akan bertemu kan, Joe?” Senja memastikan.
“Iya, aku akan datang menemuimu sebelum kelopak-kelopak angsana itu bermekaran di taman kota.”
“Rinduku padamu sudah menggunung.”
“Bersabarlah sebentar lagi.”
“Bagaimana aku bisa bersabar setelah dua Januari kau ingkar janji.”
“Tidak dengan Januari ini.”

Kali ini, seperti dua kali Januari yang sudah terlewati, Senja bersabar. Untuk Joe, ia akan selalu bersabar. Menunggu dengan ritual yang sama. Tak terpikir untuk protes atau menggugat Joe.

Usai menerima telepon terakhir dari Joe di sisa Desember tahun lalu, Senja pergi ke toko. Ia membeli blus warna putih tulang untuk dikenakan saat mereka bertemu nanti. Ia membeli seperangkat perlengkapan kosmetik baru. Dan yang tak pernah diketahui oleh Joe, Senja membeli sepasang pakaian dalam baru.

Senja bangkit. Ia mengumpulkan semua benda-benda yang dibelinya akhir Desember lalu. Memasukkannya ke dalam plastik kresek dan membuangnya ke dalam tong sampah. Setetes embun mengapung di pelupuk matanya.

“Mengapa kau ingkar janji, Joe?”

Senja menguatkan diri untuk menanyai Joe di awal Februari. Ia merobek Januari dari kalender dengan membawa serta sedikit sisa getirnya. Perasaan terluka karena Joe kembali ingkar janji. Ia kecewa. Hatinya remuk. Tapi tak terbit sedikit pun amarah kepada pria yang sudah mencuri hatinya selama bertahun-tahun itu. Senja marah kepada dirinya sendiri. Marah yang tak pernah ia definisikan.

“Maafkan aku, Senja. Waktu yang kupunya sedikit sekali. Semua terjadi di luar rencanaku.”

“Aku tidak memaksamu harus menemui diriku, aku bahkan tahu diri untuk itu. Tapi setidaknya kau bisa memberi kabar.”

“Maafkan aku, Senja. Maafkan.”

“Kau tahu seperti apa rasanya menunggu?”

Joe tak membalas. Tapi tanda centang biru itu menunjukkan kalau Joe sudah membaca pesannya. Itulah alasan bagi Senja untuk meneruskan kalimatnya yang terputus. “Aku sudah melakukan kekonyolan berkali-kali hanya untukmu Joe. Dan itu sudah cukup. Dulu kita mengawali semuanya dengan caramu, sekarang mari kita sudahi dengan caraku.”

Senja tahu. Tak ada gunanya menggugat apalagi menyalahkan Joe. Bukankah ia sudah mengetahui hal itu jauh-jauh hari sebelum hati mereka terpaut serekat ini? Menjalin hubungan dengan perbedaan jarak dan waktu itu sudah cukup menimbulkan sengsara. Konon lagi mendapati kenyataan bahwa cinta mereka kian rumit saja.

Bagi Senja, tak ada kenyataan yang lebih menyakitkan dari pada ia dibohongi berkali-kali. Ia ingin memberi kejutan untuk Joe. Kejutan yang tak pernah dibayangkan oleh Joe. Pun oleh Aruni, yang selama hidupnya ditakdirkan untuk menggoreskan luka di hati Joe. Namun tak pernah dilepaskan Joe karena ia terkungkung oleh fatamorgana rumah tangganya sendiri.

“Buku ini adalah kejutan itu.”

Senja mendesis. Mengusap lembut sampul buku berisi puluhan judul sajak dan surat cinta. Bertahun-tahun ia mengumpulkan sajak dan surat-surat itu, demi suatu hari bisa dipersembahkan kepada Joe. Tapi bukan dengan rencana yang seperti ini.

++++

Ini kali pertama Senja mengolah cokelat di dalam hidupnya. Ia bahkan tak suka cokelat. Tapi demi kejutan untuk Joe, ia rela masuk ke toko yang menjual bahan-bahan kue untuk membeli cokelat terenak di kastanya. Oh ya, Senja juga mampir ke toko tani untuk membeli racun tikus.

Sampai di rumah Senja segera menjerang air, menaruh mangkuk stainless ke dalam panci, dan memasukkan potongan-potongan cokelat untuk dilelehkan. Tak lupa bubuk racun tikus. Lelehan cokelat itu lantas ia masukkan dalam cetakan berbentuk hati. Senja menunggu hingga cokelat itu beku dengan hati retak berkeping-keping.[]

Ihan Sunrise: penikmat sastra, pecandu kopi, pengayuh sepeda

Sort:  

Jangan main-main sama Senja. Ketika kesabaran itu telah sirna, maka racun tikus pun beraksi. Hehe.

Terus, polisi akan turut serta? Lalu Aruni akan sewa detektif atau malah menggelar kenduri? Hehe.

*orang logis susah, Han, pd sebuah cerita fiksi pun dia masih berfikir konsekuensinya. Hayyah.

hahhahahaha...... di kali berikutnya, Senja menghadiri pemakaman Joe. Ia mengamati prosesinya dari jauh. Aruni menangis sesenggukan menyesali semuanya. Polisi menuduh Aruni, karena hasil pemeriksaan ditemukan racun tikus di dapur.

Mantap karyanya @ihsansunrise,benar2 penulis

Ceritanya sangat menarik 👏

Asiiikk.. Tulis cerpen terus ya. Biar ada bahan referensi untuk helda

Akhir cinta yang tragis

Tulisan ini juga membuat remuk hati pembaca😫

Datang ke kantor Serambi bawa fotokopi ktp, cok peng honor cerpen hehe

padup honor cerpen di serambi sekarang?

berarti ini si Joe adalah suami orang....aruni?
dan senja adalah orang kedua?

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.13
JST 0.027
BTC 58309.71
ETH 2617.30
USDT 1.00
SBD 2.42