It's For Love # 76 (Bilingual)

in #fiction6 years ago (edited)

Bukan salah Hoshi, bila cintanya bertepuk sebelah tangan. Dari awal Hoshi sudah mengatakan padanya, hubungan mereka, hanya akan sebatas teman sampai kapan pun. Yo menghela nafas. “Keluarlah Hosh, kalau kamu mau gabung dengan mereka!”

Rambut Hoshi sudah tidak karuan bentuknya. Berkali-kali dia menyisir rambut dengan jari tanpa sadar. Terkadang menjambak rambutnya sendiri. Laki-laki yang sangat memperhatikan penampilan itu, terlihat sangat berantakan. Rambutnya sebagian sudah berdiri tegak.

“Apa maksudmu? Aku sedang membuat proposal tentang novel baruku,” sahut Hoshi dengan dahi mengernyit. Dia menoleh ke arah dengan wajah cemberut. Dalam hitungan detik, tatapannya kembali tertuju ke halaman belakang.
Tanpa sadar jarinya kembali menyisir rambut.

Yo tertegun. Laki-laki tanpa emosi itu benar-benar terjengkang. Hanya dalam hitungan menit, dia melihat air muka bahagia, marah, dan jengkel silih berganti di wajah tampan itu.


Source

Punggung Yo bersandar ke sandaran kursi. Dia memperhatikan sekeliling. Hoshi merubah perpustakaan pribadinya, setelah orangtuanya menyetujui pindah sementara ke rumahnya, sepulang dari rumah sakit. Bertahun-tahun dia bekerja pada Hoshi, kali itulah pertama dia melihat tempat kerja Hoshi di rumah.

Perpustakaan itu dibuat dua lantai untuk menampung buku-buku koleksi bosnya. Ruangan didominasi warna coklat dan furniture kayu jati. Tangga kayu melingkar elegan menghubungan kedua lantai. Dari lantai bawah dia bisa melihat rak-rak buku yang terisi penuh. Sebuah Full HD TV 50 inch, diletakkan menghadap meja tulis kayu jati grade A super besar.

Hoshi mengubah perpustakaan sekaligus menjadi ruang kerjanya. Menyatukannya dengan ruang santai yang menghadap halaman belakang. Menambahkan meja bulat dengan empat kursi, meja bilyar, satu set TV lengkap video game, dan beberapa sofa baca sekaligus rak buku.

Di sudut ruangan, bosnya membuat rak buku unik yang berfungsi sebagai pembatas ruang kerja pribadi. Karena menggunakan dinding kaca, Yo bisa melihat orangtua Hoshi, Malvin dan Rafka sedang barbeque di bawah pohon rambutan yang berbuah lebat.

Melihat kilasan-kilasan emosi di wajah Hoshi, membangkitkan sebuah rasa lain dihatinya. Bahagia Hoshi menjadi bahagianya juga. Sebuah kesadaran melintas di pikiran Yo.

Kalau bukan karena Hoshi, dia tidak akan menjadi Yo yang sekarang. Dan kalau bukan karena Afra, Hoshi sendiri mungkin tidak akan menjadi Hoshi yang sedang kebingungan di depannya saat ini. Yo tersenyum lemah.

“Bukannya kamu sendiri bilang, kalau mau bikin novel bagus harus riset lapangan?”

Dengan cepat Hoshi menoleh ke arah Yo. Dahinya lagi-lagi mengernyit begitu dalam. Menandakan otak kirinya berfungsi maksimal.

“Begitu menurutmu?”

“Aku hanya mengulangi kata-kata yang menjadi mantra untukmu, setiap kali kau menulis novel. ‘Riset, akan menjadi kekuatan novelmu … karena menulis novel, bukan hanya sekedar menulis apa yang terlintas di pikiranmu … novel yang baik, adalah novel yang bisa menarik pembacanya ke dalam dunia di novel itu. Tanpa riset yang baik, novel itu hanya akan jadi sekumpulan hasil ketikan. Karena tidak ada jiwa di dalamnya.’”

