Valentine Valentina |steemCreated with Sketch.

in #fiction7 years ago

Valentine Valentina

Cerpen @ayijufridar

MASUK ke ruang Jurusan Komunikasi di lantai satu sisi ujung kiri gedung, Awal dicegat Difla. Gadis super imut, manis dan berjilbab. Dia mengacungkan selembar undangan di ujung hidung Awal. Undangan berwarna pink, dengan pita yang juga berwarna pink, tetapi ada list hitam yang seolah menegaskan keberadaan warna pink sebagai simbol kasih sayang. Tapi, list hitam bukan lambang kemuraman. Ia hadir di sana untuk memperkuat keberadaan warna pink.

“Kamu harus hadir,” suara Difla terdengar pelan tapi tegas. Undangan itu masih teracung di depan hidung Awal. Untuk bisa menjangkau wajah Awal, Difla harus mengangkat tangannya sedikit lebih tinggi. Dengan postur 160 sentimeter, Awal bukanlah cowok yang tinggi. Tetapi, dengan tinggi 145 sentimeter, Difla adalah gadis yang pendek. Banyak cowok yang terkecoh dengan dengan postur dan penampilannya. Dia bisa terlihat sebagai pelajar SMP kelar satu. Tapi, Difla adalah aktivis kampus. Keras dan kritis, dengan tetap mempertahankan kelembutannya sebagai perempuan.

Saat Awal meraihnya dan menatap undangan itu lekat, ia mendengar lagi suara Difla. “Kamu harus hadir. Hanya dua orang mahasiswa semester awal yang diundang. Selebihnya para senior.”

“Pasti bukan karena namaku Awal makanya bisa mewakili mahasiswa semester awal?” sahut Awal setengah bercanda. Dia masih bingung mengapa termasuk dia yang diundang. Padahal…

“Pokoknya kami tunggu kehadiranmu…!” Difla tersenyum tanpa memperlihatkan gigi. Kemudian dia berlalu dari hadapan Awal. Meninggalkan cowok itu dalam kebingungannya. Lupa tujuan utamanya ke Jurusan Komunikasi untuk mengambil absen, Awal malah kembali naik ke ruang kuliahnya. Di lantai dua.



Sumber


Awal belum membuka undangan tersebut. Bahkan sampai kuliah selesai—yang dirasakannya lebih panjang dari biasanya—dia belum berani membukanya. Difla sudah mengatakan bahwa hanya dua orang yang mendapatkan undangan tersebut. Dua mahasiswa dari sekitar 60 mahasiswa Komunikasi angkatan terbaru. Sungguh luar biasa! Akan membuat iri seluruh mahasiswa semestel awal.

Masalahnya, mengapa harus Awal?

“Lihatlah itu…” katanya saat berdiri di depan cermin kamarnya dengan hanya mengenakan celana pendek. Apa yang bisa dibanggakan? Perut agak buncit karena jarang olahraga dan nafsu makan yang gila-gilaan sejak jadi anak kos. Tubuh pendek, bahkan jika dibandingkan dengan Difla ia hanya menang tipis. Dengan Vivi Anggraini, Putri Pariwisata teman kuliahnya, ia kalah tinggi. Kalah telak! Awal membaca di sebuah koran yang memuat profil Vivi, tinggi cewek itu 172 sentimeter. Awal kalah 12 sentimeter, dan itu sangat jauh. Makanya dia sering minder jika berjalan dengan Vivi. Kalau selisihnya hanya 5 sentimeter, mungkin tidak terlalu kelihatan. Lha, kalau 12 sentimeter, Okti Fauzi yang rabun itu pun masih bisa membedakannya.

Dari perut, tatapannya naik ke wajah. Biasa-biasa saja. Tidak jelek kendati juga tidak bisa dibilang ganteng. Teman-temannya akan tertawa ngakak kalau dia mengaku dirinya ganteng. Masalahnya adalah, hidung itu. Hidungnya yang seperti jambu air itu membuat wajahnya menjadi tidak proporsional. Kendati teman-teman sering mengejek bahwa sex appeal-nya ada di hidung, Awal sadar bahwa hidungnyalah yang menyerap semua pesona yang ada di wajahnya. Sehingga wajah itu tidak menyisakan secuil pun kekaguman selain membuat orang lain tertawa. Bahkan, Awal sendiri sering tertawa melihat wajahnya saat bercermin.

