Tatkala Nasib Menggoda

in #fiction6 years ago


sumber

Pukul tujuh pagi. Orang-orang mulai memadati pasar ikan Inpres, pasar yang menampung segala hiruk pikuk manusia di awal pagi. Kubangan lorong tak menghambat pengunjung untuk membeli ikan-ikan segar, pun bau anyir sudah dianggap aroma khas pasar, karena tak mungkin di tempat semacam ini kita bisa mencium bau aroma melati atau sejenisnya. Di tiap lapak, para penjual ikan bersorak-sorak memanggil pembeli. Mereka tak lain adalah rekan kerja Maryani. Setelah suaminya lari dengan perempuan lain, dia memilih bekerja sebagai penyiang ikan di pasar ini. Padahal tak sedikitpun terlintas di benaknya, akan pekerjaan yang dulu sangat dibencinya. Bermodal sarung tangan, dan sebilah pisau tajam, ia mulai beradu nasib di atas papan pencincang. Kini, jasa semacam ini sangat dibutuhkan, dengan sedikit keahlian yang diperoleh, dia pun dipercaya oleh Kaoy untuk membantunya menyiang ikan. Sekiranya dia dulu menikah dengan orang yang baik dan berpenghasilan cukup tentu hidupnya tidak separah ini, pikirnya.

Sesekali, secara tak sengaja, Maryani menyapu mukanya lalu menjulurkan lidah layaknya seperti orang yang hendak muntah. Dua puluh ekor ikan, dia hanya mendapat upah dua puluh ribu rupiah. Sungguh tidak sebanding dengan kerja kerasnya.

“Cepat-cepat...” kata seorang pelanggan bertopi.

Dia tak menjawab. Diam mungkin akan menyelesaikan segala pekerjaan. Kali ini ia mendapatkan tantangan. Ikan tongkol seukuran paha orang gemuk harus ia bedah dengan pisau yang kian menumpul. Dengan gerak cepat ia menusuk pisau itu ke dalam perut ikan yang mulai kembung selanjutnya ia tarik dari bawah hingga atas. Sesekali dia menghentak-hentakkan tangannya, dengan kekuatan penuh pisang panjang itu masuk ke dalam kepala ikan, mengoyang-goyang beberapa lama, dan menarik dengan cepat hingga tak sadar, ia terjerembab ke dalam lubang. Pantatnya berlumur air hitam menjijikkan. Perlahan dia bangkit. Kepalanya mengangguk-ngangguk sembari menahan rasa sakit.

“Sudah setengah jam aku tunggu!” pelanggan itu berteriak.
“Sabar!!” kali ini dia harus angkat suara.

Dengan teliti ia merobek bagian dalam. Dikeluarkannya jeroan. Perlahan ia letakkan di sisi papan tebal berbentuk bulat yang dirancang khusus buat menyiang ikan. Dia kembali menggunakan tenaga penuh, kalau tidak, maka bisa dipastikan pisau itu tidak bisa bekerja maksimal. Setelah mencincang sesuai keinginan pelanggan yang tak kenal kata sabar itu, ia memasukkannya ke dalam kantong plastik.

Nun di luar sana matahari mulai menanjak. Orang-orang di pasar itu mulai surut. Kini, hanya beberapa orang saja yang butuh jasanya. Setelah reda, dia istirahat sambil membau dengan menurunkan wajahnya. Lalu mengerinyit. Bertindak seolah-olah bau itu sudah hilang manakala pengunjung pasar menghampirinya.

Tiga jam kemudian pasar Inpres benar-benar sepi dari pengunjung. Tinggal beberapa penjual ikan yang sedang sibuk mengusir lalat. Setelah dia menghitung uang yang juga tak luput dari bau amis. Perempuan malang itu kembali duduk.
Setelah memastikan tidak ada lagi orang yang butuh jasanya. Maryani melepaskan kedua sarung tangan. Kedua tangannya bergetar dahsyat dan jemari pendeknya mengerut seperti jeruk purut. Dia berdehem dan beranjak pulang. Sekantong buah jeruk ia jinjing. Tangan kanannya ia gunakan buat menyeimbangkan stang sepeda. Dengan tenaga sedang, Maryani perlahan mengayuh hingga punggungnya lenyap disapu kedai-kedai tua. Tak ada seorang pun di rumah. Kedua anaknya masih di sekolah. Dia langsung beranjak ke bak mandi, diataruhnya buah-buah yang sudah peyot itu, cara lama untuk mengawetkan buah-buahan.

Siang menyambut. Kedua anaknya pulang. Dia bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Jeruk ia hidangkan di meja. Kedua anaknya menikmati betul buah yang hampir mati rasa itu. Rupanya Maryani kerap membawa pulang buah-buahan yang tak layak jual itu, dia sengaja datang lebih awal ke pasar agar bisa memilih buah-buahan semacam itu di lapak pedagang pasar inpres. Dan selama ini, kedua anaknya tak mempersalahkannya.

