It's For Love (5)

in #fiction7 years ago

Inda menarik nafas panjang. “Konsentrasi dan pilihan… sekarang kita masih kecil… cuma pacaran, menurut aku buang-buang energi saja.”
Lalu ngapain lagi? Alis Hoshi naik sedikit. Nikah? Bola matanya mengarah ke atas. Pantas saja. “Kita kan masih 3 SMA, Da… waktunya senang-senang… jangan terlalu serius…” ujar Hoshi. “Nikmatin masa muda kamu!”
“Sampai kapan?” Inda balik bertanya. Dia berpikir sesaat. “Ayah sering bilang… ‘Ibu meninggal saat kamu berumur 3 tahun… Ayah ingin kamu bisa jalanin hidup yang baik, apabila sesuatu terjadi pada Ayah.’ Kalau Ayah benar-benar pergi, apa yang harus aku lakukan? Aku engga punya siapa-siapa lagi.”
“Inda…“
Inda tersenyum lemah. Tangannya memainkan pulpen yang dipegangnya. “Aku engga tahu, kenapa aku cerita ke kamu Hosh… kamu orang pertama, dan mungkin orang terakhir, yang aku ceritain… aku cuma… engga mau, kamu berpikiran negatif tentang Papa kamu. Sangat bersyukurlah kamu, masih punya orangtua lengkap.”
Keheningan muncul di antara mereka. Yang terdengar hanya suara guru les mereka yang masih menerangkan materi pelajaran.
“Terimakasih sudah mau ngasih tahu rahasia kamu…. Tapi…. Papa seperti itu, memang kenyataannya..... Kamu kayak belajar di dunia lain,” keluh Hoshi. Dia memang terbiasa ngobrol dengan Inda. Tapi topik kali ini benar-benar di luar imajinasinya.
“Jika jalan kamu terhalang, putari Hosh. Lampaui masalahmu dengan Lifeskill.”
“Lifeskill? Apa itu?”
“Intinya hubungan dari berbagai pengetahuan dan kecakapan yang dikuasai orang, yang membuatnya bisa mandiri. Kalau life skill kamu hebat, kamu mampu memaksimalkan potensi dan menikmati hidup luar biasa. Apa pun kondisinya.”
Hoshi menjalankan mobilnya perlahan. Dia membuka kaca jendela mobilnya. Entah kenapa, sama Inda, rasanya seperti sama Mama. Dahinya mengernyit, ketika sadar selalu banyak ngomong kalau lagi berdua Inda. Percakapannya dengan Inda, terngiang kembali.
“… tapi mungkin ini jadi kesempatan kamu… untuk benar-benar mengejar apa yang kamu pengenin.”
Alis Hoshi bertaut. “Yang benar-benar aku pengenin?”
“Bukannya kamu marah banget sama Papa kamu, waktu disuruh masuk IPA?... kamu sama sekali engga tertarik ke IPA. Walaupun nilai kita terus kejar-kejaran selama ini. Bukan sombong, tapi hebat lho, bisa saingan nilai sama aku. ”
Hoshi tertegun. Benar, dia menghela nafas. Selalu ada Inda di setiap persimpangan besar jalan hidupnya. Dia menoleh ke arah Inda.
“Semua cuma masalah persepsi aja, Hosh,” lanjut Inda lembut.
“Persepsi?” Hoshi membeo.
“Ya… yang kamu anggap bencana saat ini, di masa depan bisa kamu anggap sebagai keberuntungan luar biasa.”
“Kamu—“
“Aneh ya,” potong Inda seraya tersenyum lebar.
Hoshi ikut tersenyum. Wajah serius Inda sudah berganti dengan wajah jahil seperti biasa. “Engga…” Hoshi mengangkat bahunya sekilas, “…hanya engga biasa aja… tapi… thanks Inda, aku jadi engga ngeblank kayak tadi… bukan aku sendiri yang menderita… hidup kamu selama ini pasti lebih berat dari masalah aku sekarang.”
Inda hanya mengangguk sembari tersenyum.
“Kamu sendiri sudah mantep masuk ke kedokteran?” tanya Hoshi.
“Ya. Aku mau jadi dr. spesialis bedah syaraf hebat.”
Giliran Hoshi mengangguk. Rasa iri terbersit di hati. Inda tidak berubah pikiran. Sejak kelas 7, ketika ditanya apa cita-citanya, ‘dokter spesialis bedah syaraf hebat’ sahut Inda lantang.
“Kamu janji mau nemenin aku ngelawan arus?” tanya Hoshi lirih.
Kedua alis Inda naik sedikit. “Kenapa aku?”
Hoshi menelengkan kepalanya. Tersenyum lebar, “Kalau sama kamu, walau di kutub utara sekali pun, pasti aku bisa jalanin.”
Rasanya selalu menyenangkan saat bersama Inda. Dia menatap Inda sesaat. “Kenapa kita engga pacaran, ya?”
Inda hanya menjawab dengan senyum, sembari melambaikan tangannya. “Kalau memang kita dijodohkan Allah. Kita pasti bersatu nanti. .”
Walaupun Papa dikenal keras, tapi saat bersama Mama, wajahnya selalu cerah dan penuh senyum. Papa jadi orang yang berbeda. Ya. Benar. Saat bersama Inda, semua masalahnya jadi seperti mudah dan mungkin.
Kenapa mereka engga pacaran? Jodoh? Apa itu? Ponsel Hoshi berdering. Nama salah satu teman clubbingnya muncul di layar. Dia mematikan ponselnya. Life skill? Hoshi menekan pedal gasnya.
Dia tidak menyangka. Di balik wajah Inda yang selalu tersenyum, ada cerita tragis di belakangnya. Tubuhnya bergidik, membayangkan kehilangan Mamanya. Hoshi menyalakan radio

Namun bila kau ingin sendiri
Cepat cepat lah sampaikan kepadaku
Agar ku tak berharap
Dan buat kau bersedih

Bila nanti saatnya t'lah tiba
Ku ingin kau menjadi istriku
Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan
Berlarian kesana-kemari dan tertawa

Sort:  

Tingkat kebaperan meningkat ketika lagu payung teduh mulai dimainkan...

Bikin baper banget lagu itu. Indah ya liriknya. Terimakasih sudah mampir ya @gethachan. Tunggu bab berikutnya ya besok :)

Iya teh. @cicisw
Masama teteh ku. Siap di tunggu kelanjutannya

Hehe endingnya... Nyanyi :)

Ya. Biar lengkap @kakilasak, hehehe. Lagi belajar, bagaimana mendeskripsikan sesuatu, jadi novel saya bisa seperti foto-foto @kakilasak. Elok, hidup, sangat menghibur. Terimakasih sudah mampir . Mudah-mudahan berkenan baca terus :)

Edisi ini baper diriku mba..ga terasa.. Eh sudah masuk lirik lagu ya.. :D

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 63099.80
ETH 2455.59
USDT 1.00
SBD 2.58