It's For Love (13)

in #fiction7 years ago

Bagian Tiga
Dua Dunia

“Hebat Laila… kamu bantuin Mama Afra rias pengantin, Sabtu kemarin?” tanya seorang ibu di warung tante. Tangannya sibuk memilih kangkung. “Tante sambelannya dua ribu aja… bawang merah naik lagi, ya Te?” tanyanya pada pemilik warung sayur.
“Wah gila-gilaan naiknya. Makanya itu jual langsung diplastikin kecil-kecil,” sahut pemilik warung.

Laila hanya menaikkan kedua alis sebagai jawaban. Dadanya mengembang bangga. Dia mengambil seplastik ayam, menambah tumpukan belanjaannya.
Matanya melihat sayuran-sayuran segar ditata rapi. Santi tidak suka sayur. Sama seperti dirinya. Kelompok lauk pauk diletakkan terpisah. Santi makan sangat lahap, ketika ia masak daging giling. Dengan cepat dia mengambil daging giling yang hanya tinggal sebungkus.

“Manglingin ya pengantennya… kayak bukan dia,” komentar pengunjung lain. Pengunjung itu mencolek lengan Laila. “Bilangin Mama Afra ya… ade saya mau nikah 3 bulan lagi… pesen dari sekarang Laila… entar saya ke sana sama ade saya.”
“Mama Afra mah tangannya dingin… siapa aja yang dipegang dia, pasti manglingin,” cetus ibu yang pertama bertanya. “Cabe merahnya se ons aja, Tante.”
“Laila masang sanggul aja, ya?” tanya seorang Ibu yang mengenakan daster tanpa lengan.

Kepala lesu Laila mengangguk. Tanpa mengatakan apa-apa dia meninggalkan warung. Tangan dingin. Sapuan ajaib. Sialan. Apa sih hebatnya Mama Afra. Dia juga bisa kalau cuma ngerias aja.
Belanjaan yang tadi dibelinya dilempar ke atas meja yang penuh piring kotor. Pakaian kotor berserakan di lantai. Dia belum sempat beres-beres rumah sejak kemarin. Tangannya membetulkan gendongan Santi. Anaknya yang berusia 3 tahun. Dadanya berdebar kencang ketika tiba-tiba pintu rumahnya digedor-gedor orang.

“Laila… La… buka pintu!” terdengar teriakan suara perempuan.
Tubuh Laila masih terasa lemas ketika membuka pintu. Seorang wanita kekar dengan dandanan menor berdiri di ambang pintu. Dahinya berkerut. “Ibu siapa? Ada apa?”

“Ini Deni ngutang sudah dua bulan belom bayar sekalipun,” selembar kertas di lambai-lambaikan di depan muka Laila.
“Hutang untuk apa, Bu?” Kepala Laila tiba-tiba sakit lagi. Sudah dua bulan suaminya tidak pulang. Ini sudah yang kesekian kalinya, dia ditagih seperti ini. Dadanya sesak. Santi mulai menggeliat dalam gendongannya. Bahu dan punggungnya terasa sakit.
“Mana saya tahu! Waktu itu terakhir ke rumah melas-melas, katanya Santi panas… mau di bawa ke Puskesmas engga punya ongkos.” Wajah bengis wanita itu sangat menyeramkan.
“Deni sudah dua bulan engga pulang, Bu,” ujar Laila lirih. Ekor matanya menangkap tetangga kiri kanannya mulai bergerombol dekat rumahnya.
“Saya engga mau tahu! Pokoknya bayar sekarang! Kamu kan baru dapat objekan rias pengantin kemarin… memang duit tinggal metik di pohon… bayar! Segini ini baru bunganya aja,” kertas lecek itu didekatkan ke wajah Laila.

Tangan Laila gemetar mengambil kertas lusuh itu. Dia hampir terjatuh, melihat angka yang tertulis. Dua puluh juta. “Saya engga punya uang sebanyak itu.” Dia menggigit bibirnya menahan tangis. Tubuhnya gemetar. Tangannya menggenggam erat dompet yang tadi dibawanya ke warung.
Dengan kasar wanita kekar itu merebut dompet itu.
“Jangan, Bu! Cuma itu uang saya,” Laila berusaha mengambil kembali dompetnya.

Wanita kekar itu mendorong tubuh Laila.

Sort:  

Kami sudah upvote ya..

Benar-benar produktif dan keren mbak @cicisw ini ahhh.. 😎😎

Terimakasih @samymubarraq. Seneng banget dibilang keren sama @samymubarraq :)

Soal tulisan keren, orang gak bisa bohong Mbak @cicisw.. Keep Steem on ya mbak... 😊

Siap. In syaa Allah Doa yang sama untuk @samymubarraq

Sedih bu, semoga ada lanjutannya. Hehe 😁

In syaa Allah ada :)
Baca terus ya

Asiik, ditunggu bu lanjutannya

Wah kasian bu lailanya...
Di tunggu lanjutannya teteh @cicisw. 👍👍

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 62904.22
ETH 2571.38
USDT 1.00
SBD 2.76