Ketika Dia Lupa Diri

in #fiction6 years ago


sumber

“Setan!” teriak Mawa Sapiah di dapur.

Gadis yang baru saja selesai sekolah ini bersemangat betul untuk kuliah. Barangkali, dia sudah begitu bosan hidup menganggur selama setahun lebih. Suryani sering merasa hidupnya tak ubah seperti babu di rumah sendiri. Namun, manakala melirik keadaan orang tuanya terasa tidak mungkin Suryani bisa duduk di bangku kuliah. Mawa Sapiah ibunya itu hanya bekerja sebagai tukang cuci keliling sedangkan ayahnya yang penyakitan memaksa diri bekerja sebagai kuli.

Suryani terperanjat di saat mendengar teriakan ibunya. Kenapa setan, dia berpikir ribuan kali. Di Kampung Langa hanya ada beberapa orang saja yang kuliah. Perempuan sekitar tiga puluh persen sedangkan lelaki lebih memilih menjadi buruh ladang dan bangunan. Ketika dia menyampaikan hasratnya maka kata“setan” tak pernah sepi dari mulut Mawa Sapiah.

“Kenapa bu?? Kenapa aku tidak bisa kuliah?” tanya Gadis Cantik itu.
“Setan!” kata itu terulang lagi.
“Setan melulu— setan melulu, apa tidak ada kata lain yang tepat untuk melampiaskan kekesalan ibu kepada perempuan yang kuliah?” tanyanya kesal.

Sambil menyangkut belanga, Ibunya berkata “Siapa yang sudah meracuni pikiranmu hingga kamu bersikeras untuk kuliah. Lihat isi otak kau, Sur?” Dia merangkul kedua kaki kurusnya. Matanya mengembara ke awang-awang ruang dapur penuh jelaba. Kawannya Laila Maksum ternyata kerap berbicara perihal kuliah. Pikiran kita tidak sebaku batu. Perempuan sekarang harus lebih maju. Mendapatkan kesenangan dan teman-teman di kampus. Hidup pasti akan berubah total. Tidak seperti gadis-gadis tetangganya yang kolot. Buang umur bila hanya mengurusi rumah saja.

“Kau tentu tidak mau seperti ibumu itu, Sur!” kata Laila Maksum bersemangat.

Mendengar kata-kata itu, Suryani, gadis cantik tapi miskin, langsung beranjak pulang.

“Pokoknya Sur harus kuliah, titik!” kata Suryani dengan nada menekan.

Ibunya yang tidak pernah sekolah SD ini pun langsung mencepretkan kata-katanya.

“Kau begitu keras kepala Sur, kau anak perempuan satu-satunya. Kami tak ingin kau terjebak seperti Safira anak
Pawang Suman.”
“Safira?”
“Iya”
“Memang kenapa dia? dia hamil, dia mencuri, dia mabuk?”
“Ehem…apa kamu belum dengar kasus yang dialami Safira?”
“Belum.”
“Kau ada lihat perutnya yang buncit itu, kabar kehamilannya di luar nikah sudah menyebar sampai ke kota. Kau tahu?” diam sejenak lalu menambahkan “kau belum tahu? Coba kau tanya dia, kenapa dia bisa seperti itu. Itu gara-gara dia kuliah dan bergaul bebas, tak ada aturan.”

Suryani terduduk. Ternyata kata-kata ibunya belum begitu kena di hatinya yang keras itu. “Safira, kawan sekolahku dulu tak pandai menjaga diri,” katanya dalam hati. Jam 12 siang, Pawang Ramli pulang. Lelaki Penyakitan ini duduk tepat di hadapan Suryani. Bajunya kotor dengan debu semen, mukanya melegam macam bekas terbakar.

“Kau sudah makan Sur?” tanya ayahnya.

Suryani hanya mengangguk dan tersenyum lantas menutup bibir tipisnya dan beranjak ke kamar.

“Si Noeng ingin kuliah, sudah saya kasih gambaran tentang suasana kuliah tapi dia tetap bersikeras ingin kuliah,” kata Mawa Sapiah ke suaminya sambil meletakkan sebakul nasi di atas meja penuh noda.

“Kuliah??” sahut Pang Ramli terkejut.

Mawa Sapiah mendesah sambil menggaruk-garuk kepalanya yang penuh uban dia berkata, “Saya tidak tahu bilang apa lagi. Lebih baik ayah tanya sendiri saja.”

Di dalam kamar Suryani asik membayangkan keindahan yang diceritakan oleh Laila Maksum kepadanya beberapa hari lalu. Dengan pikirannya yang sempit dia memikirkan suasana hidup sendiri serta bebas bergaul dengan siapa saja. Tidak seperti ini, saban hari menghabiskan waktu di dapur dan di sumur. “Aku ingin bebas sebebas burung dara, seluasa gadis-gadis kota,” dia berkata dalam hati penuh resah. Lantas dia keluar menghampiri orang tuanya yang sedang melongo macam orang baru sembuh dari serangan jantung.