“Dan, apa itu di atas kepalaku?” Awal mengangkat kedua tangannya dan merapikan rambut dengan telapak tangan. Tapi rambut keriting itu kembali pada posisi semula. Rambut itu tidak pernah patuh pada perintah Awal. Ibarat tentara, ia selalu melawan perintah komandan. Kendati sudah diberi berbagai sanksi dengan styling hair gel wet look, ia tetap pada keyakinannya. Melintir-lintir di atas kepala Awal, membentuk gumpalan beraneka ragam sesuai dengan terpaan angin. Banyak yang sepakat bahwa keritingnya rambut Awal menularkan virusnya kepada hidung cowok itu. “Kadang, susah bedain mana rambut mana hidungnya,” kata teman-temannya.

Tapi Awal tidak pernah marah. Dia malah ikutan tertawa. Mungkin karena itu teman-temannya pada suka. Dan Awal menjadi populer di kalangan mahasiswa senior. Apakah justru karena faktor lucu itu Awal mendapatkan undangan? Kalau memang begitu, peran Awal sama saja dengan pelawak dong. Tapi, no problem. Tak masalah kalau memang orang sekampus menganggap begitu. Membuat orang lain terhibur juga ibadah. Apalagi jika tidak mendapatkan keuntungan finansial seperti pelawak profesional. Jadi lebih tulus dan ikhlas membuat orang lain tertawa.

Awal yakin ada alasan lain yang dia sendiri tidak tahu. Baiknya, undangan itu memang harus dibuka agar jelas. Awal memutar tubuhnya, membelakangi cermin. Disambarnya ransel hitam yang tergeletak di atas tempat tidur. Ada sebuah laptop kecil warna putih di dalam ransel itu, yang selalu dibawa ke mana pun Awal pergi. Siang tadi, Vivi baru saja mengembalikan laptop tersebut setelah seminggu dipinjamnya. Di dalam pengaman laptop itulah Awal menyembunyikan undangannya. Takut kalau ada yang iseng membuka ransel dan menemukan undangan tersebut.

Setelah melepaskan pitanya, Awal mengeluarkan undangan yang berbentuk “love” itu dari sampulnya. Undangan indah itu juga berwarna pink. Warna yang identik dengan perempuan dan kasih sayang, tetapi menurut Awal tidak selamanya begitu.

Isi undangan biasa saja. Peserta diminta hadir ke acara ulang tahun sekaligus syukuran pergantian tahun di rumahnya Qory Valentina. Wah?! Awal tambah kaget. Bisa-bisanya dia dapat undangan dari Valentina. Itu artinya Valen ada di rumah saat ini. Padahal, setelah terpilih menjadi Putri Indonesia, dia punya kesibukan seabreg. Mempromosikan wisata dan budaya Indonesia. Mengunjungi sejumlah panti asuhan, dan wawancara sejumlah media—tentu saja. Dia terpaksa mengambil cuti kuliah untuk semua kesibukannya itu. Vivi cerita, untuk tahun ini bahkan Valen harus nonaktif dari kuliah. Hal itu disampaikan sendiri Valen kepada Vivi melalui pesan singkat. Mereka memang sering berkomunikasi kendati hanya via pesan singkat atau telepon. Ketika Vivi menjadi Putri Pariwisata tingkat provinsi, dia banyak mendapat masukan dari Valentina. Tak heran bila kemudian Vivi yang terpilih, selain karena Vivi memang gadis yang manis, pinter, dan baik hati – tentu saja.

Namun, ada yang menginterupsi kegembiraan Awal. Dalam undangan itu disebutkan setiap peserta WAJIB membawa pasangan; orang yang paling disayangi. Kata “wajib” itu memang ditulis dalam huruf kapital. Mungkin sebagai bentuk penegasan. Wah, inilah yang mungkin akan membuat Awal gagal berada di rumah Valentina. Awal belum mempunyai seseorang yang disayangi. Saat ini, waktu dulu, dan mungkin di masa yang akan datang. Hiks…



Sumber


Tinggal satu hari lagi. Awal belum mendapatkan orang yang disayangi untuk diajak merayakan ulang tahun Qory Valentina. Masih bingung dalam memilih. Dia menulis daftar teman cewek yang akrab semasa SMA, tetapi tidak ada yang mungkin bisa diajak. Teman-teman SMP juga. Sebagian masih dikenalnya dan mereka masih berhubungan kendati hanya via facebook atau whatsApp. Awal tidak suka chat di facebook karena ukurannya terlalu kecil.