Mata Hoshi bersinar. Wajah tampannya jadi semakin menarik. Dia bangkit berdiri, menghadap Yo. “Benar … aku harus melakukan riset … aku membutuhkan riset, karena aku ingin novelku memiliki jiwa, di setiap pilihan katanya. Thanks ya Yo. Aku engga tahu, aku akan jadi apa, kalau engga ada kamu.”

Tangan Hoshi disimpan di kedua saku celananya, ketika dia berjalan keluar. Menemui orang-orang yang dicintainya. Afra, Malvin, Rafka, dan kedua orangtuanya.


Source

Tiba-tiba dada Yo terasa sangat lega. Sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Perjuangannya sudah harus berhenti sekarang. Dia memberikan selamat kepada dirinya sendiri. Karena sudah melakukan hal yang benar. Melepaskan cinta rahasia yang digenggamnya erat selama sembilan tahun.

ENGLISH VERSION

It's not Hoshi's fault, when her love is uncalled for. From the beginning Hoshi had told her, their relationship, would be limited to friends until any time. Yo sigh. "Come out Hosh, if you want to join them!"

Hoshi's hair is out of shape. Time and time again he combed his hair with his finger unknowingly. Sometimes grabbing his own hair. The man who is very concerned about the appearance, looks very messy. His hair partly stood upright.

"What do you mean? I'm making a proposal about my new novel," Hoshi said with a frown. He turned to look sullen. Within seconds, his gaze returned to the backyard.

Unknowingly his fingers brushed his hair back again.

Yo stunned. The unemotional man really fell backward. In just a matter of minutes, she saw a happy, angry, irritable expression on that handsome face.


Source

Yo's back was propped against the back of the chair. She looked around. Hoshi changed his personal library, after his parents agreed to move temporarily to his home, after from the hospital. For years she worked for Hoshi, the first time she saw Hoshi's workplace at home.

The library was made two floors to accommodate books collection of his boss. The room is dominated by brown color and teak furniture. The elegant circular wooden staircase connects both floors. From the floor down he could see the full bookshelves. A 50-inch Full HD TV, placed against a large grade A teak wood desk.

Hoshi changed the library as well into his work space. Put it together with a relaxing lounge overlooking the backyard. Added a round table with four chairs, a billiard table, a full set of video games, and several reading sofas as well as bookshelves.

In the corner of the room he created a unique bookshelf that served as a private space barrier. Because of using glass walls, Yo can see Hoshi's parents, Malvin and Rafka having barbeque under a fruitful rambutan tree.

Seeing the flashes of emotion on Hoshi's face, aroused another taste of her heart. Happy Hoshi make her happy too. An awareness crossed Yo's mind.

If it were not for Hoshi, she would not be the Yo now. And if it were not for Afra, Hoshi himself probably would not be a Hoshi who was confused in front of him this time. Yo smile weakly.

"Do not you say, if you want to make a good novel should field research?"

Hoshi quickly turned to Yo. His forehead again frowned deeply. Indicates the left brain is functioning optimally.
"Do you think so?"

"I'm just repeating the words that spell for you, every time you write a novel. 'Research, will be the power of your novel ... for writing a novel, not just writing what comes to your mind ... a good novel, is a novel that can draw its readers into the world of the novel. Without good research, the novel will only be a collection of typed results. Because there is no soul in it. '"

Hoshi's eyes shone. His face lighten up. He stood up, facing Yo. "Right ... I have to do a research ... I need some research, because I want my novel to have a soul, in every choice he says. Thanks Yo. I do not know, I'll be what, if you do not exist. "

Hoshi's hands were kept in his pants pockets, as he walked out. Meet the people he loves. Afra, Malvin, both parents, and Rafka.


Source

Suddenly Yo's chest felt very relieved. There was nothing else she could do. The struggle has to stop now. She congratulated herself. For doing the right thing. Releasing secret love she held tight for nine years.

Bandung Barat, 30 Maret 2018
Warm Regards

Cici SW

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 62938.05
ETH 2552.06
USDT 1.00
SBD 2.63