“Ayah. Aku ingin kuliah!”

Ayahnya terperanjat saat mendengar kata-kata yang keluar tiba-tiba saja dari mulut anak gadisnya yang semloha itu. Setelah lamunannya terbuyar Pang Ramli berkata,“Kamu sudah lihat kerja ayah, kamu tahu berapa penghasilan ayah sehari, kamu tahu kuliah membutuhkan banyak uang. Tamat SMA saja sudah syukur, Nong,”

“Sur tidak mau tahu, Sur harus kuliah. Jual saja lembu itu, tak lama lagi binatang itu pun mati sendiri. Pokoknya Sur ingin kuliah, titik.”

Wajah legam Pawang Ramli memerah. Emosinya menanjak di saat Suryani menyuruhnya untuk menjual lembu yang sudah dipeliharanya selama tiga tahun. Pasalnya lembu itu hendak dipersiapkan buat megang hari raya Idul Fitri nanti.

Mawa Sapiah menyeka keringat di dahinya lalu memandang anak gadinya itu lekat-lekat.

“Siapa yang mempengaruhimu, siapa??” sergah ayahnya.
“Tidak ada, Sur hanya ingin kuliah, kalau ayah tidak setuju, Sur akan pergi dan membiyai kuliah sendiri.”

Kedua orang tuanya itu terduduk seketika. Kata-kata Gadis Bengal ini terasa menyakitkan.
Mata Mawa Sapiah berkaca-kaca, bintik-bintik bening pun perlahan keluar.

“Ke…kenapa kau tetap membantah kami, kekee…napa?” tanya Mawa Sapiah bercampur isak.

Suryani tidak menjawab, dia kembali beranjak ke kamar meninggalkan kedua orang tuanya yang sedang menelangsa.
Kedua orang tuanya tunduk. Tak mampu berbuat banyak. Lembu satu-satunya itu pun dijual. Begitu berat melepaskan anak gadisnya itu. Setelah tes, Suryani ternyata lulus di jurusan Ekonomi Universitas Syiah Kuala, jurusan yang dia sendiri tidak mengerti.

“Senangkah engkau sekarang, Sur? tanya Laila Maksum.
“Super senang La, akhirnya aku bisa kuliah,” jawabnya penuh semangat.
“Ayo kita bayar uang kost dulu.”

Suryani mengangguk dan beranjak ke tempat ibu kost. Satu kamar dua juta pertahun. Tinggallah mereka di satu kamar yang lumayan sederhana. Belum satu semester dia kuliah. Gadis ini sudah berubah. Pakaian yang dulu digemarinya waktu di kampung terasa begitu canggung di tubuhnya yang langsing itu. Betapapun orang tuanya sudah menasehati untuk berperangai baik. Namun itu hanya sia-sia belaka.Satu semester berlalu, gadis kampungan ini mulai menikmati kebebasan penuh. Penampilannya kerap membuat lelaki bergetar. Uang hasil kerja keras ayahnya sebagai kuli bangunan dia habiskan begitu saja. Waktu belajar dan bermain tak berbeda. Dia larut dalam kebebasan yang ia pahami, menurut pemikiran sempitnya, itu benar.

Saban malam Laila tinggal sendiri di rumah. Sedangkan Suryani kerap pulang sebelum subuh. Belajar menjadi hal yang tidak begitu penting. Baginya hidup hanya untuk menikmati apa yang ada meski itu hina. Di saat KHS keluar. Tak ada rasa bersalah meski nilai rata-ratanya begitu memprihatinkan. Orang tuanya yang tidak pernah tahu tentang pendidikan itu dengan mudah bisa dia tipu. Tiap bulan uang dari jerih payah orang tuanya sudah tidak bernilai lagi.

Nasehat Laila sia-sia. Suryani makin keras kepala. Kuliah bukan lagi hal utama dalam hidupnya. Gadis celaka ini ternyata sudah menjadi tawanan nafsu birahi. Dia kerap menghabiskan waktu dengan lelaki yang tak jelas muasalnya. Setelah puas, lelaki yang setengah suaminya itu pun hengkang dari kehidupannya. Masa terus berlalu. Kedua orang tuanya kini sakit-sakitan. Tenaga Pang Ramli kian tergerus, tangannya sudah berkerut sehingga tidak dipakai lagi untuk mengangkat batu-bata sementara Mawa Sapiah diserang penyakit diabetes dan kerap kali meringkuk di dalam kamar. Di dalam nestapa, mereka mengingat anak gadisnya Suryani yang sudah lama tidak ada kabar. Selama kuliah, baru sekali dia pulang menjenguk orang tuanya, kala itu, ibunya masih sehat.