Tidak mungkin mengajak mereka. Sepengetahuan Awal, sebagian teman-teman ceweknya itu sudah punya pacar semuanya.

Hari ulang tahun menjelang, dan Awal masih diliputi kebingungan. Belum menemukan orang yang disayanginya untuk menghadiri undangan dari Valentina. Di kelasnya, memang dia akrab dengan Iqbal dan sayang dengan anak itu karena mereka sama-sama anak kos. Tapi apa kata dunia kalau dia mengajak Iqbal. Jelek-jelek begini, Awal masih normal dan tidak akan pernah setuju dengan hubungan sejenis. Bahkan, untuk kasus ini Awal tidak berani mendiskusikannya dengan Iqbal karena seperti pesan Difla, hanya dua mahasiswa angkatan terbaru yang diundang.

Saat nongkrong di kantin bersama Vivi, Awal menerima pesan singkat dari Difla. Bunyinya, antara lain mengingatkan kembali kawan-kawan untuk hadir pada peringatan valentine di rumah Valentina, dan jangan lupa membawa orang yang disayangi. Untuk menutupi pesan tersebut dari pandangan Vivi, Awal terpaksa meletakkan ponselnya di balik meja.

Setelah membaca pesan itu, Awal mengembuskan napas panjang dan melihat Vivi juga sedang membaca sebuah pesan. Dan Vivi juga membaca pesan dari dari balik meja. Seolah tidak ingin terlihat Awal.

“Hayoo, penggemar baru, ya?” goda Awal. Menerima pesan dari sejumlah cowok merupakan hal yang biasa dialami Vivi. Mulai dari salam kenal sampai ungkapan isi hati. Sebagian besar adalah kakak tingkat mereka yang jatuh hati dengan Vivi. Tapi cewek itu selalu menolak dengan sopan.

Gadis manis itu hanya tersenyum.

“Dari siapa?” Awal kaget sendiri ketika menyadari ia menanyakan hal itu. Biasanya, Vivi sendiri yang cerita tentang cowok-cowok yang jatuh hati padanya.

“Kak Difla…”

“Undangan ulang tahun Mbak Valen?”

“Kok tahu? Kamu dapat undangan juga?”

“Yah…” Awal merasa sangat surprais. “Jadi kamu orang yang satunya lagi itu?” dia tertawa kecil. “Difla cerita kan, hanya dua orang mahasiswa semester awal yang diundang. Aku nggak nyangka itu kamu.”

“Justru aku yang nggak nyangka, itu kamu. Mustahil amat…” Vivi tertawa kecil yang membuat Awal senang mendengarnya. Cowok itu memang kagum dengan suara tawa Vivi yang menurutnya renyah, tapi penuh misteri.

“Iya, iya. Kamu benar. Aku sendiri juga kaget saat dapat undangan. Jadi, gimana neh? Kamu sudah dapat pasangan?

Acaranya hanya sekitar sembilan jam lagi, lho.”

Vivi menggeleng, juga sambil tersenyum. Tapi senyumnya kali ini disertai kerutan di kening.

“Kalau begitu, kita berangkat berdua saja!”

“Aku juga sempat berpikir begitu. Tapi, kamu tahu ‘kan aku sudah banyak menolak senior kita. Aku memang nggak ingin pacaran dulu karena mau konsen ke karier sambil kuliah. Begitu mereka tahu kita jalan bareng ke ultah Valen, mereka akan berpikir aku cewek yang nggak konsisten.”

“Tapi ini, ‘kan, cuma pura-pura, Vi. Semua orang juga pada tahu kita sobatan. Dan nggak akan mungkin kamu pacaran dengan cowok yang rambut dan hidungnya keriting kayak aku.”

Tidak terdengar suara tawa Vivi seperti biasa Awal melepaskan guyon seperti itu. Vivi hanya terdiam, dan menatap Awal dengan pandangan aneh.