Maryani melihat kedua anaknya lekat-lekat. Senyum mengembang. Tak terasa airmatanya perlahan mengalir, sesekali ia seka dengan ujung jelbabnya. Hari berganti. Kerja sebagai penyiang ikan lama-lama membosankan juga. Bau amis kini benar-benar terasa menjijikkan ditambah lagi tingkah pengunjung yang kerap menyentuh pantatnya. Bentuk montok cukup membuat tangan para pengunjung gatal. Namun bila melihat wajah Maryani, orang hancur sekalipun akan berpikir ribuan kali untuk melakukannya.

“Payah! Kepalaku terasa mau pecah, ini sangat membosankan!” katanya pada penjual ikan di dekatnya.
“Bosan? Kau bukan istri pejabat, Mar!” penjual ikan sebelahnya berkata dengan nada mengejek.

Maryani tertawa hingga nampak gusi hitamnya. Lalu membalas, “Bila ada pejabat yang mau kawin denganku Kaoy, kau akan kuangkat menjadi preman pasar.” Kata-katanya turut membuat pengunjung yang sedang menunggu terkekeh. Sungguh, itu sebuah mimpi. Dari raut mukanya terlihat jelas Maryani benar-benar sudah bosan menjadi penyiang ikan. Ini menjadi kesempatan buat Kaoy untuk merubah hidup Perempuan Malang ini.

“ Tenang, banyak jalan menuju Roma,” timpal lelaki berkumis kucing itu.

Maryani terperangah. Membuat pelanggan lebih lama menunggu.

“Apa kau bilang, Roma?” tanya Maryani sambil memotong sirip ikan.

Teriakan pelanggan membuat percakapan tentang Roma itu harus berhenti.

Kaoy tersenyum sambila berbisik “Kejap lagi.”

Maryani mengangguk. Semangatnya bertambah. Dengan mudah pisau yang baru diasahnya membelah ikan-ikan besar sedangkan yang kecil cukup sekali hentakan saja. Pasar ikan kembali sepi. Dia mendekati lelaki itu. Kaoy pun bercerita panjang. Maryani duduk dan mendengar penuh khidmat.

“Serius, Mar?”
"Maksudnya Roma itu?"
"Itu istilah Mar, istilah orang berdasi kala melihat koleganya sedang susah,"
"Maksudnya...!"
"Otak kau tumpul Mar, masak itu aja gak tau. Okelah! Itu sama dengan banyak cara. Paham kau?"

Maryani tersenyum lebar, menampakkan kedua gigi kuningnya. Kaoy pun berlagak seperti dewa penolong, dia membisikkan sesuatu kepada Maryani. Dia mengangguk-mengangguk seperti orang menerima sebuah perintah. Tak lama berselang, dengan wajah ceria dia beranjak pulang. Dikayuhnya sepeda dengan kecepatan tinggi hingga tak terdengar lagi bunyi decit dari bagian belakang sepedanya. Setelah mandi, dia mengenakan baju gamis ketat, mengikuti ukuran tubuhnya yang montok itu dan bergegas ke rumah kawan Kaoy. Tak lama kemudian Maryani keluar dengan kantong plastik hitam di tangannya.

Dia tiba lagi di rumah. Seperti saran lelaki bermata dalam itu. Ia harus mengantarkannya ke Lamdong. Apabila berhasil, dia akan mendapatkan upah jauh lebih tinggi dan melupakan pekerjaan sebagai penyiang ikan buat selama-lamanya. Kantong plastik ia ganti dengan kantong tebal. Lalu, dia berlari kecil mengejar bis menuju Lamdong. Di dalam bis dia memeluk erat-erat kantong itu sambil melirik kiri-kanan.

Sejam kemudian ia turun. Layaknya seorang yang belum merasa bersalah dia berjalan menembusi lorong-lorong toko. Maryani berhenti di muka toko tak bermerek dan melihat-lihat alamat di selembar kertas yang diberikan lelaki itu. Tersenyum dan beranjak masuk. Ternyata di dalam toko itu penuh dengan pria perkasa berwajah seram sedang berlomba-lomba menyembur asap rokok, kelebat asap itu membuat pandangannya terhalang. Maryani terbatuk-batuk. Orang-orang di toko itu yang tak jelas riwayatnya melihat Maryani dalam-dalam. Merayu-rayu sambil menyembur asap ke wajah legamnya. Kemudian tangan kasar lelaki itu meraba-raba tubuhnya. Dia berlari keluar, lalu lelaki itu menyeretnya ke kamar. Kantong plastik direnggut paksa. Lalu, masuk beberapa orang bertubuh besar. Maryani mulai berkeringat. Tangan pendeknya mencengram ranjang. Kamar makin berkabut dengan asap yang berbau aneh. Mata lelaki itu merah seperti biji saga cukup membuat jantung Maryani berdegup kencang.