Kabar terakhir Suryani tidak kuliah lagi. Gadis ini sudah pergi ke Medan setelah membuat orang tuanya sengsara. Kuliah yang dia idamkan itu terkubur sudah. Tak sanggup berbuat banyak, orang tuanya yang hampir mati itu mengelus dada dan menitikkan airmata.

Lama kelamaan Suryani begitu kurus, matanya membesar macam mata kura-kura yang sedang bertelur. Tak ada penyesalan. Dia begitu leluasa menikmati hidupnya. Setahun kemudian ibunya meninggal. Dengan sisa tenaga Pang Ramli pergi ke setiap kedai-kedai. Tangannya yang sudah nampak bentuk tulang seakan begitu ringan terangkat. Sebuah kantong plastik menjadi modal buat menjadi seorang pengemis. Suryani tak sedikit pun menaruh hati dan bahkan tidak mau tahu keadaan ayahnya itu. Perempuan yang tubuhnya menjadi kurus itu masih betah bertengger di setiap lorong kota.

U5dtbQKKmfKuqu7QB1uxntFotPFr9Dq_1680x8400.jpg

Sort:  

Setan tak tung tung tau untung tapi tak tau diri nyan brother @abduhawab

Sangat menarik jika dibuat film dokumenter banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah ini.

Walaupun ini cerita fiksi, realita di kehidupan sehari-harinya masih banyak terjadi, banyak potensi2 luar biasa dari gadis2 desa harus dipendam karena ketiadaan biaya untuk menuju bangku kuliah.

Sungguh benar ada terjadi hal yang seperti ini. Walau ini sebuah fiksi.. namun pernah terjadi..
Realitanya banyak ditemukan .. dan dari radio meuigoe juga sering kita dengar tantang cerita semacam itu..

hehe...ya betul. sudah menjadi rahasia umum prilaku tersebut terjadi di wilayah kita. terima kasih jamal

Sama-sama.
Selaku yang pernah kuliah. Pasti tidak asing dengan hal seperti ini. Realita yang sangat menyedihkan. Ketika harga diri sudah lupa pada diri.. hehehehe

Suryani ! kau memang sosok wanita yang keras kepala, semoga melalui kisah suryani ini membuat suryani lain terbuka pikirannya, agar selalu patuh dan hormat pada orang tua.
Kisah yang sangat menyentuh sekali bng @abduhawab, terimakasih telah membagikan kisah suryani dengan kami

Klw s4 nampak si suryani tu di Medan ni, abis la dia sama aq..!
Mantap bg @abduhawab :)

jangan...!kasih ruang dia untuk tobat,hehe

cerita yang menarik, endingnya pun tidak menoton, saya suka cara mengulas cerita fiksi yang begini, dan bila dihayati cerita ini sangat menyentuh tentang kehidupan sosial yang selama ini terjadi di kota - kota besar, harapan saya dan kita semua agar tidak lahir suryani - suryani seperti yang tertera dalam cerita ini. salam hangat dari saya @hermanlc

terima kasih, sudah menghayati cerita yang kurang menarik ini,heheh

Aduh ceritanya pahit banget... sedih banget bacanya! Pak Guru nih sepertinya sudah bisa bikin novel, pasti gara-gara perpaduan bako ijo dan kopi... keren banget euy!

Seneng banget dikomen sama penulis hebat. Terima kasih ya kak, memang dahsyat banget efek bako ijo sama kopi. Ini lagi tunggu yang kualitas super,hehe. Melayang aku dibuatnya. Big hug

Bang @abduhawab.. Panjangin ke Serambi Indonesia lah cerpennya.. 😀😀

hehee...untuk kesitu saya belum percaya diri @sammy. Biarlah steemit menjadi media yang menampung setiap karya saya. terima kasih

Hehe.. Bisa saja abang merendah ya.. :)

Sebuah kisah yang menyayat hatia seorang ibu, semoga tidak lahir suryani lainnya di negeri ini, biarkan saja dia dengan dunia lorongnya, tubuhnya yang semakin kurus dengan mata kura-kura sebagi hukuman atas dosanya kepada kedua orang tuanya.

Amin. Kisah itu saya tulis beberapa tahun lalu, berdasarkan fenoma yang terjadi beberapa tahun yang lalu. terima kasih brade

Sempurna....

Coin Marketplace

STEEM 0.17
TRX 0.15
JST 0.028
BTC 57850.91
ETH 2358.42
USDT 1.00
SBD 2.43