Vivi akhirnya berangkat dengan Awal. Cewek itu menjemput Awal di rumah kos-nya dengan mobil. Mereka tiba di rumah Valen sekitar 15 menit sebelum acara dimulai. Urusan waktu, Vivi memang sangat disiplin. Katanya itu tahap awal dia membentuk karakternya untuk meraih kesuksesan dalam ajang putri-putrian.

Rumah Valen tidak besar, tapi indah dengan bentuk minimalis. Dindingnya dicat dengan warna abu-abu lembut, tetapi dibingkai dengan warna hitam di bagian tertentu. Sudah ada beberapa mobil dan sepeda motor parkir di halaman dan di pinggir jalan. Karena halamannya sempit, Vivi memilih parkir di pinggir jalan, selain dengan pertimbangan lebih mudah saat pulang nanti.

“Vivi adikku, terima kasih sudah datang…” Valen menyambut Vivi dan Awal di pintu dan langsung cipika-cipiki dengan Vivi, sementara dengan Awal cukup salaman saja. Awal terkagum melihat kecantikan Valen yang ternyata lebih cantik dibandingkan dengan yang dilihatnya selama ini di koran maupun TV. Dan posturnya yang proporsional itu, Awal berpikir dia harus naik di atas kursi jika ingin melihat bolamata Valen dengan jelas.

“Ayo masuk, langsung saja ke belakang. Kalian memang tepat waktu, tapi ada beberapa kawan yang datang lebih cepat,” ujar Valen lagi. Awal kagum dengan kemerduan suara gadis itu. Artikulasinya juga sangat jelas.

Mereka melangkah ke halaman belakang yang ternyata lebih luas. Kekaguman Awal kini berganti dengan kekhawatiran.

Bagaimana nanti pandangan undangan lain terhadapnya. Pasti mereka akan tertawa. Vivi terlalu ideal buatnya sehingga orang tidak akan percaya. Yah, seharusnya Awal jangan mengajak Vivi. Seharusnya mencari cewek lain yang setara rupa dengannya, sesal Awal dalam hati.

Tapi sudah terlambat untuk menyesali diri. Acara akan dimulai beberapa menit lagi.

Awal mengedarkan pandangan di taman yang dipenuhi meja bulat dengan taplak bergambar hati dengan warna dominan pink. Dia melihat Difla sedang berbisik dengan seorang nenek-nenek yang duduk di sampingnya. Di meja lain, dia melihat Rosa, aktivis kampus bersama seorang anak kecil yang kelihatannya… bertampang idiot. Beberapa kali
Rosa mengelap liur anak itu yang mengalir tanpa disadarinya. Di sudut lain, Uki si mantan ketua eksekutif mahasiswa, sedang menjelaskan sesuatu kepada seorang kakek di sampingnya. Saat mereka bersirobok pandang, Uki melambaikan tangan ke Awal, atau maksudnya ke Vivi, tidak terlalu jelas. Yang pasti Awal dan Vivi sama-sama membalas lambaian itu.

Tidak terlalu banyak yang dikenal Awal kendati beberapa di antaranya pernah dilihat wajahnya di kampus. Pak Dekan juga datang bersama istri dan dua anaknya.

Tepat pukul 19.30 seperti tertera di undangan, acara dimulai. Valen yang memberi sambutan didampingi kedua orang tuanya. Awal menduga-duga tentang cowok Valen pastilah seorang yang sempurna. Saat celingukan, dia tidak melihat satu orang pun cowok yang sepertinya cocok disandingkan dengan Valen. Uki yang bernama lengkap Syukri itu, memang ganteng. Tapi tetap masih kurang cocok jadi pasangan Valen.

Valen mengucapkan terima kasih atas kedatangan para hadirin. Dia dan orang tuanya sengaja mengundang beberapa orang untuk merayakan ulang tahunnya dengan membawa orang yang paling disayangi. “Tidak harus kekasih, tetapi orang yang kita sayangi bisa jadi nenek kita, ibu kita, adik kita, abang kita, bahkan pembantu di rumah kita. Kasih sayang tidak berarti sebuah rasa kepada seorang kekasih, seorang pacar. Tapi kasih sayang dimaknai lebih luas bagi seluruh manusia, bagi budaya kita, bagi bangsa dan negara, juga bagi bumi ini demi masa depan yang lebih baik…!”