Kedua lelaki setengah waras itu tersenyum sinis. Maryani makin ketakutan. Dia mencoba mencari dinding atau benda apa saja; tidak ada. Maryani berteriak, sia-sia. Akhirnya, dengan sisa tenaga dia berusaha melepaskan diri dari cengkraman para lelaki itu, tak kuasa. Dia pasrah sementara gairah lelaki itu kian menanjak. Begitu seterusnya. Sejumlah tujuh orang menghampiri tubuhnya yang montok itu, hingga membuatnya tak sadar diri. Di kamar yang berkabut dia tergeletak telanjang. Tubuhnya seperti seonggok benda yang tak lagi berharga. Melihat Maryani yang meringkuk seperti tikus penyakitan. Para lelaki bejat itu tertawa terbahak-bahak sambil membedah rokok lalu diisi dengan benda yang dibawa Maryani. Samar-samar Perempuan Menderita ini mendengar salah seorang dari mereka berteriak, “ Ganja ini bagus, woiii!." Lalu, kedua mata sipitnya pun kembali tertutup!

U5dtbQKKmfKuqu7QB1uxntFotPFr9Dq_1680x8400.jpg

Sort:  

Bersyukurlah saat Godaan itu datang, maka disitulah tolak ukur sebuah kesabaran seorang insan, Hati-hati brother jangan sampai terlena sama godaan itu :D

hhee...semoga kita dijauhkan dari godaan itu :D

Iya mudah-mudahan seperti itu brother,.

Kita tak pernah tahu dengan yang ada di depan kita. Apakah itu jurang atau sebuah tanjakan ketika mata hati kita dibutakan oleh nafsu untuk memburu dunia. Maryani gambaran jiwa yang telah lelah dalam kemiskinan dan melihat peluang menjadi lebih baik. Sayang sekali keinginan untuk menjadi lebih baik tersebut dijalani dengan cara yang instan. Apapun yang sifatnya instan biasanya hasil akhirnya tak seperti yang diharapkan

Betul sekali, sesuatu yang instan hasilnya tidak baik. Menyerah pada proses yang ada akan menyebabkan fatal...terima kasih

Kehidupan oh kehidupan
Terkadang berjalan indah tanpa rintangan berarti, terkadang penuh liku dan berduri. Berat tpi harus berusaha untuk mempunyai rasa bersyukur.

yep, betul bang, kadang rintangan memiliki dua jalan, baik dan buruk, tergantung kita cara menyikapinya...teirma kasih bang

sungguh cerita yang sangat bagus, dan juga lumayan panjang bg, bacanya gx habis-habis.,,,, hehe

hehe...maklum baru belajar

Udah master ni ko dbilang baru belajar,,, :)

Cerita kehidupan yang sangat menyentuh aduen abduhawad

heheh...terima kasih

nasib mu maryani memang tak seindah nasib simawar...hahaha, bagus ceritanya fiction yang luar biasa

Nasib sial menimpa Maryani, wanita adalah makhluk yang lemah, mana ada kuasa melawan dua pria, apalagi Maryani di intai oleh dua pria, kalau saya ada di dalam cerita ini, akan saya hajar pria-pria itu hingga babak belur, kemudian saya selamatkan Maryani, dan mengantarnya pulang ke orang tuanya. Cerita yang menarik, kalau dijadikan buku bakal laris manis. Luar biasa bang @abduhawab

ya, andai saja....tapi itu hanya fiksi,hehe. terima kasih @midiagam

Cerita fiktif ini bang kan, gak nyata.
Soalnya bagian akhirnya enak untuk di baca. Heee.

Mariyani nasibmu. Semoga ada sambungan cerita Mariyani yang bahagia bang, setidaknya juragan ikan. Hee

ya, ini fiktif belaka, jangan dianggap serius...heheh

Ahaa...
Bagian aku belum pernah tidur dengannya itu lo bang yang bikin gmana2 gt. 😂

OMG anda sungguh berbakat dalam menulis cerita @abduhawab. saya suka. suka sekali.
saya resteem ya

hehe...terima kasih @tfq86

Kehidupan kadang memang terasa pahit dan jahanam bagi beberapa orang. Persis, sama persis kehidupan yang barangkali terasa begitu bahagia untuk beberapa orang yang lain. Saya pengap dan habis kata meraba-raba nasib Maryani dalam kisah ini. Dapat, Bang. Saya dapat membayangkan betapa Maryani tak mengingikan hidup macam itu. Tabik keu Bang @abduhawab.. :)

Ya, dengan sikap lugu dia terjerembab ke dalam masalah yang sama sekali tak ia bayangkan. Nasib telah menggodanya,heheh. Terima kasih samy

Selalu ada hal-hal yang dapat menggoda kita untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tak baik. Maka dari itu sangat dibutuhkan kerja nalar sebelum membuat keputusan dalam hidup ini. Terima kasih kembali, Bang @abduhawab.. :)

Coin Marketplace

STEEM 0.18
TRX 0.13
JST 0.029
BTC 57324.42
ETH 3010.01
USDT 1.00
SBD 2.36