Terdengar tepukan tangan.

Awal mencolek tangan Vivi. “Pantesan… Nggak ada satu orang pun yang datang dengan pacarnya. Kasih sayang kita memang nggak mesti kepada kekasih, bahkan nggak harus manusia. Lihat di sudut meja arah jam 3. Cewek itu malah membawa kucingnya…”

“Iya, aku sudah melihatnya tadi. Kita keliru duga soal pasangan. Tapi tak apa. Toh, aku juga sama dengan cewek itu,” ujar Vivi dekat telinga Awal. Napasnya yang segar membuat cowok itu merinding.

“Maksudmu?” Awal benar-benar tidak mengerti, bukan karena ingin merasakan kembali kesegaran napas Vivi.

“Aku dengan cewek itu nggak beda. Kami sama-sama bawa kucing. Tapi yang aku bawa kucing garong, hihihihi….” Vivi tertawa menutup mulut dengan telapak tangannya. Sementara Awal tertawa dengan mulut terbuka lebar.



Sumber


Dalam perjalanan pulang, Awal dan Vivi sama-sama menertawai kekeliruan mereka soal undangan milad tersebut. Kalau tahu begitu, mereka tidak perlu bingung-bingung memikirkan pasangan. Awal bisa mengajak Iqbal, dan Vivi bisa pergi dengan ibunya. “Tapi kekeliruan ini justru aku syukuri, Vi. Aku malah beruntung karena bisa jadi kekasihmu meski cuma semalam dan cuma pura-pura,” ujar Awal ketika mereka sudah sampai di depan rumah kos cowok itu. Mereka masih berada di dalam mobil dengan mesin yang masih menyala. “Pura-pura dan hanya semalam saja sudah bikin bahagia. Bagaimana kalau beneran dan selamanya,” sambung Awal seperti berkata pada dirinya sendiri.

“Meskipun tidak harus berpacaran, kita masih bisa saling menyayangi, Wal. Bukan hanya malam ini. Tapi selamanya. ”

“Trims, Vi. Aku senang mendengarnya. Tapi, kamu nggak malu menyayangi cowok berambut keriting dan berhidung keriting kayak aku?”

Vivi menggeleng sambil tersenyum. “Hati kamu nggak keriting. Itu yang lebih penting.”

Awal juga tersenyum, bahagia. Segalanya menjadi indah bila menjadi cowok yang disayangi Vivi, kendati mereka tidak bisa dikatakan pasangan kekasih. Tapi itu sudah lebih dari cukup bagi Awal. Masih banyak waktu yang akan mereka jalani ke depan. Masih banyak waktu yang bisa mereka rayakan bersama dalam suasana yang bukan hanya diselimuti aura kasih sayang, tapi juga cinta.[]



Sumber


Badge_@ayi.png

Design by @jodipamungkas

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Sort:  

new year will comming soon.....

One year is only 635 days, isn't so long time. Happy new year 2018 @rihaan.

ada valentino juga #eh

Vivi menggeleng sambil tersenyum. “Hati kamu nggak keriting. Itu yang lebih penting.”
Apakah sekeriting rambutnya Beyonce bang Ayi

Eh, ada Bang @tajubanba lagoe. Seperti leumas bulan di Steemit. Neuposting beu jai laju geulanto kampanye.

Congratulations @ayijufridar! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

You published a post every day of the week

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!

Cerita yang menarik

Capek kubaca-baca, akhirnya kuturi dua orang ini, Vivi Anggraini, Putri Pariwisata dan Okti Fauzi yang rabun itu. hehe

Kisah ini memang mengambil nama dan karakter dari semua tokoh mahasiswa Ilmu Komunikasi di FISIP Universitas Malikussaleh.

Cowok humoris memang selalu beruntung. Awal memang BriMob. Brintik Mobat mabit. Brintik = keriting. Mobat mabit = berantakan. 😂😂

Coin Marketplace

STEEM 0.19
TRX 0.15
JST 0.029
BTC 63743.08
ETH 2657.15
USDT 1.00
SBD 2.87